Sabtu, 29 Mei 2010

Kesabaran , Mensyukuri Apa Yang Ada

Oleh :  Gede Prama

Ketegangan kosmik di mana-mana. Dulu disebut tanah penuh senyuman, Thailand sekarang berubah menjadi tanah penuh perkelahian. Nusantara yang penuh berkah alam menyimpan banyak kesedihan.
Dalam berbagai kasus hukum, kepintaran digunakan untuk membenarkan kelicikan. Dalam cerita mengenaskan tentang pendidikan, pendidikan tidak semakin dekat dari jangkauan masyarakat. Dalam cerita orang miskin yang ditimpa penyakit, mahalnya biaya berobat tidak saja membuat mereka batal berobat, ada yang bahkan terpaksa bunuh diri karena tak kuat menahan rasa sakit. Mungkin itu sebab Lash & Urry (1987) memberi judul karyanya The End of Organized Capitalism. Kapitalisme mulai kehilangan kemampuan membuat masyarakat teratur.

Ketegangan kosmik seperti ini tentu tak jadi monopoli zaman ini. Seorang tetua di Jawa bercerita. Suatu hari mantan Presiden Soeharto minta saran. Tetua membuka tiga bungkusan warisan berumur ratusan tahun. Pesan bungkusan pertama, kedua, dan ketiga sama: ”Perbaiki Borobudur!” Entah oleh pesan ini atau sebab lain, Pak Harto sudah memperbaiki Borobudur. Kita yang bertumbuh di zaman penuh ketegangan kosmik ini mungkin bijaksana merenungkan memperbaiki Borobudur dalam diri.
Kemuliaan kesabaran
Borobudur sesungguhnya sebuah buku tua terbuka. Manusia bebas menafsirkannya. Catatannya kemudian: ketika menafsirkan buku suci, seseorang tak saja sedang merekonstruksi makna buku suci, juga sedang bercerita tentang kedalaman penggaliannya. Bagi banyak orang, bagian dasar Borobudur berisi cerita nafsu menjijikkan. Bisa dimaklumi. Di sana tersua relief manusia minum alkohol, berhubungan seks. Dari segi lain, sejak dari kaki, Borobudur sudah bercerita jalan pencerahan. Sebagian buku suci memang benci nafsu. Namun, tanpa nafsu seks orang tua sebagai contoh, kita manusia tak punya kesempatan menyelami samudra pencerahan.

Borobudur mengajarkan jangan tendang hawa nafsu, gunakan sebagai tangga untuk menggali semakin dalam. Itu sebabnya, dalam meditasi diajarkan mempraktikkan kesadaran 24 jam sehari. Termasuk ketika tidur melalui praktik yoga mimpi. Banyak guru meditasi ber- pesan lembut: ”Apa pun gambar yang muncul ketika meditasi, yang terjadi dalam keseharian, jangan lupa sadari dan sayangi”. Kebahagiaan-kesedihan, hidup- mati, semua disadari dan disayangi.

Logikanya, bila kemarahan, kedengkian, disadari, disayangi, ia bisa tambah membakar. Namun, banyak yogi dengan jam terbang meditasi tinggi menemukan sebaliknya. Gabungan antara menyadari dan menyayangi membuat emosi negatif lenyap di tempatnya. Seperti pecahan salju yang jatuh ke danau, emosi negatif tak ditendang danau tetapi dipeluk. Hasilnya: pecahan salju lenyap perlahan.

Meminjam pendapat orang sufi, perilaku buku suci serupa calon pengantin wanita: membuka baju di depan calon suami. Dan praktik mendalam berupa menyadari dan menyayangi, membuat seseorang jadi calon suami buku suci.
Salah satu cerita menggetarkan di bagian tengah Borobudur adalah kisah pertapa yang duduk rapi di halaman istana, kemudian diintip selir-selir raja. Raja cemburu dan dengan marah bertanya: ”Apa yang kau ajarkan, Pertapa?” Dengan tenang, halus, lembut pertapa menjawab, ”Kesabaran, Baginda.” Marah Raja semakin meninggi, kemudian membentak, ”Apa itu kesabaran?” Ketenangan, kehalusan, dan kelembutan pertapa tadi tidak berubah, ”Kesabaran adalah tidak bereaksi ketika disakiti, Baginda.” Raja murka. Ia memanggil algojo mencambuk pertapa.

