Kamis, 11 Agustus 2011

Dari Perhimpunan ke Komunitas



Oleh : Marty M Natalegawa  
Kemarin, 8 Agustus 2011, negara anggota ASEAN merayakan 44 tahun berdirinya ASEAN. Bagi Indonesia, perayaan kali ini sangat istimewa sebab Indonesia kini Ketua ASEAN. Evolusi ASEAN hingga menjadi seperti sekarang ini—organisasi kawasan yang diakui dunia sebagai salah satu yang paling berhasil—tak terlepas dari politik luar negeri Indonesia.
Sejak awal Indonesia merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi nyata: demi kepentingan nasional, pemberdayaan ASEAN akan dapat mengatasi berbagai tantangan dan memanfaatkan berbagai peluang dari masa ke masa. Seluruh tonggak perjalanan ASEAN sejak didirikan tak terlepas dari perkembangan nasional Indonesia. Indonesia senantiasa berupaya agar kondisi di lingkungan kawasan terdekat, yaitu ASEAN, berjalan selaras dengan perkembangan di Tanah Air.
Pada 1976 di Bali pada masa keketuaan Indonesia, ASEAN telah menyepakati Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan Bali Concord yang menandai kerja sama politik dan keamanan di ASEAN. Khususnya penyelesaian konflik secara damai, yang dibutuhkan sebagai prasyarat bagi pembangunan ekonomi yang sedang diupayakan negara-negara ASEAN. Bali Concord dan TAC merupakan mekanisme regional untuk menumbuhkan rasa percaya dan kerja sama di kawasan.
Bali Concord II pada 2003 kembali menegaskan kepemimpinan Indonesia dengan adanya kesepakatan pembentukan Komunitas ASEAN pada 2015. Atas inisiatif Indonesia-lah, Komunitas ASEAN yang akan dicapai tak hanya terdiri dari komunitas ekonomi, tetapi juga dua pilar lain: politik keamanan dan sosial budaya.
Penekanan terhadap perlunya pengembangan kapasitas ASEAN di bidang demokratisasi dan hak asasi manusia, misalnya, selaras dengan demokratisasi yang bergulir di Indonesia pada saat itu. Bahkan, ASEAN sudah memiliki kerangka institusional untuk memajukan demokratisasi ketika akhir-akhir ini Afrika Utara dan Timur Tengah dilanda gejolak keamanan sebagai akibat dari krisis politik.

