Jumat, 31 Desember 2010

Di Mana Monarki Itu? Mampukah Pemerintah Menghargainya

Oleh :Radhar Panca Dahana

Keistimewaan Yogyakarta adalah fakta dan keniscayaan yang terbukti sejak ratusan tahun sebelum republik ini berdiri. Wilayah itu diakui sebagai kerajaan vassal (dependent state) atau negara-bagian dengan otonomi tersendiri sejak masa VOC, Hindia Perancis, Hindia Belanda, hingga pemerintahan tentara pendudukan Jepang. Dekrit yang dikeluarkan Hamengku Buwono (HB) IX dan Paku Alam (PA) VIII lewat amanat 5 September 1945, yang mengintegrasikan kerajaan mereka di bawah kepemimpinan republik baru—yang mereka sendiri tak begitu mengenal tokoh- tokohnya—adalah sebuah keistimewaan sejarah yang tanpa preseden dan memiliki risiko politik serta militer tak remeh kala itu.

Dekrit itu seperti sebuah pembalikan sejarah dari kesultanan sendiri, yang 200 tahun sebelumnya justru memisahkan diri dari induknya, Mataram Solo. Maka, mungkin lebih dari sebuah kepantasan jika kemudian pemerintah nasional baru menempatkan keistimewaan wilayah itu dalam UU No 12/1948 yang pasal 5-nya menegaskan, ”Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu”.

Lalu UU No 3/1950 menebalkan posisi itu dengan pernyataan konstitusional tentang DIY bukanlah sebuah monarki (konstitusional) dan ia adalah sebuah daerah istimewa setingkat provinsi, bukan provinsi, di mana hukum dan politiknya berbeda terutama dalam hal kepala daerah serta wakil kepala daerah.

Keistimewaan demokratis

Yang lebih penting dari fakta historik-politik adalah kenyataan sikap dan integritas pemimpin kesultanan Yogyakarta sendiri yang sejak dini dengan sadar menempatkan diri dalam sebuah aturan ketatanegaraan baru (modern). Bukankah inisiatif dari HB IX sendiri yang menyerahkan kekuatan legislatifnya kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah Yogya, 29 Oktober 1945? Bukankah atas inisiatif Sultan—karena kekacauan dan tumpang tindih birokrasi pemerintahannya kala itu—yang mereduksi kekuasaan eksekutif mutlaknya ke dalam lembaga collegial bestuur yang terdiri atas banyak komponen kepemimpinan?

Kenegarawanan yang demokratis Sultan saat itu telah membiarkan dirinya berdiri dan duduk setara tak hanya dengan kepala keresidenan (PA VIII), tetapi juga dengan pejabat kiriman pemerintah pusat, bahkan dengan tiga bupati yang tidak lain adalah bagian dari kawulanya. Tentu terasa menggelikan—dan tentu menghibur pikiran karikatural kita—jika ada pemimpin baru yang menafikan keistimewaan jiwa besar di balik sikap demokratis ini.
Keistimewaan yang bukan hanya memberi keanggunan dan respek tersendiri dalam sejarah politik (demokrasi) di negeri ini, tetapi juga dalam banyak hal menentukan berlangsung atau berdiri tidaknya republik ini sejak kemerdekaannya diproklamasikan.
Seperti Aceh yang begitu istimewa karena sumbangan jiwa dan material, emas rakyat yang antara lain dipakai untuk membeli pesawat negara Seulawah, Yogya pun tidak hanya memfasilitasi seluruh kebutuhan ibu kota pengasingan dari republik yang terusir, mengambil risiko tinggi keamanan rakyatnya, mengeluarkan tak kurang 5 juta gulden dari simpanan keraton.

Saat Mohammad Hatta bertanya apakah republik harus membayar utang itu, Sultan tak berkata apa-apa dan tak menagihnya, hingga ia tutup mata, hingga kekuasaan diwarisi anaknya. Politik nasional yang kemudian berkembang bukan hanya jadi reduksi atau penggerogotan sistematik dari keluhuran dan kearifan politik di atas, tetapi juga jadi semacam kealpaan historik yang membuat politik nasional tamak dan bebal dalam apresiasi batinnya.

Ia terasa sistematik lantaran hal itu terjadi berulang kali, sejak Soeharto mendirikan tetenger (tanda) dari Serangan Oemoem 1 Maret 1949, di mana ia menempatkan diri sebagai tokoh utama, menafikan peran Sultan yang justru jadi penggagas, pemberi perintah dan fasilitator dari serangan bersejarah itu.

Kenegarawanan lokalnya terasa melampaui kepemimpinan nasional saat ia tak mencegah pendirian tetenger itu, dan hanya menukas pendek, ”Biarlah jika ia menginginkan begitu”, saat Arifin C Noer, sutradara film Janur Kuning, memintanya mau menerima adegan di mana Soeharto duduk di kursi berlengan dua bersamanya. Faktanya, hanya Sultan yang duduk di kursi berlengan dua, dan Soeharto di bangku tanpa lengan.

Mananya yang monarkis dari kepemimpinan yang ditunjukkan HB IX yang rela menghentikan mobilnya bagi seorang wanita pedagang beras pasar Kranggan, membantunya menaikturunkan barang dagangan, mengantarnya, dan dimarahi sang pedagang karena dianggap minta bayaran lebih dari satu perak ketika Sultan menolak pemberian itu?

Mana yang monarkis dari Sultan yang biasa mengendarai sendiri mobilnya, tanpa pengawal, hingga ia ditilang polisi di Cirebon dalam perjalanan Yogya-Jakarta, hanya karena ia bertelanjang dada akibat udara panas? Pemimpin dengan singgasana sesungguhnya tidak di kemegahan istana, tapi di kerendahan jiwa publik yang mendukung dan harus ia bela. Dengan semua yang dimilikinya.(Kompas, Jumat, 3/12/2010)

Radhar Panca Dahana Budayawan

Kamis, 02 Desember 2010

Keamanan Nasional di Wilayah Perbatasan


Kepentingan pertahanan Negara di wilayah perbatasan ditinjau dari astra-gatra adalah sebagai berikut;Aspek Geografi, meliputi kebutuhan infrastruktur jalan penghubung, lapangan terbang, landasan Heli atau airstrip, sarana komunikasi yang memadai (sesuai persfektiv ancaman) untuk keperluan mendeteksi dan penindakan, dengan demikian perlu adanya peta yang akurat terkait wilayah perbatasan, baik untuk pembangunan maupun pertahanan.

Aspek Demografi, meliputi pengisian dan pemerataan penduduk, baik untuk kepentingan pembangunan wilayah dan juga pertahanan Negara, karena itu perlu ada suatu pengaturan distribusi penduduk serta perkuatannya dengan jalan mengirimkan transmigrasi ke wilayah perbatasan. Aspek Sumber Daya Alam, perlu dilakukan pemetaan potensi Sumber Daya Alam di wilayah perbatasan, baik untuk kepentingan pemanfaatannya maupun untuk melindunginya.

Aspek Ideologi, perlu di ketahui ideology seperti apa yang terdapat di wilayah tersebut, dan bagaimana mengembangkan serta mengelolanya sehingga ideology yang kuat adalah persatuan dan kesatuan NKRI serta diharapkan mampu menangkal pengaruh dari ideology asing.

Aspek Politik, meliputi pemahaman system politik yang ada dan berkembang di wilayah tersebut, dan upaya mensosialisasikan politik nasional dan mengupayakan terselenggaranya aparat pemerintahan yang cakap dan sebagai patner dan pelopor di wilayah perbatasan.

Aspek Ekonomi, meliputi konsep dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan dengan tujuan agar suatu saat dapat menjadi bagian dari logsitik wilayah.
Aspek Sosial Budaya, meliputi peningkatan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, pelayanan umum, serta meningkatkan nilai-nilai lokal menjadi suatu budaya lokal yang mampu menahan pengaruh budaya asing.Aspek Pertahanan, meliputi pembangunan pos-pos perbatasan, pembentukan Sabuk Pengamanan dan menggalang kemampuan pembinaan wilayah yang memadai serta perangkat komando yang cakap.

Rabu, 03 November 2010

Belajar Bisnis Internet Dengan Gm Susanto

"Beri saya 2 menit Dan Saya Akan Tunjukkan Bagaimana Anda Bisa Belajar Internet Marketing Dengan Mudah Kurang Dari 24 Jam Dari Sekarang"


Pelajari Rahasia Bagaimana Teman saya Bisa Menghasilkan
US$ 9,715.68 secara autopilot di account paypal dan akan saya tunjukkan Bagaimana Anda Bisa Melakukannya Juga!
GARANSI 100%!




Sahabat,  



Perkenalkan nama saya harmen batubara, saya berteman dengan  Gm.Susanto sejak dia memulai bisnisnya, jika Anda pemula dan ingin belajar interner marketing,  maka kalau belajar sama dia, maka Anda sudah ada di tempat yang tepat. Belajar internet marketing itu mudah, dan saya jamin Anda bisa sukses menghasilkan dollar dari internet dengan belajar di situs ini.