Setelah tubuh pertapa berdarah-darah, Raja membentak lagi menanyakan arti kesabaran. Kali ini pun pertapa menjawab tenang, halus, lembut, ”Kesabaran adalah tidak bereaksi ketika disakiti, Baginda.” Tambah murka, Raja mengambil pedang memotong kedua tangan dan kedua kaki pertapa. Dalam keadaan bersimbah darah, Raja bertanya lagi arti kesabaran. Kendati badannya sudah tanpa kaki dan tanpa tangan, sang pertapa tetap dengan halus, indah, dan tenang menjawab, ”Kesabaran berarti tidak bereaksi ketika disakiti, Baginda.” Dan, pertapa inilah yang pada sekian kehidupan kemudian terlahir mengenakan nama Pangeran Siddharta.

Bagi kita yang hidup di zaman demokrasi ini, kesabaran mencakup ketekunan terus-menerus menerapkan demokrasi. Winston Churchill benar, demokrasi memang bukan cara terbaik, tetapi yang lebih baik belum ditemukan. Sehingga, kendati demokrasi itu cerewet, menyakitkan—bahkan ada yang menyamakan pemimpin dengan kerbau—tetapi tidak ada pilihan lain kecuali sabar melanjutkan demokrasi. Setiap rasa sakit pemimpin di hari ini adalah bibit-bibit perubahan yang akan berbuah kelak.

Kelembutan keheningan

Di bagian atas Borobudur tidak ada relief. Hanya lingkaran-lingkaran Mandala (kesempurnaan) berisi stupa, di dalamnya duduk patung Buddha dengan posisi tangan sedang mengajar. Di puncak tertinggi Borobudur tersisa stupa terbesar tertutup, di dalamnya berisi ruang kosong. Pesannya sederhana, keheningan sempurna itulah puncak tugas memperbaiki Borobudur di dalam diri.

Makna keheningan berbeda dari satu panggilan tugas ke panggilan tugas yang lain. Bagi pertapa, keheningan berarti memperuntukkan kehidupan sepenuhnya buat orang lain. Bagi pemimpin, keheningan berarti berjuang mengurangi penderitaan. Bagi orang biasa, keheningan berarti mengisi kehidupan dengan pelayanan. Dalam bahasa HH Dalai Lama: ”Bila harus memilih antara agama dan kasih sayang, pilihlah kasih sayang”. Dengan spirit menyayangi inilah, kemudian kebodohan, kemiskinan, dan kemelaratan bisa ditinggalkan di belakang.
Makanya ada yang menyederhanakan inti ajaran Borobudur ke dalam sepasang sayap burung. 

Sayap kiri adalah keheningan, sayap kanan berisi kasih sayang. Keheningan baru sempurna bila diisi dengan kasih sayang. Kasih sayang baru sempurna jika dilakukan dalam keheningan (tanpa keakuan). Ia yang kedua sayapnya sudah kokoh, di waktu kematian akan bernasib serupa anak burung garuda. Begitu telurnya pecah, langsung terbang ke alam pencerahan.
(Gede Prama,  Penulis Buku ”Simfoni di dalam Diri”, Kompas / 29/5/ 2010)

Minggu, 23 Mei 2010

Pulau Sengketa antara India dan Bangladesh Hilang


Oleh  Prita Daneswari

Selama hampir 30 tahun terakhir, India dan Bangladesh memperebutkan hak atas kepemilikan sebuah pulau mungil berbatu di Teluk Bengal. Tetapi kini pulau yang dipersengketakan tersebut hilang akibat kenaikan permukaan air laut.

"Pulau New Moore di wilayah Sunderbands telah tenggelam seluruhnya," kata ahli kelautan Sugata Hazra yang juga seorang profesor di Universitas Jadavpur, Calcutta, India, Kamis (25/3).

Hilangnya pulau itu juga dibenarkan dengan laporan satelit dan petugas patroli laut. "Sengketa antara kedua negara selama bertahun-tahun malah diselesaikan dengan pemanasan global," kata Hazra.

Para ilmuwan di Jurusan Kelautan Universitas Jadavpur sebelumnya memang telah mewaspadai adanya kenaikan permukaan air laut di Teluk Bengal selama puluhan tahun belakangan. Hingga tahun 2000, permukaan air laut naik hingga 3 milimeter setiap tahunnya, tapi beberapa tahun sebelumnya air naik hingga sekitar 5 milimeter setiap tahun, tambah Hazra.

Bangladesh terletak di sebuah dataran rendah dengan 150 juta penduduk. Bangladesh juga merupakan negara yang terkena dampak yang cukup parah akibat pemanasan global. Pemerintah setempat memperkirakan 18% daerah pesisir di negara itu akan dievakuasi bila air laut naik hingga 1 meter pada 2025.

India dan Bangladesh masing-masing mengklaim pulau tak berpenghuni New Moore sebagai milik mereka. Pulau itu memiliki panjang 3,5 kilometer dan lebar 3 kilometer. Bangladesh mengakui pulau tersebut merupakan bagian dari kepulauan di Talpatti selatan. (Sumber MI: Pri/AP/Yahoo/OL-7/25/3/2010) 

Selasa, 11 Mei 2010

Memperkuat Infrastruktur Komunitas Asean



Hua Hin, Kompas - Untuk memperkuat integrasi secara fisik, ASEAN sepakat mengembangkan sistem Pendanaan Pembangunan Infrastruktur ASEAN. Dana ini akan dipakai untuk membangun jaringan transportasi, komunikasi, termasuk teknologi informasi. Rakaryan Sukarjaputra dan Suhartono

Pembentukan sistem pendanaan investasi merupakan salah satu butir kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 ASEAN yang dipimpin Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, Sabtu (24/10) di Hua Hin, Thailand.

Setelah KTT ASEAN berakhir, dilanjutkan dengan KTT ASEAN bersama mitra-mitranya, China, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru.

Seperti biasanya, KTT ASEAN kali ini juga diwarnai hiruk-pikuk isu penahanan Aung San Suu Kyi. Myanmar terus mengabaikan seruan pembebasan Suu Kyi. Korea Utara dengan mulut besar dan ancaman-ancamannya untuk mendestabilisasi Asia juga terus menjadi bahan gunjingan di sela-sela KTT.

Namun, ASEAN tetap fokus pada upaya membangun diri, termasuk memperlancar mobilitas warga dan memperlancar urusan bisnis. Integrasi perekonomian ASEAN tetap terhalang akibat minimnya infrastruktur. Hal ini membuat koneksitas ASEAN secara fisik tidak mulus.

Setiap warga ASEAN yang memiliki urusan di negara-negara sesama anggota ASEAN harus transit di ibu kota. Sebagai contoh, warga Banjarmasin yang punya urusan ke Manila harus transit di Jakarta. Ini adalah cara yang tidak efisien dalam rangka meningkatkan daya saing ASEAN sebagai sebuah entitas.

Untuk itulah KTT ASEAN mengembangkan sistem infrastruktur yang bisa membuat ASEAN memiliki basis infrastruktur. Ini bertujuan menjadikan ASEAN sebagai basis industri dengan skala ekonomi lebih besar dan hasil akhirnya adalah daya saing yang lebih tinggi.

China tawarkan dana

Dalam rangka mengembangkan infrastruktur, pemerintahan negara-negara anggota ASEAN menyerukan kepada mitra-mitra dialog dan pihak lain untuk memberikan kontribusi pada pendanaan itu.

Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan, ”Kami menyambut dana 10 miliar dollar AS dari China untuk Dana ASEAN-China untuk Pembangunan Infrastruktur. Juga ada 20 miliar dollar AS bantuan Pemerintah Jepang dalam pembangunan infrastruktur itu.”

Para pemimpin ASEAN menugaskan para menteri keuangan mempercepat pembentukan pos pendanaan, termasuk menyiapkan peraturan untuk memobilisasi dana-dana.

Terkait dengan koneksitas itu, ASEAN sepakat membentuk gugus tugas tingkat tinggi untuk bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan infrastruktur. Gugus tugas ini diminta menyampaikan rekomendasi pada KTT Ke-17 ASEAN.

Incar ”dana krisis”

ASEAN, termasuk Indonesia, kini mengincar 120 miliar dollar AS dana bantuan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi. Dana itu dijanjikan China, Korea Selatan, dan Jepang. Dana ini ada dalam paket Chiang Mai Initiative, yang dibentuk pada Mei 2000 di Chiang Mai, Thailand.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap dana tersebut bisa cair pada 2010. Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, yang menyertai Presiden ke KTT, memberi pernyataan soal dana itu. ”Setelah diputuskan, pertanyaannya kapan dana tersebut bisa dimanfaatkan,” katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga ikut dalam rombongan mengatakan, masih banyak hal yang harus diselesaikan sebelum dana itu bisa dimanfaatkan. ”Hal ini antara lain terkait soal prosedur, pengawasan, dan penggunaan dana. Prosedur untuk mendapatkannya, jika mau disamakan, ya, seperti meminjam dari Dana Moneter Internasional (IMF),” ujarnya.

