Selasa, 26 Maret 2013

Wilayah perbatasan, Wujudkan Penyelesaian Perbatasan RI-Timor Leste Sebagai Simbol Kebersamaan | WilayahPerbatasan.com



Wilayah perbatasan, Wujudkan Penyelesaian Perbatasan RI-Timor Leste Sebagai Simbol Kebersamaan | WilayahPerbatasan.com



oleh harmen batubara

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka kegiatan Jakarta International Defense Dialog di  Jakarta Convention Center, Rabu (20/3). Dialog ini diikuti oleh 1.300 peserta dari 45 negara. Mereka terdiri atas pejabat pertahanan internasional, spesialis keamanan dan dan kalangan militer. Tema Dialog “Pertahanan dan Diplomasi di Kawasan Asia-Pasifik” ini dinilai Presiden SBY sangat relevan mengingat secara geopolitik dan geoekonomi wilayah ini sangat bertalian erat.
Presiden mengakui bahwa kawasan ini menghadapi tantangan-tantangan khususnya berkaitan dengan perselisihan perbatasan dan yurisdiksi. Presiden juga menilai tantangan utama dalam mempromosikan keamanan internasional adalah bagaimana membangun kepercayaan strategis antara negara-negara di wilayah ini. Menurut Presiden; “Ketika dua atau lebih pihak mulai memiliki keyakinan mengenai goodwill dan niat yang lain, maka artinya mereka mempertaruhkan kepercayaan. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk bekerja sama lebih, untuk berinvestasi satu sama lain, untuk mempercayai naluri mereka, dan mengerahkan lebih banyak upaya untuk perdamaian,” ungkap Presiden dalam sambutannya.
Dalam sambutan tersebut Presiden mencontohkan hubungan antara Indonesia dan Timor Leste. Ia mengisahkan, kedua negara itu pernah memiliki sejarah pahit dan kondisi yang sulit. Begitu banyak nyawa melayang, property yang tidak ternilai dengan hanya sebatas materi, emosi yang terbakar, rasa nasionalisme tercederai  dan banyak kalangan menilai bahwa trauma perang masa lalu akan terus membekas dan merusak hubungan kedua negara. “Tapi kami telah membuktikan bahwa penilaian orang-orang itu salah. Berbekal niat baik dan keberanian, baik Indonesia maupun Timor Leste bersama-sama bertekad membangun suatu hubungan baru,” tegas SBY.
Menurut Presiden hubungan antara Indonesia dan Timor Leste adalah yang terbaik di antara negara tetangga di kawasan ini. “Kepercayaan antara PM Timor Leste Xanana Gusmao dan saya sangat kuat,” kata Presiden SBY. Dalam ahir sambutannya, Presiden SBY mengajak  para peserta menyebarkan kepercayaan satu dengan yang lain. Menurut Presiden, membangun kepercayaan tidak cukup di kalangan pemimpin tingkat tinggi, tetapi harus juga di sosialisasikan ke level bawah. “Ingat sering kali aksi dan keputusan yang diambil oleh pejabat tingkat rendah dapat menimbulkan dampak yang lebih besar. Oleh karena itu, kepercayaan dan percaya diri harus disebarkan secara luas”.  

Kondisi Perbatasan RI-Timor Leste 

Pada 15 Agustus 2012 Tim terpadu yang diketuai T.H Susetyo bersama 17 anggotanya melakukan peninjauan ke lokasi konflik perbatasan di Desa Haumeni Ana, Kecamatan Bikomi Nailulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), selama dua hari. Ketua Tim Terpadu dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), T.H. Susetyo, mengatakan masih terdapat tiga segmen batas negara antara Indonesia-Timor Leste yang masih disengketakan yang belum disepakati kedua negara.
Ketiga segmen itu pertama, di Noelbesi Citrana, Desa Netemnanu Utara, Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, dengan Distrik Oecusee, Timor Leste, menyangkut areal persawahan sepanjang Sungai Noelbesi, yang status tanahnya masih merupakan daerah steril. “Segmen ini, pernah dibahas dua tahun lalu, tapi belum ada kesepakatan antarkedua negara sehingga diputuskan status tanahnya sebagai zona netral,” katanya.
Menurutnya, pembahasan tentang masalah batas wilayah daratan yang masih disengketakan, harus terus dilakukan agar bisa mendapatkan titik temu. Untuk pembahasan ini, katanya, harus melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat dari kedua wilayah sebelum dibahas pada pertemuan bilateral antara kedua negara. 