Untuk sukses dalam bisnis internet marketing, Anda hanya perlu Belajar dan menerapkan metode yang benar untuk memulai bisnis internet marketing
Dan saya ingin menunjukkan kepada Anda secara PERSIS Caranya, Anda Bisa CONTEK dan IKUTI strategi apa saja yang telah dia gunakan Untuk mendapatkan penghasilan online mencapai US$9,715.68 dengan mengikuti ILMU dan RAHASIA SUKSES Menjadi Milyarder di Internet Dari Para GURU Internet Marketer Dunia
Anda akan mendapatkan detil informasi dan juga tips gratis seputar internet marketing dengan GRATIS senilai Rp.98.000,- di bawah ini:

Selasa, 21 September 2010

Diplomasi Dalam Sengketa Batas Indonesia-Malaysia




Oleh : S Wiryono

Sejak insiden 13 Agustus, Indonesia dan Malaysia terperangkap dalam perang mulut yang cukup panas, diplomasi megapon yang sangat tak sedap dan seyogianya dicegah agar tak meningkat menjadi perselisihan yang lebih sulit diatasi. Pada masa lalu, Indonesia pernah melakukan konfrontasi, tetapi kemudian teratasi dengan baik lewat perundingan: hanya setelah pemimpin di Indonesia berganti. Apakah kejadian di masa lalu akan berulang? Apakah suara garang DPR dan masyarakat bakal berkembang jadi genderang perang?

Dalam hubungan ini, kiranya perlu diingat ucapan PM Inggris semasa Perang Dunia II, Sir Winston Churchill, tentang perang. Katanya: sekali seorang negarawan menabuh genderang perang, dia tak dapat lagi jadi tuan atas keputusannya, malah jadi budak bagi kejadian yang tak teramalkan dan tak terkendalikan.

Pemerintah maupun rakyat Indonesia memang beralasan marah jika bangsa kita dilecehkan. Namun, kiranya perlu diketahui, keduanya terikat dalam ASEAN, yang dua tahun lalu menandatangani piagam bahwa asosiasi itu bertujuan menjadi suatu masyarakat yang saling memerhatikan dan saling berbagi. Lagi pula, atas permintaannya mempercepat giliran tahun depan, Indonesia akan mengetuai ASEAN untuk satu tahun dan diharapkan memainkan peran kepemimpinannya yang perlu mendapat dukungan dari semua pihak.

Selasa, 07 September 2010

Permasalahan Batas Indonesia-Malaysia, Masalah Komunikasi





Ketika presiden pidato di Markas Besar TNI, banyak pihak tadinya presiden akan memberikan pidato yang menentukan. Nyatanya pidato itu  lebih pas kalau disebut sebagai pidatonya seorang Menlu; pidato yang dengan secara sadar dikemukakan agar kedua Negara tetap mawas diri dan melihat masalah yang ada secara proporsional. Banyak orang kecewa, dan sangat setuju kalau saja pidato yang bagus itu diberi bumbu;


bahwa sebagai Negara bertetangga, ke depan Malaysia tidak boleh berbuat sekehendaknya dan harus mampu Manahan diri dan menjaga hubungan agar selalu tetap baik. Seperti pesannya pak Yowono Sudarsono (mantan Menhan) kepada menhannya Malaysia; agar Malaysia jangan kebabalasan, sebab Indonesia itu punya semangat nekat - semangat bondo nekat. Tapi ya sudahlah, pidato itu tokh sudah di ucapkan, dan nyatanya juga bisa membawa suasana hubungan kedua Negara kian lebih baik.

readbud - get paid to read and rate articles
Lalu kemudian muncullah pertemuan yang ke-17 di Kota Kinabalu, Sabah. Banyak pihak tadinya, menyangka jadwal ini sebagai hasil diplomasi baru Indonesia. Padahal yang benar adalah, pertemuan tersebut adalah pertemuan tahunan yang telah terjadwal; dan seperti biasanya, pihak Malaysia selalu ada saja alasannya untuk tidak memasuki substansi persoalan; dan kali ini hanya mereka jadikan sebagai ajang perkenalan antar pejabat saja. Bagi mereka yang tadinya berharap bahwa perundingan ini akan bisa memasuki persoalan perbatasan; nyatanya harus kecewa berat; sebab pertemuan ini memang tidak memiliki agenda yang pasti kecual hanya sekedar up-dating pertemuan saja.

Persoalan Perbatasan

Permasalahan batas antar Negara di lingkungan anggota sesama Asean sebenarnya banyak persoalan; permasalahan batas darat dan batas laut antara Indonesia dengan sepuluh Negara tetangganya, masih sangat potensial untuk jadi persoalan. Artinya sengketa perbatasan bagi masing-masing anggota Asean adalah sesuatu yang real, konkrit dan melelahkan. Celakanya, dari sisi pengalaman masing-masing, ternyata persoalan batas itu adalah masalah yang sangat sensitive. Artinya sangat jarang ditemui di kawasan ini yang dapat menyelesaikan masalah batasnya secara logis dan dengan menggunakan akal sehat; yang kuat itu biasanya adalah dorongan emosi, persepsi dan harga diri dari mereka yang bertikai. Mereka menaroh harga diri, kedaulatan di tapal batas. Dalam budaya yang seperti ini? Dapatkah Asean memberikan pencerahan yang konstruktif?
Setahun yang lalu Kamboja, mengatakan, akan meminta para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Hua Hin, Thailand, 23-25 Oktober, untuk membantu menyelesaikan pertikaian wilayahnya dengan Thailand. Pertikaian itu memicu aksi protes, bentrokan bersenjata, serta dikhawatirkan akan berkembang menjadi perang di perbatasan. Permintaan Kamboja itu seyogianya disambut dengan baik. Di usianya yang kian dewasa, para pemimpin ASEAN seharusnya berani mengambil tanggung jawab untuk membicarakan pertikaian perbatasan yang terjadi di antara mereka dan membantu mencarikan jalan untuk menyelesaikannya. Sayangnya, langkah seperti itu tidak muncul.

Sikap seakan-akan segala sesuatu di ASEAN berlangsung baik-baik saja, sudah harus ditinggalkan. Apalagi, sejak tahun 1976, ASEAN telah menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/TAC) yang merupakan code of conduct dalam menyelesaikan pertikaian di antara anggota ASEAN. Seharusnya, pertikaian perbatasan di antara negara ASEAN, termasuk pertikaian perbatasan antara Kamboja dan Thailand, diselesaikan dalam kerangka TAC. Namun, sejak ditandatangani di Bali pada tahun 1976, belum sekali pun ASEAN menggunakannya. Selama ini, negara anggota ASEAN lebih memilih untuk menyerahkan penyelesaian masalahnya kepada Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.

Kamis, 02 September 2010

Perbatasan RI-Malaysia; Bersahabat Adalah Pilihan

 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, persoalan yang muncul antara Indonesia dan Malaysia tidak selalu berarti ancaman bagi kedaulatan dan keutuhan wilayah.

Presiden menyampaikan hal itu di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (1/9).
Penjelasan Presiden itu, khususnya tentang insiden di perairan Pulau Bintan, 13 Agustus lalu, sebelumnya juga sudah disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam beberapa kesempatan.

Presiden menyampaikan, Pemerintah RI berpendapat, solusi yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi insiden serupa adalah dengan segera menuntaskan perundingan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.Presiden Yudhoyono juga menegaskan bahwa kedaulatan negara dan keutuhan wilayah adalah kepentingan nasional yang sangat vital. Ditekankan Presiden bahwa pemerintah sangat memahami kepentingan itu dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga dan menegakkannya.

”Namun, tidak semua permasalahan yang muncul dalam hubungan dengan negara sahabat selalu terkait dengan kedaulatan dan keutuhan wilayah,” ujarnya.Sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Presiden mengatakan bahwa ia juga merasakan keprihatinan, kepedulian, bahkan emosi yang dirasakan oleh rakyat Indonesia. ”Dan, apa yang dilakukan oleh pemerintah sekarang dan ke depan ini sesungguhnya juga cerminan dari keprihatinan kita,” ujarnya.

Presiden juga mengajak masyarakat untuk menjauhi tindakan berlebihan, termasuk aksi kekerasan yang hanya akan menambah masalah yang ada.Selain mempunyai hubungan sejarah, budaya, dan kekerabatan yang sangat erat, hubungan kedua negara ini menjadi pilar penting dalam keluarga besar ASEAN.Terdapat sekitar dua juta warga negara Indonesia yang bekerja di Malaysia, jumlah tenaga kerja Indonesia yang terbesar di luar negeri. Keberadaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia itu menguntungkan perekonomian kedua negara.

Sekitar 13.000 pelajar dan mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia dan 6.000 mahasiswa Malaysia belajar di Indonesia. Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia tergolong ketiga terbesar dalam kunjungan wisatawan mancanegara.Investasi Malaysia di Indonesia lima tahun terakhir mencapai 1,2 miliar dollar AS, sedangkan investasi Indonesia di Malaysia bernilai 534 juta dollar AS. Sementara perdagangan kedua negara mencapai 11,4 miliar dollar AS pada tahun 2009.”Namun, hubungan yang khusus ini juga sangat kompleks, tidak bebas dari masalah dan tantangan. Ada semacam dalil diplomasi bahwa semakin dekat dan erat hubungan dua negara, semakin banyak masalah yang dihadapi,” ujar Presiden. (Sumber; Kompas,2,9,2010,DAY/EDN)

Selasa, 17 Agustus 2010

Lemahnya Pertahanan Kita Di wilayah Perbatasan

Lemahnya Pertahanan Kita Di wilayah Perbatasan

Jadi sebelum ada membaca tulisan ini, maka hemat saya,  hikmahnya penangkapan yang dilakukan oleh Polisi Malaysia terhadap petugas kita di wilayah kita sendiri adalah “Tuhan” ingin memperlihatkan kepada presiden di saat memperingati HUT RI yang ke 65, bahwa cara kerjanya sebagai presiden jauh dibawah standar dan bahwa aparat yang dipilihnya bekerja tidak benar atau belum tepat dan optimal, perlu memilih orang yang tepat, yang baik, yang bisa memanfaatkan sumber daya yang terbatas secara lebih berdaya guna, dan dapat mengisolasi penyalahgunaan di tempat kerjanya dari berbagai hal berbau korupsi dan yang bekerja tidak optimal; sehingga Negara tetangga seperti Malaysia bisa menghargai Indonesia secara layak dan itu berlaku untuk jajaran Kepolisian, TNI-AD,AL dan AU; rasanya malu sekali jadi warga Indonesia.


Beritanya begini, Kompas 17/8/; menuturkan ;Tiga anggota patroli pengawas perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan ditangkap dan ditahan oleh Polisi Diraja Malaysia di Johor. Mereka ditangkap saat menggiring lima kapal nelayan Malaysia yang mencuri ikan di perairan Indonesia.Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak Bambang Nugroho mengatakan, ketiga anggota patroli yang ditahan itu adalah Asriadi (40), Erwan (37), dan Seivo Grevo Wewengkang (26).”Mereka menjalankan tugas di wilayah Indonesia. Tidak ada dasar untuk menangkap dan menahan,” tutur Bambang yang ketika dihubungi berada di Batam, Minggu (15/8). Bambang hendak ke Johor untuk melakukan advokasi bagi ketiga anak buahnya.

Kemudian di tulisan yang sama berbagai komentar yang muncul begini;

Direktur Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau Ajun Komisaris Besar M Yassin Kosasih, Minggu, mengatakan, ketiga petugas itu masih berada di Pengerang, Johor, Malaysia.”Status mereka bukan tahanan, hanya dimintai keterangan,” katanya. Hal yang sama, menurut Yassin, berlaku untuk tujuh nelayan Malaysia yang saat ini berada di Kantor Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau di Batam.Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, di Istana Negara, Jakarta, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan kasus penangkapan tiga petugas oleh polisi Malaysia itu diselesaikan secara baik-baik dan mengedepankan upaya diplomasi. Menurut Djoko, instansi terkait sedang berusaha menyelesaikan masalah itu.Anggota Komisi IV DPR, Sudin, mengatakan, Komisi IV akan meminta pertanggungjawaban Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad.

Bentuk penghinaan

Menurut Sudin, tindakan Malaysia itu merupakan bentuk penghinaan. ”Itu artinya negara kita dilecehkan. Memangnya Malaysia itu siapa,” katanya.Ia juga meminta Fadel Muhammad menyikapi aksi yang dilakukan oleh Malaysia tersebut.Anggota Komisi I DPR, Tjahjo Kumolo, meminta pemerintah mengambil langkah tegas terkait penahanan tiga petugas itu. ”Pemerintah Indonesia tidak bisa diam saja, harus protes keras terhadap perlakuan Malaysia,” katanya.

Fadel Muhammad dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu malam, mengatakan, ”Pemerintah Indonesia segera mengirimkan teguran atau nota diplomatik kepada Malaysia.”Insiden pelanggaran batas wilayah oleh nelayan Malaysia dan China hingga saat ini, menurut Fadel, telah terjadi 10 kali.Atase Penerangan KBRI di Kuala Lumpur Widyarka Riananta yang dihubungi mengatakan, Timbalan Kepala Polis (setara dengan Wakil Kepala Polri) Malaysia Tan Sri Ismail Omar menjanjikan kepada Duta Besar RI untuk Malaysia Da’i Bachtiar dapat menghubungi ketiga WNI itu pada hari Senin.

Tanggapan saya begini;  Malaysia selama ini sebetulnya tengah menguji kemampuan TNi dan Polri di wilayah perbatasan, dan selama ini belum pernah ada aksi atau reaksi dari para TNI atau Polri yang pantas, artinya semua serba terlambat dan sia-sia; yang selalu mengemuka adalah sarana pertahanan yang minim? Sampai sejauhmanakah ke miniman itu? Hemat saya sarananya memang minim, tetapi yang paling menyedihkan itu, sudah sarananya minim pengelolaannya juga payah, penuh peyimpangan.

Waktu komisi I DPR RI ke wilayah perbatasan November 2009 ke pulau sebatik di wilayah perbatasan, yang ditemukan mereka di sana adalah tidak adanya sarana, dan kalaupun ada borosnya bukan main; artinya para petinggi TNI kita tidak bisa menyesuaikan jenis kapal patroli dengan dukungannya; pada saat kunjungan itu ditemukan dukungan BBM yang ada hanya jenis bensin, padahal lanal mereka justeru butuh solar; dan itu telah berlangsung tahunan.

Jadi menurut saya hikmahnya penangkapan yang dilakukan oleh Polisi Malaysia terhadap petugas kita di wilayah kita sendiri adalah “Tuhan” ingin memperlihatkan kepada presiden bahwa aparatnya bekerja tidak benar, perlu memilih orang yang tepat, yang baik, yang bisa memanfaatkan sumber daya yang terbatas secara lebih berdaya guna, sehingga Negara tetangga seperti Malaysia bisa menghargai Indonesia secara layak dan itu berlaku untuk jajaran Kepolisian, TNI-AD,AL dan AU.

Sabtu, 31 Juli 2010

Konflik di Laut China Selatan, Mengundang Kekuatan Pengimbang



Diangkatnya sengketa atas wilayah Laut China Selatan oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengancam hubungan AS-China. China langsung bereaksi keras terhadap pernyataan Clinton karena juga merasa dijebak dengan menggunakan isu itu pada pertemuan ASEAN Regional Forum, pekan lalu.Selama bertahun-tahun China menghindarkan masalah sengketa wilayah Laut China Selatan, yang diklaim enam negara di kawasan Asia Tenggara, dibicarakan pada pertemuan ARF. Akan tetapi, malah AS yang mengangkat isu tersebut. Belakangan, 12 dari 27 anggota pertemuan ARF juga mengangkat masalah-masalah maritim.

”Sebagaimana diperkirakan, pihak AS memilih untuk mengabaikan nasihat China dan memainkan isu tersebut pada pertemuan itu (ARF). Apa yang kelihatannya pernyataan tidak berpihak (oleh Hillary Clinton) itu pada kenyataannya adalah serangan terhadap China dan dirancang untuk memberikan kesan yang salah mengenai situasi di Laut China Selatan sehingga harus menjadi perhatian serius,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri China dalam situsnya, Senin (26/7).

”China marah. Itu adalah campur tangan publik pertama AS atas Laut China Selatan, yang Kementerian Luar Negeri melihatnya sebagai masalah antara China dan negara-negara Asia Tenggara,” kata Shi Yinhong, profesor internasional di Renmin University, kemarin.Dia menambahkan, hal itu cukup serius karena isu tersebut secara dramatis memperluas ruang perselisihan antara China dan AS. Hubungan China-AS selama ini sering terganjal masalah Tibet, Taiwan, dan nilai mata uang China.
(Reuters/OKI)
Dari sisi kawasan, menguatnya kehadiran AS di Asia ( Timur, Tenggara) dengan sendirinya akan mengurangi dominasi kekuatan China, yang meskipun selama ini telah dengan baik memperlihatkan ke “sabaran”nya dalam menyelesaikan  permasalahan kedaulatan wilayah teritorialnya; namun kalau dilihat dari sejarahnya, China memang adalah sebuah Negara yang dengan kukuh mencari sumber-sumber energy baru bagi kepentingan perekonomiannya, meskipun itu pada umumnya dilakukan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan syah.

Minggu, 18 Juli 2010

Pengamanan dan Pertahanan di Wilayah Perbatasan.



Sering sekali dan kerap dipertanyakan para pembaca, bagaimana sebenarnya wilayah perbatasan  diamakan dan di jaga oleh aparat TNI; Dalam garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut ;
 Penetapan Garis Batas Negara RI dengan Negara tetangga, dapat dijelaskan sebagai berikut;  dari sepuluh Negara tetangga di laut ( India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kepulauan Palau, Papua New Guinea, Australia, dan Timor Leste, )  dan Negara yang berbatasan dengan Indonesia di darat ada  tiga negara ( Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste), sampai sekarang masih belum ada perbatasannya yang selesai seratus persen. Contoh; perbatasan darat RI-Malaysia sepanjang 2004 km di Kalimantan telah di kerjasamakan penegasan dan penetapan batasnya sejak tahun 1975, sampai sekarang masih ada sepuluh segmen lagi yang kedua Negara belum sepakat.

Pembangunan Infrastruktur di wilayah perbatasan belum terprogramkan secara terpadu, disebabkan banyaknya  kementerian/lembaga yang terkait ( 71 setingkat eselon I, dengan 35  jumlah program ) menangani wilayah perbatasan yang dalam pelaksanaannya kurang optimal dan kurang sinergis. Namun demikian pemerintah telah membuat UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan mengeluarkan satu perpres  No. 12 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, yang di dalamnya terdapat  kerangka organisasi yang dapat mensinergi kan pembangunan  infrastruktur, penyelesaian garis batas dan pembangunan perekonomian di wilayah perbatasan.

Pengamanan Wilayah Perbatasan,   Wilayah perbatasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem pertahanan nasional, sehingga gelar pasukan  TNI ( darat,laut dan udara, komando kewilayahan, Armabar,  Armatim dan Koops I dan II) dalam gelar pasukannya telah menjadikan wilayah perbatasan sebagai bagian NKRI dan berada dalam sistem pertahanan tersebut. Secara konkrit dapat dilihat dengan keberadaan Pos-pos pengamanan perbatasan yang di gelar di seluruh perbatasan NKRI dengan tugas mencakup;

Deteksi dini berupa pos-pos keamanan dan keamanan swakarsa serta melalui sistem deteksi pemindaian lewat satelit, radar dll.

 Patroli keamanan darat,laut  dan udara serta pengawasan lalu lintas manusia dan barang.

Penindakan awal terhadap pelanggaran wilayah perbatasan.

Pembinaan dan pemberdayaan wilayah teritorial.

Pembinaan dan pemberdayaan Sosial Politik dan ekonomi.

Pengaman wilayah kedaulatan NKRI  dilandasi dengan semangat satu kawasan bersama dengan negara tetangga, yang  juga  di dasari semangat Asean, sehingga perbatasan bukanlah sebagai pemisah, tetapi sebaliknya diupayakan untuk di kerjasamakan. Namun demikian Kementerian Pertahanan (TNI) telah menempatkan pos-pos pengamanan di seluruh perbatasan darat dengan rincian sebagai berikut : ( Operasi kodamVI/ TPR sepanjang perbatasan RI - MAL di kalimantan    termasuk Pulau Sebatik didukung ribuan personil, dengan jumlah Pos pos pengamanan.

Demikian pula Operasi kodam IX/ UDY sepanjang perbatasan RI – RDTL di p. Timor NTT didukung oleh ribuan personil . Operasi kodam XVI/ TKR sepanjang perbatasan RI- PNG di papua didukung ribuan personil ); di wilayah laut dilakukan dengan Operasi di laut  dan telah menempatkan marinir di pulau-pulau kecil terluar dengan rincian sebagai berikut; Di      Pulau Rondo, Pulau Berhala, pulau  Sekatung, pulau  Nipah ,        pulau  Miangas, pulau Marore, Marampit , pulau  Dana,  pulau Batek, pulau Fani, pulau  Bras dan pulau Fanildo masing-masing di amankan oleh  34 prajurit marinir. Untuk wilayah Perbatasan  RI-Australia didukung oleh beberapa  KRI-PC dengan personilnya dan Operasi Wilayah Perbatasan RI- Philifina didukung beberapa KRI PC dan satu Pesud dengan jumlah personil yang mengawakinya.

Demikian juga dengan Operasi udara di Block Ambalat  dari Kohanudnas dan satuan- satuan radar, dari Koops AU II  : juga oleh sejumlah personil dan F16/ Sukhoi, heli, Boeing 737 dan  Cassa untuk pengamanan pulau  Nipah, p. Berhala dan p. Sakatung sementara dari Koops AU I ; didukung personil lengkap, berikut  Flight Hawk,   beberapa buah CN untuk wilayah di sekitar       pulau  Miangas, p. Marore, p. Marampit, p. Batek,  p. Dana, p. Fani, p. Bras dan p. Fanildo. Secara fisik wilayah NKRI sebenarnya telah terjaga dengan baik.

Memang harus diakui, masih lebih banyak lagi wilayah NKRI  yang tidak terjaga secara fisik  dan harus diakui hal ini masih merupakan kendala, sedang diupayakan suatu sistem yang memanfaatkan sarana teknologi pemindaian ( sekarang tengah dalam taraf uji coba di perbatsan RI-Malaysia). 

Selasa, 22 Juni 2010

Tapal Batas Samosir dan Hasundutan Sumber Konflik



Pemerintah Kabupaten Samosir mengakui, penyebab banjir bandang di Desa Buntumauli dan Desa Sabula, Kecamatan Sitiotio, salah satunya adalah kerusakan hutan di hulu Sungai Silogologo dan Mabulak. Namun, lokasi kerusakannya berada di daerah perbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Asisten Pemerintah Kabupaten Samosir Ombang Siboro, Sabtu (1/5), mengatakan, penyebab banjir bandang yang mengakibatkan satu orang tewas dan empat orang masih hilang memang karena degradasi lingkungan di hulu sungai.
”Tetapi, kalau disebut salah satunya karena kerusakan di kawasan Hutan Sitonggitonggi, sepertinya tidak karena kawasan itu terletak lebih dari 10 kilometer dari hulu sungai dan terdapat bukit yang membatasinya. Ini memang kerusakan di hulu, tepatnya di daerah perbatasan Samosir dengan Humbang Hasundutan,” kata Ombang.
Ombang mengakui mendapat laporan tentang terdapatnya aktivitas penebangan dan pengolahan kayu di kawasan hutan yang menjadi hulu sungai. Namun, ia belum dapat memastikan, keberadaan sawmill tersebut masuk ke wilayah Samosir atau Humbang Hasundutan.
Kawasan Hutan Sitonggitonggi yang disebut rusak, menurut Ombang, merupakan areal hak pengusahaan hutan (HPH) milik salah satu perusahaan.
Hutan Sitonggitonggi dulunya memang hutan alam yang kemudian menjadi hutan produksi setelah berada dalam kawasan HPH itu.
Masalah tapal batas
Menurut Ombang, kawasan hulu Sungai Silogologo dan Mabulak yang sering disebut daerah Tombak Haranggaol merupakan perbatasan antara Kabupaten Samosir dan Humbang Hasundutan. Selama ini, belum ada tapal batas yang jelas di antara kedua kabupaten itu.
Ombang menuturkan, konflik di daerah perbatasan sempat terjadi antarwarga dua kabupaten itu. Namun, belum jelas warga dari mana yang melakukan perambahan kawasan hutan di Tombak Haranggaol. ”Itulah makanya kami minta Pemprov Sumut agar membantu mengatasi persoalan tapal batas kabupaten ini biar jelas nanti kawasan tangkapan air ini dijaga oleh pemerintah kabupaten yang mana. Kalau tanpa kejelasan begini, tak ada yang berwenang menjaga kawasan tersebut,” lanjutnya.
Hingga saat ini, korban hilang akibat banjir terus dicari. Menurut Anggiat Sinaga dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Parapat, yang ikut membantu pencarian korban, upaya pencarian menemukan kesulitan karena ketiadaan alat berat. ”Kami sudah meminta bantuan Pemkab Samosir agar ada alat berat, tetapi masih juga belum ada yang datang,” kata Anggiat.
Masyarakat berharap, anjing pelacak didatangkan untuk mencari korban yang hilang. (Sumber : Kompas /13/5/BIL)

Bentrok Desa Persi Kotamubago,  18 Rumah Hangus

Kalau bentrok antar desa terjadi di Papua, orang mungkin mafhum sebab di sana perang adalah sebuah ritual yang tidak terpisahkan dengan kehidupan mereka, tetapi kalau itu di sulawesi khususnya Kotamubago, maka memang ada yang aneh di sana. Tetapi apapun itu, kita harus melihatnya dengan logis, dan mengambil hikmahnya. Pantaskah suatu perang antar desa di lakukan? Lalu mau dikemanakan akal sehat dan para tetua adat?
Cobalah lihat perang antar desa di Kotamubagu seperti yang di tuliskan oleh wartawan Kompas berikut ini;
Bentrokan antara warga Desa Pusian dan Desa Toruakat, Kecamatan Dumoga Timur, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Minggu (21/2), mengakibatkan 18 rumah hangus terbakar. Di samping itu, belasan orang terluka, termasuk enam polisi yang berusaha melerai pertikaian.

Hingga Minggu malam, sekitar 250 personel dari Kepolisian Resor Bolaang Mongondow masih berjaga-jaga di kedua desa tersebut. Polisi melarang warga keluar rumah karena situasi belum normal.

Kepala Kepolisian Resor Bolaang Mongondow Ajun Komisaris Besar Gatot Tri yang dihubungi dari Manado mengatakan, tawuran antara warga dua desa tersebut dipicu oleh perkelahian pemuda yang mabuk-mabukan. Perkelahian antarindividu itu kemudian berujung pada perkelahian massal.

”Para pelaku perkelahian berlari ke desanya masing-masing sambil memukul-mukul tiang listrik sebagai tanda meminta bantuan kepada warga desa masing-masing,” kata Gatot.

Dua kerumunan warga dari desa bertetangga itu akhirnya berhadap-hadapan kemudian terlibat saling lempar batu hingga menjurus pada penggunaan senjata tajam. Aksi massa yang tidak terkendali tersebut mengakibatkan munculnya tindakan pembakaran rumah.

Di Desa Toruakat, sebanyak 15 rumah warga musnah terbakar, sementara tiga rumah lainnya yang juga musnah dimakan api berada di desa ”lawan” mereka, Desa Pusian.

Polisi juga diserang

Enam polisi yang berusaha meredam dan mengendalikan bentrokan itu rata-rata terluka karena terkena lemparan batu dan lontaran anak panah.

Menurut Gatot Tri, sejauh ini polisi telah menahan 30 pelaku, termasuk pemuda yang terlibat tawuran. ”Petugas juga menyita ratusan senjata tajam, parang, pisau, tombak, katapel, anak panah, dan samurai dari kedua desa tersebut,” ujar Gatot.

Beberapa korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kotamobagu, sekitar 80 kilometer dari lokasi kejadian.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, perseteruan antara warga Desa Pusian yang berpenduduk 4.340 jiwa dan Desa Toruakat yang berpenduduk 2.000 jiwa memang kerap terjadi.

Dalam catatan kepolisian setempat, tawuran antarwarga dua desa sudah yang empat kali terjadi sejak tahun 2006.

Menanggapi kejadian itu, HR Makagansa, Asisten Pemerintahan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, menyatakan keprihatinannya, ”Pertikaian dua desa itu berskala lokal. Namun, hal itu harus ditangani secara serius dengan mendamaikan pihak-pihak yang bertikai. Kami tengah mempelajari bentrokan itu untuk mencari solusi yang baik bagi dua pihak. Apalagi kami dengar bentrokan warga kerap terjadi. Besok, saya lapor ke gubernur.”

Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara, Benny Ramdhani, yang berasal dari Bolaang Mongondow menilai tindakan anarki warga Pusian dan Toruakat karena kesenjangan sosial. Warga Pusian dan Toruakat telah lama meminta Pemprov Sulut untuk menyelesaikan permasalahan tanah mereka yang dijadikan lahan transmigrasi sejak berpuluh tahun lalu. ”Pendekatan terhadap warga harus komprehensif. Jangan semata pada aspek perkelahian. Harus dicari akar penyebab mengapa warga cepat anarki,” katanya. (Sumber; Kompas/zal/22/2/ 2010).

Minggu, 13 Juni 2010

Pintu Optimisme

Oleh : Sukardi Rinakit

Malam Minggu kemarin, saya menghadiri peluncuran buku Arifin Panigoro atau AP. Judulnya, Berbisnis Itu (Tidak) Mudah. Jakob Oetama, dalam sambutannya, mengatakan, ”AP itu bukan saja seorang pengusaha, tetapi juga ’aktivis politik’ yang teguh memegang koridor etis.”Penulis bersetuju dengan pandangan itu. Di tengah merenungi ucapan Jakob Oetama dan merekonstruksi peran Griya Jenggala (kediaman AP) sebagai oase pergerakan kebangsaan sejak era reformasi, seorang tamu tiba-tiba berbisik, ”Mas, bagaimana prediksi politik?” Saya menjawab pendek, ”Stabil.”

Dalam perspektif budaya politik, sekurangnya ada tiga syarat agar stabilitas politik terwujud, yaitu ladang penuh rumput (tegal akeh suket), sungai tidak kering (kali ora asat), dan penguasa tidak sibuk dengan citra diri (ratu titi periksa).

Stabilitas politik

Padang menghijau rumput, sungai tidak kering, dan penguasa yang ”titi periksa” sebenarnya merupakan analogi dari keterkaitan antara stabilitas politik dan pembangunan. Itu semua untuk menjaga agar proses demokrasi yang terkonsolidasi tidak menjadi defektif (Merkel dalam Hadiwinata dan Schuck, 2010). Apabila padang tanpa rumput, ternak otomatis akan meninggalkannya. Jika sungai menjadi kering, burung kuntul juga akan terbang ke tempat lain.

Demikian juga jika penguasa hanya sibuk menjaga citra diri, hati rakyat pelan-pelan akan meninggalkannya. Ia akan kesepian sendirian.

Dalam konteks Indonesia sekarang ini dapat dikatakan ladang Indonesia sedang penuh dengan rumput. Ini adalah analogi dari kondisi politik yang kondusif. Indikatornya, pelaksanaan Pemilihan Umum 2009 dan 456 pemilihan kepala daerah dalam dua tahun terakhir tidak ada konflik besar, gerakan separatis, dan penumpasan etnis sebagai sisi gelap demokrasi (Mann, 2005). Keyakinan yang sama berlaku pada 244 pemilihan kepala daerah tahun 2010.

Di luar urusan pemilihan umum tersebut, secara hipotesis, rakyat sendiri tampaknya juga sudah lelah dengan segala hiruk-pikuk politik dan ketidakpastian hidup. Dalam kondisi seperti itu, mereka akan mudah didorong guna merajut optimisme menghadapi masa depan. Apalagi gerak pemberantasan korupsi dan perang terhadap terorisme, meski tetap terbuka praktik tebang pilih, ia tetap berguna bagi terbukanya pintu optimisme publik.



Pendeknya, ladang kita memang mulai dipenuhi rumput. Kenyataan ini pasti dipantau oleh para pelaku usaha internasional. Mereka tentu mulai melirik Indonesia sebagai tempat investasi. Gejala awalnya sudah jelas, arus wisatawan meningkat 13 persen dalam sebulan terakhir. Bisa jadi ini adalah efek dari kekisruhan politik di Thailand. Akan tetapi, secara obyektif, ladang subur Indonesia memang mulai eksotik kembali. Menurut perkiraan, investasi akan tumbuh lebih dari 10 persen pada semester pertama tahun 2010. Jika ladang kita mulai dipenuhi rumput, demikian juga dengan sungainya. Air mulai mengalir dan burung-burung kuntul berdatangan. Analog ini tepat untuk menggambarkan indikator mikro ranah politik, yaitu perilaku kelompok strategis.

Apabila kita mencermati perilaku partai politik, aktivis dan mahasiswa, pengusaha, serta TNI, misalnya, tidak ada yang bergerak di luar garis konstitusi. Semua berada dalam kesepakatan yang menjunjung nilai dan perilaku nirkekerasan. Esensinya, tidak ada yang mengancam stabilitas politik nasional.

Meskipun politisi di parlemen riuh seperti dalam kasus Bank Century, kehidupan partai politik relatif mengalir tenang. Tidak ada konflik internal dan kompetisi antarpartai yang berpotensi membelah ketenangan hidup berbangsa. Demikian juga dengan tekanan para aktivis dan mahasiswa melalui gerakan ekstraparlementer, berlangsung tertib.

Tidak mengherankan jika pengusaha tetap menjalankan aktivitas rutinnya dan tidak tertarik untuk ikut campur sebuah gerakan politik. Hal yang sama terjadi pada TNI. Mereka tetap berada di luar medan magnet politik dan tidak tergoda melakukan manuver yang bisa menyeret mereka kembali ke pusaran politik.

Itulah alasan mengapa saya menjawab bahwa kondisi politik akan stabil ketika seseorang bertanya pada malam Minggu lalu.

Bisa menangis

Akan tetapi, stabilitas politik yang terjaga tersebut, setidaknya sampai menjelang Pemilihan Umum 2014, tidak akan bisa menjadi pintu optimisme publik dan peningkatan kesejahteraan umum jika para elite politik sudah lupa cara menangis dan hanya sibuk bersolek. Hati mereka menjadi beku karena hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan kelompok. Mereka mengabaikan ”titi periksa” dan tidak sensitif terhadap penderitaan dan perikehidupan rakyat.

Kalau mau jujur, memang banyak elite kita yang hatinya sudah beku. Jangankan memikirkan perikehidupan rakyat, naik mobil pun mereka tidak memikirkan orang-orang yang berdiri di pinggir jalan yang kecipratan genangan air hujan karena mobil yang dikendarainya melaju kencang. Melihat orang tua yang tertatih-tatih memikul beban berat dan kesulitan menyeberang jalan pun, hati mereka tak tersentuh. Jika kondisi ini terus berlangsung, pintu optimisme akan sulit terbuka.

Semoga hati para pemimpin menjadi terbuka dan berani mengambil jalan mendaki dan sulit demi rakyat. Dengan demikian, peluang emas bisa direbut. Gusti ora sare.



Sumber : Kompas 20/4/2010/SUKAR DI RINAKIT Peneliti Senior Soegeng Sarjadi Syndicate

Sabtu, 29 Mei 2010

Kesabaran , Mensyukuri Apa Yang Ada

Oleh :  Gede Prama

Ketegangan kosmik di mana-mana. Dulu disebut tanah penuh senyuman, Thailand sekarang berubah menjadi tanah penuh perkelahian. Nusantara yang penuh berkah alam menyimpan banyak kesedihan.
Dalam berbagai kasus hukum, kepintaran digunakan untuk membenarkan kelicikan. Dalam cerita mengenaskan tentang pendidikan, pendidikan tidak semakin dekat dari jangkauan masyarakat. Dalam cerita orang miskin yang ditimpa penyakit, mahalnya biaya berobat tidak saja membuat mereka batal berobat, ada yang bahkan terpaksa bunuh diri karena tak kuat menahan rasa sakit. Mungkin itu sebab Lash & Urry (1987) memberi judul karyanya The End of Organized Capitalism. Kapitalisme mulai kehilangan kemampuan membuat masyarakat teratur.

Ketegangan kosmik seperti ini tentu tak jadi monopoli zaman ini. Seorang tetua di Jawa bercerita. Suatu hari mantan Presiden Soeharto minta saran. Tetua membuka tiga bungkusan warisan berumur ratusan tahun. Pesan bungkusan pertama, kedua, dan ketiga sama: ”Perbaiki Borobudur!” Entah oleh pesan ini atau sebab lain, Pak Harto sudah memperbaiki Borobudur. Kita yang bertumbuh di zaman penuh ketegangan kosmik ini mungkin bijaksana merenungkan memperbaiki Borobudur dalam diri.
Kemuliaan kesabaran
Borobudur sesungguhnya sebuah buku tua terbuka. Manusia bebas menafsirkannya. Catatannya kemudian: ketika menafsirkan buku suci, seseorang tak saja sedang merekonstruksi makna buku suci, juga sedang bercerita tentang kedalaman penggaliannya. Bagi banyak orang, bagian dasar Borobudur berisi cerita nafsu menjijikkan. Bisa dimaklumi. Di sana tersua relief manusia minum alkohol, berhubungan seks. Dari segi lain, sejak dari kaki, Borobudur sudah bercerita jalan pencerahan. Sebagian buku suci memang benci nafsu. Namun, tanpa nafsu seks orang tua sebagai contoh, kita manusia tak punya kesempatan menyelami samudra pencerahan.

Borobudur mengajarkan jangan tendang hawa nafsu, gunakan sebagai tangga untuk menggali semakin dalam. Itu sebabnya, dalam meditasi diajarkan mempraktikkan kesadaran 24 jam sehari. Termasuk ketika tidur melalui praktik yoga mimpi. Banyak guru meditasi ber- pesan lembut: ”Apa pun gambar yang muncul ketika meditasi, yang terjadi dalam keseharian, jangan lupa sadari dan sayangi”. Kebahagiaan-kesedihan, hidup- mati, semua disadari dan disayangi.

Logikanya, bila kemarahan, kedengkian, disadari, disayangi, ia bisa tambah membakar. Namun, banyak yogi dengan jam terbang meditasi tinggi menemukan sebaliknya. Gabungan antara menyadari dan menyayangi membuat emosi negatif lenyap di tempatnya. Seperti pecahan salju yang jatuh ke danau, emosi negatif tak ditendang danau tetapi dipeluk. Hasilnya: pecahan salju lenyap perlahan.

Meminjam pendapat orang sufi, perilaku buku suci serupa calon pengantin wanita: membuka baju di depan calon suami. Dan praktik mendalam berupa menyadari dan menyayangi, membuat seseorang jadi calon suami buku suci.
Salah satu cerita menggetarkan di bagian tengah Borobudur adalah kisah pertapa yang duduk rapi di halaman istana, kemudian diintip selir-selir raja. Raja cemburu dan dengan marah bertanya: ”Apa yang kau ajarkan, Pertapa?” Dengan tenang, halus, lembut pertapa menjawab, ”Kesabaran, Baginda.” Marah Raja semakin meninggi, kemudian membentak, ”Apa itu kesabaran?” Ketenangan, kehalusan, dan kelembutan pertapa tadi tidak berubah, ”Kesabaran adalah tidak bereaksi ketika disakiti, Baginda.” Raja murka. Ia memanggil algojo mencambuk pertapa.

Setelah tubuh pertapa berdarah-darah, Raja membentak lagi menanyakan arti kesabaran. Kali ini pun pertapa menjawab tenang, halus, lembut, ”Kesabaran adalah tidak bereaksi ketika disakiti, Baginda.” Tambah murka, Raja mengambil pedang memotong kedua tangan dan kedua kaki pertapa. Dalam keadaan bersimbah darah, Raja bertanya lagi arti kesabaran. Kendati badannya sudah tanpa kaki dan tanpa tangan, sang pertapa tetap dengan halus, indah, dan tenang menjawab, ”Kesabaran berarti tidak bereaksi ketika disakiti, Baginda.” Dan, pertapa inilah yang pada sekian kehidupan kemudian terlahir mengenakan nama Pangeran Siddharta.

Bagi kita yang hidup di zaman demokrasi ini, kesabaran mencakup ketekunan terus-menerus menerapkan demokrasi. Winston Churchill benar, demokrasi memang bukan cara terbaik, tetapi yang lebih baik belum ditemukan. Sehingga, kendati demokrasi itu cerewet, menyakitkan—bahkan ada yang menyamakan pemimpin dengan kerbau—tetapi tidak ada pilihan lain kecuali sabar melanjutkan demokrasi. Setiap rasa sakit pemimpin di hari ini adalah bibit-bibit perubahan yang akan berbuah kelak.

Kelembutan keheningan

Di bagian atas Borobudur tidak ada relief. Hanya lingkaran-lingkaran Mandala (kesempurnaan) berisi stupa, di dalamnya duduk patung Buddha dengan posisi tangan sedang mengajar. Di puncak tertinggi Borobudur tersisa stupa terbesar tertutup, di dalamnya berisi ruang kosong. Pesannya sederhana, keheningan sempurna itulah puncak tugas memperbaiki Borobudur di dalam diri.

Makna keheningan berbeda dari satu panggilan tugas ke panggilan tugas yang lain. Bagi pertapa, keheningan berarti memperuntukkan kehidupan sepenuhnya buat orang lain. Bagi pemimpin, keheningan berarti berjuang mengurangi penderitaan. Bagi orang biasa, keheningan berarti mengisi kehidupan dengan pelayanan. Dalam bahasa HH Dalai Lama: ”Bila harus memilih antara agama dan kasih sayang, pilihlah kasih sayang”. Dengan spirit menyayangi inilah, kemudian kebodohan, kemiskinan, dan kemelaratan bisa ditinggalkan di belakang.
Makanya ada yang menyederhanakan inti ajaran Borobudur ke dalam sepasang sayap burung. 

Sayap kiri adalah keheningan, sayap kanan berisi kasih sayang. Keheningan baru sempurna bila diisi dengan kasih sayang. Kasih sayang baru sempurna jika dilakukan dalam keheningan (tanpa keakuan). Ia yang kedua sayapnya sudah kokoh, di waktu kematian akan bernasib serupa anak burung garuda. Begitu telurnya pecah, langsung terbang ke alam pencerahan.
(Gede Prama,  Penulis Buku ”Simfoni di dalam Diri”, Kompas / 29/5/ 2010)

Minggu, 23 Mei 2010

Pulau Sengketa antara India dan Bangladesh Hilang


Oleh  Prita Daneswari

Selama hampir 30 tahun terakhir, India dan Bangladesh memperebutkan hak atas kepemilikan sebuah pulau mungil berbatu di Teluk Bengal. Tetapi kini pulau yang dipersengketakan tersebut hilang akibat kenaikan permukaan air laut.

"Pulau New Moore di wilayah Sunderbands telah tenggelam seluruhnya," kata ahli kelautan Sugata Hazra yang juga seorang profesor di Universitas Jadavpur, Calcutta, India, Kamis (25/3).

Hilangnya pulau itu juga dibenarkan dengan laporan satelit dan petugas patroli laut. "Sengketa antara kedua negara selama bertahun-tahun malah diselesaikan dengan pemanasan global," kata Hazra.

Para ilmuwan di Jurusan Kelautan Universitas Jadavpur sebelumnya memang telah mewaspadai adanya kenaikan permukaan air laut di Teluk Bengal selama puluhan tahun belakangan. Hingga tahun 2000, permukaan air laut naik hingga 3 milimeter setiap tahunnya, tapi beberapa tahun sebelumnya air naik hingga sekitar 5 milimeter setiap tahun, tambah Hazra.

Bangladesh terletak di sebuah dataran rendah dengan 150 juta penduduk. Bangladesh juga merupakan negara yang terkena dampak yang cukup parah akibat pemanasan global. Pemerintah setempat memperkirakan 18% daerah pesisir di negara itu akan dievakuasi bila air laut naik hingga 1 meter pada 2025.

India dan Bangladesh masing-masing mengklaim pulau tak berpenghuni New Moore sebagai milik mereka. Pulau itu memiliki panjang 3,5 kilometer dan lebar 3 kilometer. Bangladesh mengakui pulau tersebut merupakan bagian dari kepulauan di Talpatti selatan. (Sumber MI: Pri/AP/Yahoo/OL-7/25/3/2010) 

Selasa, 11 Mei 2010

Memperkuat Infrastruktur Komunitas Asean



Hua Hin, Kompas - Untuk memperkuat integrasi secara fisik, ASEAN sepakat mengembangkan sistem Pendanaan Pembangunan Infrastruktur ASEAN. Dana ini akan dipakai untuk membangun jaringan transportasi, komunikasi, termasuk teknologi informasi. Rakaryan Sukarjaputra dan Suhartono

Pembentukan sistem pendanaan investasi merupakan salah satu butir kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 ASEAN yang dipimpin Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, Sabtu (24/10) di Hua Hin, Thailand.

Setelah KTT ASEAN berakhir, dilanjutkan dengan KTT ASEAN bersama mitra-mitranya, China, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru.

Seperti biasanya, KTT ASEAN kali ini juga diwarnai hiruk-pikuk isu penahanan Aung San Suu Kyi. Myanmar terus mengabaikan seruan pembebasan Suu Kyi. Korea Utara dengan mulut besar dan ancaman-ancamannya untuk mendestabilisasi Asia juga terus menjadi bahan gunjingan di sela-sela KTT.

Namun, ASEAN tetap fokus pada upaya membangun diri, termasuk memperlancar mobilitas warga dan memperlancar urusan bisnis. Integrasi perekonomian ASEAN tetap terhalang akibat minimnya infrastruktur. Hal ini membuat koneksitas ASEAN secara fisik tidak mulus.

Setiap warga ASEAN yang memiliki urusan di negara-negara sesama anggota ASEAN harus transit di ibu kota. Sebagai contoh, warga Banjarmasin yang punya urusan ke Manila harus transit di Jakarta. Ini adalah cara yang tidak efisien dalam rangka meningkatkan daya saing ASEAN sebagai sebuah entitas.

Untuk itulah KTT ASEAN mengembangkan sistem infrastruktur yang bisa membuat ASEAN memiliki basis infrastruktur. Ini bertujuan menjadikan ASEAN sebagai basis industri dengan skala ekonomi lebih besar dan hasil akhirnya adalah daya saing yang lebih tinggi.

China tawarkan dana

Dalam rangka mengembangkan infrastruktur, pemerintahan negara-negara anggota ASEAN menyerukan kepada mitra-mitra dialog dan pihak lain untuk memberikan kontribusi pada pendanaan itu.

Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan, ”Kami menyambut dana 10 miliar dollar AS dari China untuk Dana ASEAN-China untuk Pembangunan Infrastruktur. Juga ada 20 miliar dollar AS bantuan Pemerintah Jepang dalam pembangunan infrastruktur itu.”

Para pemimpin ASEAN menugaskan para menteri keuangan mempercepat pembentukan pos pendanaan, termasuk menyiapkan peraturan untuk memobilisasi dana-dana.

Terkait dengan koneksitas itu, ASEAN sepakat membentuk gugus tugas tingkat tinggi untuk bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan infrastruktur. Gugus tugas ini diminta menyampaikan rekomendasi pada KTT Ke-17 ASEAN.

Incar ”dana krisis”

ASEAN, termasuk Indonesia, kini mengincar 120 miliar dollar AS dana bantuan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi. Dana itu dijanjikan China, Korea Selatan, dan Jepang. Dana ini ada dalam paket Chiang Mai Initiative, yang dibentuk pada Mei 2000 di Chiang Mai, Thailand.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap dana tersebut bisa cair pada 2010. Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, yang menyertai Presiden ke KTT, memberi pernyataan soal dana itu. ”Setelah diputuskan, pertanyaannya kapan dana tersebut bisa dimanfaatkan,” katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga ikut dalam rombongan mengatakan, masih banyak hal yang harus diselesaikan sebelum dana itu bisa dimanfaatkan. ”Hal ini antara lain terkait soal prosedur, pengawasan, dan penggunaan dana. Prosedur untuk mendapatkannya, jika mau disamakan, ya, seperti meminjam dari Dana Moneter Internasional (IMF),” ujarnya.

”Di dalam pencairannya, akan diatur syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman, kondisi negara peminjam, dan juga porsi pinjaman. Prosedurnya disusun dulu hingga akhir tahun ini. Awal tahun depan dana itu diharapkan bisa dimanfaatkan. Inilah tugas para menteri keuangan ASEAN,” kata Sri Mulyani.

Tidak dijelaskan mengapa penyusunan prosedur harus memakan waktu lama sejak dana itu diputuskan pada tahun 2000.

Pertahankan posisi sentral

Jepang, lewat Perdana Menteri Yukio Hatoyama, kembali mencuatkan pembentukan Masyarakat Asia Timur (East Asia Community). Hatoyama mengatakan, Asia punya kesempatan untuk mewujudkan hal itu, terlebih karena Asia memiliki kekuatan dan terbukti menjadi kawasan paling cepat pulih dari resesi ekonomi global. Ini adalah isu yang sudah lama dicuatkan, tetapi tidak bergema.

Marty Natalegawa mengatakan, pada pertemuan ASEAN- Korea Selatan, China, dan Jepang, Sabtu, usulan Jepang itu dibahas, demikian pula usulan Australia mengenai Komunitas Asia Pasifik (Asia Pacific Community).

”Pada 2005 sudah muncul usulan itu. Bagi kita, tetap penting untuk mempertahankan peran sentral ASEAN. Berbagai bentuk kerja sama di kawasan memiliki rekam jejak dan ada wujud keterlibatan ASEAN. Indonesia menyampaikan pandangan agar kawasan jangan terlalu reaktif,” kata Marty.

Marty mengatakan, Australia dan Jepang harus bisa meyakinkan bahwa gagasan mereka akan memberikan nilai tambah pada struktur kerja sama yang ada sekarang.

ASEAN tidak ingin tenggelam dengan pembentukan dua komunitas itu.

Ia menambahkan, konsentrasi ASEAN sekarang adalah memberdayakan berbagai forum yang sudah ada. ”Semua itu akan mengarah juga ke pembentukan East Asia Community. Namun, arah dan modalitas menuju ke sana bisa lewat berbagai cara,” kata Marty.

Hal itu bisa dicapai lewat ASEAN plus tiga (Korea Selatan, China, dan Jepang), East Asia Summit (melibatkan India, Australia, dan Selandia Baru), ASEAN plus satu atau antara kerja sama ASEAN dan masing- masing mitra dialog ASEAN di kawasan.

PM Thailand juga mengatakan, ASEAN menunggu pemaparan lebih jauh soal pembentukan komunitas itu dari Jepang dan Australia. Malaysia adalah pihak yang selalu keberatan dengan pembentukan Komunitas Asia karena khawatir hal itu akan mendominasi kawasan dan menenggelamkan jati diri ASEAN.

Marty juga menegaskan, pertemuan-pertemuan ASEAN sangat bermanfaat. Setiap kali ASEAN mengadakan pertemuan, hal itu sekaligus merupakan konfirmasi ulang atas peran sentral ASEAN. Pertemuan itu juga menjadi ajang bagi ASEAN dan para mitra membahas masalah yang menjadi kepentingan bersama.

Usulan RI ditolak

ASEAN juga menjadi kawasan yang sarat dengan masalah hak asasi manusia. Sejumlah usulan Indonesia soal penegakan HAM dicuatkan, seperti pemberian izin kunjungan pengamat HAM, dan pemberian akses kepada individu warga untuk menyampaikan pengaduan di forum ASEAN.

Ini diusulkan menjadi bagian dari Komisi HAM ASEAN. Namun, kemudian bentuknya tidak seperti diharapkan Indonesia. Soal itu, Marty menjawab, ”Kalaupun memang tidak seperti yang kita harapkan, bukan berarti tidak ada manfaatnya.”

”Kita bergerak secara bertahap. Meskipun sejak awal kita memimpin prosesnya, sebagai pemimpin kita kadang harus memastikan gerakan itu bisa memenuhi tempo yang bisa diikuti negara lain. Percuma saja kalau kita di depan, tetapi tidak ada yang mengikuti,” katanya.(Kompas,  25/10/ 2009)

Rabu, 28 April 2010

Menghadirkan Negara di Perbatasan Harus Diperkuat


Bagi mereka yang baru saja melihat wilayah perbatasan, pastilah menilai  bahwa pemerintah  belum serius membangun wilayah perbatasan. Baik itu di wilayah perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan Timur atau di perbatasan antara RI-PNG atau RI-Timor Leste. Pada kenyataannya bukti kehadiran negara, baik fisik maupun informasi, amat minim. Akibatnya, orientasi politik, sosial, dan budaya warga perbatasan berkiblat ke Negara tetangga atau malah kehilangan jati diri sebagai bangsa.

Mungkin ada baiknya kita melihat rekaman tujuh anggota Komisi I DPR RI menegaskan hal itu setelah mengunjungi Tawau, Sabah (Malaysia), Nunukan dan Tarakan di Kalimantan Timur (Kaltim), akhir Desember lalu. Mereka adalah Hayono Isman (ketua tim), Ny Soemientarsi Muntoro, Tantowi Yahya, Fayakhun Andriadi, Muchamad Ruslan, Achmad Basarah, dan Achmad Daeng Sere. Setelah Tawau, Sabah, Malaysia (Kompas, 11/12), rombongan mengunjungi Sebatik, pulau yang secara administratif terbagi atas wilayah RI dan Malaysia.
Kedua Negara di pisahkan oleh garis lintang 04º 10’ LU , bagian utaranya adlah wilayah Malaysia dan sebelah selatannya di miliki oleh RI.  Bagian selatan pulau yang jadi milik Indonesia kemudian  membaginya menjadi dua kecamatan dengan jumlah total penduduk 32.272 jiwa.