”Di dalam pencairannya, akan diatur syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman, kondisi negara peminjam, dan juga porsi pinjaman. Prosedurnya disusun dulu hingga akhir tahun ini. Awal tahun depan dana itu diharapkan bisa dimanfaatkan. Inilah tugas para menteri keuangan ASEAN,” kata Sri Mulyani.

Tidak dijelaskan mengapa penyusunan prosedur harus memakan waktu lama sejak dana itu diputuskan pada tahun 2000.

Pertahankan posisi sentral

Jepang, lewat Perdana Menteri Yukio Hatoyama, kembali mencuatkan pembentukan Masyarakat Asia Timur (East Asia Community). Hatoyama mengatakan, Asia punya kesempatan untuk mewujudkan hal itu, terlebih karena Asia memiliki kekuatan dan terbukti menjadi kawasan paling cepat pulih dari resesi ekonomi global. Ini adalah isu yang sudah lama dicuatkan, tetapi tidak bergema.

Marty Natalegawa mengatakan, pada pertemuan ASEAN- Korea Selatan, China, dan Jepang, Sabtu, usulan Jepang itu dibahas, demikian pula usulan Australia mengenai Komunitas Asia Pasifik (Asia Pacific Community).

”Pada 2005 sudah muncul usulan itu. Bagi kita, tetap penting untuk mempertahankan peran sentral ASEAN. Berbagai bentuk kerja sama di kawasan memiliki rekam jejak dan ada wujud keterlibatan ASEAN. Indonesia menyampaikan pandangan agar kawasan jangan terlalu reaktif,” kata Marty.

Marty mengatakan, Australia dan Jepang harus bisa meyakinkan bahwa gagasan mereka akan memberikan nilai tambah pada struktur kerja sama yang ada sekarang.

ASEAN tidak ingin tenggelam dengan pembentukan dua komunitas itu.

Ia menambahkan, konsentrasi ASEAN sekarang adalah memberdayakan berbagai forum yang sudah ada. ”Semua itu akan mengarah juga ke pembentukan East Asia Community. Namun, arah dan modalitas menuju ke sana bisa lewat berbagai cara,” kata Marty.

Hal itu bisa dicapai lewat ASEAN plus tiga (Korea Selatan, China, dan Jepang), East Asia Summit (melibatkan India, Australia, dan Selandia Baru), ASEAN plus satu atau antara kerja sama ASEAN dan masing- masing mitra dialog ASEAN di kawasan.

PM Thailand juga mengatakan, ASEAN menunggu pemaparan lebih jauh soal pembentukan komunitas itu dari Jepang dan Australia. Malaysia adalah pihak yang selalu keberatan dengan pembentukan Komunitas Asia karena khawatir hal itu akan mendominasi kawasan dan menenggelamkan jati diri ASEAN.

Marty juga menegaskan, pertemuan-pertemuan ASEAN sangat bermanfaat. Setiap kali ASEAN mengadakan pertemuan, hal itu sekaligus merupakan konfirmasi ulang atas peran sentral ASEAN. Pertemuan itu juga menjadi ajang bagi ASEAN dan para mitra membahas masalah yang menjadi kepentingan bersama.

Usulan RI ditolak

ASEAN juga menjadi kawasan yang sarat dengan masalah hak asasi manusia. Sejumlah usulan Indonesia soal penegakan HAM dicuatkan, seperti pemberian izin kunjungan pengamat HAM, dan pemberian akses kepada individu warga untuk menyampaikan pengaduan di forum ASEAN.

Ini diusulkan menjadi bagian dari Komisi HAM ASEAN. Namun, kemudian bentuknya tidak seperti diharapkan Indonesia. Soal itu, Marty menjawab, ”Kalaupun memang tidak seperti yang kita harapkan, bukan berarti tidak ada manfaatnya.”

”Kita bergerak secara bertahap. Meskipun sejak awal kita memimpin prosesnya, sebagai pemimpin kita kadang harus memastikan gerakan itu bisa memenuhi tempo yang bisa diikuti negara lain. Percuma saja kalau kita di depan, tetapi tidak ada yang mengikuti,” katanya.(Kompas,  25/10/ 2009)