Kerja sama lebih tinggi
Pada tahun 2011 ini Indonesia kembali mengambil inisiatif membawa ASEAN di tingkat kerja sama yang lebih tinggi: menetapkan visi ASEAN setelah 2015 melalui tema ”Komunitas ASEAN dalam komunitas global bangsa-bangsa”. Berdasarkan visi itu pada tahun 2022 ASEAN secara kelompok akan berkontribusi lebih besar dalam mengatasi berbagai masalah global.
Sebagaimana halnya pada 1976 dan 2003, Indonesia kembali memastikan adanya keselarasan antara perkembangan di ASEAN dan perkembangan di Indonesia. Selaras dengan semakin meningkatnya peran Indonesia di tingkat global, ASEAN pun diharapkan berperan lebih besar menyelesaikan masalah global.
Seluruh kontribusi Indonesia semata-mata dilakukan agar ASEAN dapat senantiasa beradaptasi dengan kondisi dan tantangan di kawasan maupun global. Bukan hanya untuk dapat menyelesaikan tantangan yang saat ini dihadapi, juga menghadapi tantangan ke depan.
Maka, selama keketuaannya pada 2011 ini Indonesia memiliki tiga prioritas yang ingin dicapai. Pertama, memastikan bahwa tahun 2011 ditandai oleh kemajuan yang signifikan dalam pencapaian Komunitas ASEAN. Kedua, memastikan terpeliharanya tatanan dan situasi di kawasan yang kondusif bagi upaya pencapaian pembangunan, antara lain melalui East Asia Summit (EAS) yang dimotori oleh peran sentral ASEAN, khususnya dengan menjabarkan visi Indonesia mengenai masa depan EAS. Ketiga, menggulirkan pembahasan mengenai visi ”ASEAN setelah 2015”: peran masyarakat ASEAN dalam masyarakat dunia.
Selama tujuh bulan keketuaan Indonesia di ASEAN pada 2011 ini terdapat pengakuan adanya kemajuan dalam tiga prioritas yang ditetapkan Indonesia.
Di bawah prioritas pertama terkait isu-isu internal ASEAN telah dicapai perkembangan nyata. Terkait isu sengketa perbatasan Kamboja-Thailand, inisiatif dan prakarsa Indonesia mendorong penyelesaian sengketa perbatasan secara damai telah disepakati oleh kedua negara, bahkan dikuatkan oleh kepala negara/pemerintahan ASEAN.
Pada saat yang sama terdapat dukungan Dewan Keamanan PBB dan Mahkamah Internasional terhadap upaya yang dilakukan Indonesia selaku Ketua ASEAN dalam menyelesaikan permasalahan itu. Di satu sisi, hal ini membuktikan kepercayaan dunia internasional terhadap upaya ASEAN; pada saat yang sama merupakan amanah yang tak kecil untuk secara sungguh-sungguh dapat dilaksanakan.
Penyelesaian secara damai masalah itu setidaknya membuktikan adanya mekanisme internal ASEAN dalam upaya menyelesaikan konflik internal yang selama ini selalu menjadi bahan pertanyaan banyak pihak.
Perkembangan yang signifikan juga dapat dilihat dari upaya ASEAN menciptakan kawasan bebas senjata nuklir. Setelah lebih dari 10 tahun tak ada perkembangan, bahkan cenderung stagnan dalam proses perundingan, di bawah keketuaan Indonesia telah disepakati adanya posisi bersama ASEAN dalam isu tersebut dan disepakatinya proses konsultasi langsung dengan negara pemilik senjata nuklir. Ini akan memudahkan jalan bagi upaya kita semua mendorong negara pemilik nuklir dapat segera mengakses traktat kawasan bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara.
Di bawah prioritas kedua, perkembangan yang signifikan juga telah dicapai untuk memastikan bahwa kondisi kawasan yang lebih luas—Asia dan Pasifik—lebih kondusif bagi upaya pencapaian pembangunan di kawasan.
Kesepakatan Guidelines of the Declaration on the Conduct of Parties to the South China Sea setelah proses perundingan sejak 2005 merupakan salah satu langkah maju. Kesepakatan ini menunjukkan adanya keinginan yang kuat bagi negara yang memiliki sengketa perbatasan di Laut China Selatan untuk bekerja sama dan meninggalkan cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah di wilayah itu.
Di bawah prioritas ketiga, Indonesia akan membawa ASEAN pada kerja sama yang lebih tinggi lagi. Pada KTT ke-19, ASEAN akan mengesahkan sebuah deklarasi yang signifikan, Bali Concord III, yang memberikan semacam rencana sasaran (roadmap) bagi adanya sebuah platform bersama ASEAN dalam berbagai isu global pada 2022.
Diharapkan dengan pengesahan itu, ASEAN dapat berkontribusi lebih besar dalam menciptakan keamanan dan perdamaian dunia; ASEAN dapat berkontribusi lebih besar dalam mendorong nilai-nilai demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik; ASEAN dapat berada di garis terdepan dalam mendorong kemakmuran bersama.
Ketiga prioritas itu tentu tidak akan berarti tanpa ASEAN yang yang bertumpu kepada masyarakat, yang bekerja bagi masyarakat. Bagi Indonesia, di atas segalanya, yang terpenting adalah bagaimana ASEAN dapat menjadi organisasi yang bermanfaat bagi seluruh rakyat di ASEAN, dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Marty M Natalegawa Menteri Luar Negeri RI(kompas /9/8/2011)