Ragam masalah

Sebatik wilayah RI terbagi atas Kecamatan Sebatik Barat dan Sebatik. Dalam salah satu pertemuan dengan tim Komisi I, penduduk Sebatik Barat mengeluhkan tentang tidak adanya perhatian pemerintah dalam membantu kehidupan mereka dalah kehidupan sehari-hari; misalnya ketiadaan listrik, kesulitan air bersih, dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Malah Camat Sebatik Barat Junaidi pad saat itu melaporkan, di wilayahnya itu sebenarnya sudah dibangun tiang-tiang listrik dan juga sudah pula  dilengkapi jaringan kabelnya, malah semua itu  sudah dibangun sejak tahun 1991. Namun, hingga kunjungan komisi I DPR itu, atau setelah 18 tahun kemudian  listriknya malah belum nyala. Itu baru di Pulau Sebatik, bagaimana lagi kalau hal itu di lihat di perbatasan yang berada di tengah-tengah Kalimantan. Padahal panjang perbatasan di sana itu ada 2004 km.

Kalau di sungai Musi, kita melihat yang menonjolnya di sana adalah sungai musi sebagai “jamban” terpanjang di dunia, maka warga pulau sebatik menyebut tiang dan kabel itu sebagai ”tiang tali jemuran terpanjang di dunia”. Bagi sebagian penduduk Kecamatan Sebatik sudah ada juga yang telah dilayani penerangan listrik, sekalipun pada kenyataannya dalam sehari bisa terjadi pemadaman berkali- kali.

Pada saat itu Komisi I juga heran mengapa negara begitu lamban dalam melayani kebutuhan dasar warga perbatasan. Listrik merupakan salah satu bentuk fisik dari kehadiran negara di perbatasan. ”Listrik tidak saja membangkitkan ekonomi kreatif warga, tetapi juga menarik investasi dan salah satu bukti kehadiran negara di sini,” kata Hayono Isman pada waktu itu. Tetapi ya hanya setakat itu saja yang bisa mereka sampaikan.

Malah kalau menurut  Basarah, sudah keterlaluan kalau masalah listrik terbengkalai sampai hampir 18 tahun. ”Kalau setahun dua tahun saja, mungkin masih bisa dimaklumi. Akibatnya, muncul kesan di kalangan warga, pemerintah tidak peduli terhadap kebutuhan dasar warga perbatasan,” katanya. Ya memang serba mengherankan, anggota DPR yang terhormat itu juga ga habis piker, lalu apa saja yang dilakukan oleh PLN di sana selama 18 tahun ini? Yah, mereka hanya bisa geleng-geleng kepala.
Hal lain yang lebih mendngkolkan adalah berbagai sarana dan fasilitas yang terkait erat dengan pertahanan Negara. Misalnya Fasilitas pangkalan udara TNI di Tarakan, sebagai pangkalan terdepan di perbatasan, tertinggal jauh dari pangkalan angkatan udara Malaysia di Tawau, Sabah. Misalnya, landasan pacu Tarakan berukuran 2.250 x 45 m, Nunukan 900 x 23 m. Panjang landasan Tawau 2.670 x 47 dan Kinabalu 3.050 x 45 m. Jadi, kalaupun RI mempunyai pesawat tempur canggih sekalipun, ternyata mereka tidak kan bisa memanfaatkan pangkalan yang berada di wilayah perbatasan. Panjang landasan berkaitan erat dengan kemampuan operasional pesawat patroli atau pesawat tempur.

Kapal-kapal patroli TNI AL juga persoalannya sama, selain kapalnya tidak ada, kapal perang KRI juga datangnya hanya sewaktu-waktu , kehadiran mereka di pantai timur Kalimantan juga terbatas. Ada satu kapal patroli mewah di Nunukan, yang ditempatkan sejak dua tahun silam tapi tidak bisa beroperasi karena kesulitan bahan bakar. Kapal berkecepatan 40 knot per jam itu menggunakan bensin, tetapi stok bahan bakar yang tersedia justeru kebanyakan solar. Padahal sesuai disiplin anggaran, menjualnya untuk diganti dengan BBM bensin tentu tidak diperkenankan. Tetapi nyata setelah puluhan tahun, kejadiannya terus berlanjut.

Rombongan Komisi I prihatin terhadap berbagai persoalan perbatasan. Basarah melihatnya sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah, pusat dan daerah, membangun perbatasan sebagai etalase bangsa.  Pada kenyataannya baik Pemda maupun Pusat hanya memanfaatkan wilayah perbatasan atau tapal batas jadi konsumsi politik, tetapi begitu anggarannya turun, pemanfaatannya bukannya untuk membawangun wilayah perbatasan. Akibatnya orientasi politik, sosial, dan budaya warga berkiblat ke Negara tetangga.

Misalnya, warga lebih sering dan mudah mengakses informasi, publikasi, dan penyiaran di bidang politik, ekonomi, budaya dan perkembangan dunia lain dari media Malaysia. Mereka menghafal lagu-lagu pop Melayu yang dinyanyikan artis Malaysia ketimbang artis Tanah Air.

Tantowi dan Fayakhun menambahkan, jangan salahkan warga jika mereka berkiblat ke ”seberang”. Pemerintah RI harus mengubah cara pandang membangun perbatasan serta terus memperkuat kehadiran negara di perbatasan, baik itu secara fisik (bangunan) maupun penyebaran informasi. (Sumber; Kompas, 14/12/09/CAL)

Senin, 12 April 2010

Hutan Lindung Yang Tak Terlindungi

Belum tuntas tindakan tegas pemerintah menggusur vila-vila illegal di kawasan hutan lindung Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bogor, Jawa Barat, kini bermunculan masalah lain terkait penggunaan hutan lindung. Pemerintah bagai tidak sepenuh hati untuk melindungi hutan hutan lindung di Indonesia.

Masalahnya kali ini adalah terkait penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan. "Dari 13 perusahaan yang mendapat persetujuan penggunaan kawasan hutan lindung, hanya dua perusahaan yang benar-benar mendapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan," ujar anggota DPR Komisi IV, Erik Satrya Wardhana kepadamediaindonesia.com, Jumat (19/2). Keduanya adalah PT Indominco Kaltim dan PT Antam di Maluku Utara.

Selain itu, dari ke-13-nya juga hanya satu yang memenuhi kewajiban penyediaan lahan kompensasi, sedangkan sisanya hanya membayar kompensasi Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait penggunaan kawasan hutan sesuai PP No 2 tahun 2008.

Hal yang menurut Erik mengkhawatirkan, adalah ternyata Freeport adalah salah satu dari perusahaan-perusahaan yang belum mendapat IPPKH namun terus beroperasi hingga saat ini. "Kalau perlu tutup Freeport. Paling tidak pemerintah saat ini bekukan dulu usahanya sampai seluruh permasalahannya terselesaikan. Padahal mereka menguasai 200ribu hektar lebih hutan. Itu juga menunjukkan arogansi Freeport yang luar biasa," ujar Erik.

Menurut Erik hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah tak sepenuh hati melindungi hutan-hutan lindung di Indonesia. Alasannya, meskipun belum mengantongi izin–izin secara lengkap, mereka terang-terang melakukan usahanya dengan bebas.

"Juga kepada para pengusaha tambang, padahal bangsa ini sudah terlalu baik. UU No 19 tahun 2004 sudah merupakan langkah kompromi terhadap kegiatan penambangan di kawasan hutan lindung yang sudah terlanjur ada dan sebenarnya dilarang," ungkap Erik.

Sejarah menyebutkan bahwa UU No 5/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan diubah menjadi UU No 41/1999 tentang Kehutanan. UU baru tersebut merumuskan definisi hutan lindung lebih luas dan melarang kegiatan pertambangan terbuka di dalam kawasan hutan lindung.

"Perubahan itu pun dilakukan karena secara faktual sudah ada banyak sekali perusahaan perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan lindung dengan pola terbuka," ungkap Erik yang berasal dari Fraksi Hanura tersebut.

Namun sementara itu, pada 11 Maret 2004 silam pemerintah menerbitkan Perppu No 1/2004 yang mengizinkan kegiatan penambangan di hutan lindung. Perppu tersebut pun akhirnya disahkan DPR pada 16 Juli 2004 menjadi UU No 19 tahun 2004.

Namun pada 12 Mei 2004 dikeluarkan Keppres No 41/2004 yang mengizinkan 13 perusahaan tambang dari 22 yang diajukan untuk melanjutkan operasinya. Kepres itu bahkan keluar sebelum Perppu No 1/2004 dibahas untuk dijadikan Undang-undang di DPR.

Atas dasar itulah menurut Erik, kini malah perusahaan perusahaan pertambangan besar di kawasan hutan mengancam akan membawa perkara larangan pertambangan di dalam kawasan hutan lindung ke Pengadilan Arbitrase Internasional. (MI/ Mar/OL-03/20/2/2010)