Perlu Pendekatan Baru

Dalam kaitannya dengan kunjungan Xanana ke Jakarta, menlu Indonesia Marty N, menambahkan pertemuan Presiden Yudhoyono dengan Xanana juga menyinggung tentang rencana menyelesaikan tiga titik perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. “Ada masalah yang belum tuntas yaitu masalah perbatasan, embarkasi perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia. Seperti diketahui, kurang lebih 90% perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste sudah terselesaikan, namun ada ada tiga titik yang belum tuntas embarkasinya”.
Tiga titik perbatasan yang akan diselesaikan yang dimaksud Marty adalah Dilumik-Memo, Bijael Sunan-Oben, dan Noel Besi-Citrana. Marty menyebut embarkasi yang akan diselesaikan yakni untuk keberangkatan
“Tadi dibahas dan komitmen kedua pemerintahan untuk menyelesaikan masalah ini dalam waktu yang relatif singkat. Bukan saja menyelesaikan embarkasi keberangkatan, melainkan juga memperkenalkan suatu pengaturan di kawasan perbatasan sehingga memungkinkan warga Timor Leste dan warga Indonesia yang berada di sisi perbatasan masing-masing untuk bisa melanjutkan hubungan sosial dan kekeluargaannya selama ini yang telah terjalin di antara mereka,” papar Marty.
Presiden SBY menilai hubungan antara Indonesia dan Timor Leste berlangsung dengan baik. “Sebagai pemimpin kita harus memastikan bahwa hal tersebut dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu,” tambahnya. Ia mendapat laporan dari Duta Besar Indonesia untuk Timor Leste, bahwa situasi di sana berjalan lancar. Dan SBY memastikan Indonesia akan selalu mendukung dan melanjutkan kemitraan dan kerjasama yang telah terjalin di antara kedua negara. Selain batas wilayahnya sendiri, hal lain yang dibahas kedua pemimpin adalah pengaturan di perbatasan yang memungkinkan warna negara Timor Leste maupun Indonesia masing-masing melanjutkan hubungan sosial dan kekeluargaan yang telah terjalin.
Untuk menyelesaikan permasalahan batas di tiga lokasi tersebut, sebenarnya tidaklah susah. Selama ini yang jadi masalah adalah pola pendekatan penyelesaian yang di ketengahkan masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli perbatasan UNTEAD menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya mengacu kepada Traktat antara Belanda-Portugis Tahun 1904 dan sama sekali tidak berkenan memperhatikan dinamika “adat istiadat “ yang berkembang di wilayah tersebut. Padahal dan sebenarnya dinamika tersebut telah secara langsung ikut mempengaruhi posisi batas. Hal itu telah menjadi efektip serta sudah mereka “lakoni” dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sementara pihak Indonesia, dan berdasarkan fakta yang ada mengusulkan agar pendapat masyarakat adat ini ikut dipertimbangkan. Maka tentu saja terjadilah “jalan Buntu”.
Kalau kedua belah pihak, sama-sama berpegang pada “kepentingannya” masing-masing, maka sampai kapanpun akan sulit mencarikan solusi yang bisa diterima kedua belah pihak. Karena itu harus ada pendekatan baru, mencari “win-win solution” dengan catatan warga setempat tidak dirugikan tetapi sebaliknya di untungkan. Kalau hal seperti itu bisa diterima, maka batas itu bisa dicarikan posisinya yang bisa diterima para pihak.

Tidak ada komentar: