Senin, 19 Agustus 2013

Pesan Damai dari Aplal untuk Indonesia dan Timor Leste | WilayahPerbatasan.com

Pesan Damai dari Aplal untuk Indonesia dan Timor Leste | WilayahPerbatasan.com

Oleh: Frans Sarong
Membebaskan perkampungan dari keterisolasian sekaligus mendorong peningkatan kesejahteraan warga sekitarnya merupakan agenda standar kegiatan Tentara Manunggal Membangun Desa. Namun, TMMD yang dipusatkan di Aplal ternyata berperan plus karena mereka sekaligus juga mengembuskan pesan perdamaian untuk Indonesia dan Timor Leste!
Aplal merupakan perkampungan terpencil di Desa Tasinifu, Kecamatan Mutis, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Perkampungan itu tumbuh di sekitar tapal batas NTT-Oekusi, wilayah enklave Timor Leste. Posisinya sekitar 70 kilometer sebelah barat Kefamenanu, kota Kabupaten TTU. Dari Kota Kupang jaraknya sekitar 250 km melalui jalan melengkung, yakni ke arah timur menuju Kefamenanu, lalu menyusur tepi utara TTU ke arah barat hingga Aplal. Lintasan terakhir ini merupakan bagian dari tapal batas TTU-Oekusi yang pamjang totalnya mencapai 114,9 km.
Pada Senin (3/6) sejak menjelang petang, Aplal tiba-tiba berubah riuh. Ribuan warga, sebagian berpakaian adat, memadati lapangan di tepi kampung. Menariknya, sekitar 450 orang di antaranya adalah perwakilan warga asal sejumlah desa di sekitar tapal batas wilayah Oekusi, seperti Desa Mahata, Malelat, Lela Ufe, dan Banafi. Mereka menghadiri penutupan kegiatan TMMD di Aplal bersama warga setempat, yang umumnya berindukkan leluhur, suku, budaya, dan bahasa yang sama.
Dengan menumpang lima truk, kedatangan warga Oekusi ke Aplal diterima secara adat sejak di pintu perbatasan, juga setiba di tepi lapangan. Kibaran Merah Putih berdampingan dengan bendera kebangsaan Timor Leste di ujung depan massa adalah simbol kebersamaan semangat saling menghargai sekaligus menjadi peneguh rasa kekerabatan mereka.
Setelah acara makan bersama menjelang malam, mereka membaur seraya melepaskan rasa kangen. Bahkan, hingga larut malam mereka membaur dalam tarian bonet, tarian kegembiraan khas masyarakat sekitar tapal batas setempat. Tidak hanya itu. Melalui kebersamaan tersebut mereka mengumandangkan pesan perdamaian untuk dua negara bertetangga. Itu ditegaskan melalui spanduk khusus di tepi barat lapangan. Lengkap dengan logo bendera kebangsaan kedua negara, melalui spanduk itu tertulis jelas, ”Dari Tengah Pulau Timor Bagian Utara, Kami Pancarkan Perdamaian untuk Indonesia dan Timor Leste!”
”Kami warga sekitar tapal batas Aplal, sejauh ini rukun-rukun saja, saling berkunjung terkait urusan adat atau urusan keluarga lainnya. Mudah-mudahan kerukunan kami menjadi contoh bagi warga sekitar tapal batas di titik lainnya,” tutur Alexio Tefa, Komandan Perbatasan Pos Timor Leste di Mahata, saat penutupan TMMD di Aplal.

Dua misi utama

Secara nasional, TNI tahun ini menggelar TMMD ke-90, serempak di 61 kabupaten/kota, termasuk TTU. Khusus di TTU, kegiatan yang hanya didukung dana Rp 500 juta berhasil membuka jalan rintisan awal sepanjang 8 km dilengkapi 13 deker. Lainnya, membangun dua pusat pelayanan kesehatan terpadu dan merenovasi satu rumah ibadah.
Dandim TTU Letkol Eusebio Hornai Rebelo mengakui, kegiatan TMMD di wilayahnya itu mengusung dua misi utama. Pertama, mengatasi keterisolasian Aplal sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar tapal batas yang merupakan beranda depan NKRI. ”Misi mulia lainnya adalah mempererat kekerabatan warga dari kedua negara di sekitar tapal batas. Kebetulan mereka umumnya dari rumpun keluarga yang sama,” kata Rebelo yang adalah putra kelahiran Oekusi, Timor Leste.
Khusus jalan rintisan awal sepanjang 8 km, antara lain menghubungkan Aplal dengan persawahan Seko. Didukung areal potensial seluas lebih kurang 600 hektar, dan baru sekitar 325 hektar yang sudah diolah. Lokasi hamparan nyaris menyentuh tapal batas dengan wilayah negara tetangga. Sejauh ini tidak sedikit gabah yang dihasilkan dari persawahan itu ”lolos” ke Oekusi karena jaraknya lebih dekat daripada harus diangkut ke Aplal melalui jalan setapak sejauh 8 km.
”Setelah jaringan jalan Aplal-Seko dibuka sangat diharapkan persawahan bisa diolah lebih maksimal. Kami akan terus mendorong dan membantu agar para petani menggunakan benih unggul dan pemupukan secara teratur. Berbagai kegiatan itu merupakan bagian dari upaya TNI meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar tapal batas ini,” ujar Rebelo.
Konon, seiring pembukaan jalan rintisan awal Aplal-Seko atau hingga menyentuh tapal batas ternyata hal yang sama juga dilakukan warga Oekusi. Mereka juga membuka jalan baru hingga tapal batas ke arah Aplal. ”Kalau jaringan jalannya sudah memadai, kami bisa lebih sering saling berkunjung,” tutur Kepala Desa Lela Ufe (Oekusi) Jose Polo yang juga hadir saat penutupan TMMD di Aplal.
”Dengan jaringan jalan baru itu, selain memudahkan kami saling berkunjung, juga akan sangat membantu para petani mengangkut hasil padi dari sawah di Seko ke Aplal dengan truk atau pikap,” kata Frederikus Olin (68), tokoh masyarakat Tasinifu di Aplal. Seperti di daerah lainnya, TMMD Aplal telah membuahkan hasil konkret. Suasana penutupan—juga saat pembukaan sebulan sebelumnya— kondusif dan unik karena dihadiri sesamanya dari Timor Leste. Yang kini ditunggu kelanjutannya adalah perhatian Jakarta untuk segera membenahi jaringan jalan negara sekitar tapal batas sebagai beranda depan NKRI.
”Sudah sejak lama kami mengusulkan perbaikan jaringan jalan sekitar tapal batas ini. Nyatanya, hingga jenggot saya berubah warna jadi putih semuanya Aplal dan sekitarnya tetap terisolasi karena jaringan jalannya tetap buruk,” kata Frederikus Olin. Pemisahan Timor Leste dari NKRI meninggalkan tapal batas sepanjang 280 km. Hingga kini, sebagian besar jaringan jalannya masih berupa jalan tanah berbatu dan berlubang-lubang sehingga hanya bisa dilalui kendaraan bergardan ganda. Itu semua adalah potret beranda depan NKRI yang terabaikan!( Kompas 17 Juli 2013)

Senin, 12 Agustus 2013

Penuntasan Kemiskinan di Perbatasan, Masih Bingung Dari Mana Mulainya? | WilayahPerbatasan.com

Penuntasan Kemiskinan di Perbatasan, Masih Bingung Dari Mana Mulainya? | WilayahPerbatasan.com

Untuk melihat sosok desa di perbatasan bisa kita ambilkan Desa Labang, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan yang merupakan    salah satu kawasan perbatasan perbatasan RI-Malaysia di wilayah Provinsi Kalimantan Utara.  Keterbatasan infrastruktur jalan, transportasi dan komunikasi menjadikan daerah ini terisolir dan biaya tinggi untuk bisa berkunjung ke daerah tersebut.


Kecamatan Lumbis Ogong terdiri dari 49 desa yaitu Desa Batung, Bokok, Bulu Laun Hilir, Bulu Laun Hulu, Bulu Mengelom, Duyan, Jukup, Kabungalor, Kalam Buku, Kalisun, Kuyo, Labang, Labuk, Lagas, Langgason, Lepaga, Limpakon, Linsayung, Long Bulu, Mamasin, Nan Sapan, Nantukidan, Ngawol, Paluan, Panas, Payang, Salan, Samunti, Sanal, Sedalit, Semata, Sibalu, Sinampala I, Sinampala II, Sumantipal, Sumentobol, Sungoi, Suyadon, Tadungus, Tambalang Hilir, Tambalang Hulu, Tantalujuk, Tantu Libing, Tau Lumbis, Tetagas, Tukulon, Tumatalas, Ubel Alung dan Desa Ubel Sulek.
Seluruh desa tersebut tidak mempunyai akses jalan darat  termasuk dari ibu kota kecamatan  sampai dengan desa desanya khususnya Desa Labang dan Desa Sumantipal. ( Termasuk salah satu OBP outstanding Boundary Problem RI-Malaysia). Saat ini, masyarakat Lumbis Ogong dapat memanfaatkan sarana komunikasi seiring dengan selesainya pembangunan 1 (satu) BTS (base transceiver station) di Desa Samunti, sehingga desa-desa disekitar Desa Binter yang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Lumbis Ogong dapat menikmati telepon celuler untuk berhubungan dengan sanak saudara di luar daerah.  Kalau saja pemerintah bisa menambah 3 BTS lagi di  Desa Labang, Desa Panas dan Desa Simantipal. Maka wilayah ini akan bisa berkomunikasi dengan saudaranya di nusantara.
Selama ini banyak program-program pemerintah yang diberikan di wilayah perbatasan menjadi terbengkelali dan rusak, karena memang melalui jalur birokrasi panjang. Misalnya bantuan peralatan akses komunikasi dari Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo, bayangkan dari Jakarta), maupun solar cell dalam beberapa bulan telah rusak karena pemberian bantuan ini sipatnya adhoc serta tidak dibarengi pelatihan kepada warga sekitar untuk perbaikan ataupun penggantian alat sparepart-nya. Mereka datang pasang bagikan dan pergi. Begitu juga program-program Kementerian/Lembaga lainnya. Mereka datang-pasang dan pergi-soal apakah itu bermakna atau tidak sepertinya bukan lagi urusan mereka. Yang penting sudah sesuai dengan kontrak mereka di pusat sana soal apakah nantinya akan bermakna atau tidak bagi masyarakat setempat itu sudah persoalan lain.

Dukungan Anggaran Besar

Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 7,8 triliun untuk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) yang juga menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi berharap, anggaran dalam Rencana Aksi Pengelolaan Perbatasan Negara (RAPPN) itu bisa digunakan secara optimal untuk penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan keterisolasian, pelayanan dasar masyarakat, serta penyediaan peralatan dan teknologi pengembangan ekonomi lokal.
“Jadi, totalnya ada sekitar Rp 7,8 triliun dana untuk mengelola wilayah negara dan kawasan perbatasan itu harus bisa dimaksimalkan untuk membangun wilayah perbatasan kita,” kata Mendagri dalam sambutan pada Rapat Kerja ke-5 BPPP, Kamis (18/7). Dia menjabarkan, anggaran pengelolaan tersebut terdiri dari anggaran yang disalurkan ke 24 kementerian dan lembaga sebesar Rp 7,3 triliun, dan sisanya, disalurkan dari anggaran Kemendagri, yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 458,1 miliar dan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sebesar Rp 70,5 miliar.
Anggaran 2013 untuk perbatasan, lanjut Gamawan, meningkat sebesar 85 persen dibanding 2012 anggaran pengelolaan perbatasan hanya Rp 3,9 triliun. Dengan dana sebesar itu diharapkan angka kemiskinan penduduk di perbatasan dapat menurun mencapai target yang telah dipatok pemerintah, yaitu 14,20 persen pada tahun 2014. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah perbatasan diharapkan dapat meningkat signifikan menjadi 7,10 persen.
Secara lebih rinci Pagu Anggaran Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Tahun Anggaran 2013 Sebesar Rp. 274.124.430.000,- Dengan Rincian Program Sebagai Berikut:
1) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNPP, telah dilakukan realokasi anggaran berupa pengurangan jumlah alokasi dari yang semula RP. 139.124.430.000,- menjadi Rp. 112.795.691.000,-. Kegiatan utama dalam cakupan Program ini adalah:
a)      Pelaksanaan dukungan perencanaan, kerjasama, dan hukum, dengan anggaran sebesar Rp. 78.572.626.000,-
  • Dukungan perencanaan program dan kegiatan tahunan;
  • Dukungan penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;
  • Dukungan pelaksanaan Rapat Koordinasi Anggota BNPP;
  • Dukungan untuk implementasi kerjasama Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; dan
  • Dukungan pelaksanaan Penyusunan Regulasi, antara lain, berupa penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, Penyusunan Standar Operasional Prosedur, dan Pelaksanaan Legal Drafting.
b)     Penyelenggaraan administrasi keuangan, ketatausahaan dan operasional perkantoran, dengan anggaran sebesar Rp. 34.223.065.000,- yang akan digunakan untuk pembayaran gaji aparatur, pelayanan ketatausahaan, kepegawaian, dukungan kerumahtanggaan, dan operasional perkantoran.
c)     Pelaksanaan kegiatan di daerah melalui mekanisme Dekonsentrasi, dengan anggaran sebesar Rp. 12.500.000.000,- dengan rincian kegiatan berupa:
  • Penyusunan kebijakan program dan rencana kebutuhan anggaran daerah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan;
  • Koordinasi pelaksanaan program pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan; serta
  • Evaluasi dan pengawasan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.
d) Pelaksanaan kegiatan yang diusulkan melalui mekanisme New Inisiative,dengan anggaran sebesar Rp. 25.000.000.000,- yang akan digunakan untuk kegiatan Penyusunan Rencana IndukPengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan berbasis Lokasi Prioritaspada 111 (seratus sebelas) Kecamatan Lokasi Prioritas.
2) Program Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, terdapat penambahan alokasi dari yang semula Rp. 135.000.000.000,- menjadi Rp.161.328.739.000,- Kegiatan-kegiatan utama dalam cakupan Program ini adalah:
a) Pengelolaan Batas Wilayah Darat sebesar Rp. 17.250.000.000,-
b) Pengelolaan Batas Wilayah Laut dan Udara sebesar Rp.    13.800.000.000,-
c) Pengelolaan Lintas Batas Negara sebesar Rp29.440.000.000,-
d) Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Darat sebesar Rp. 17.250.000.000,-
e) Penataan Ruang Kawasan Perbatasan sebesar Rp. 11.270.000.000,-
f) Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Laut sebesar Rp. 15.000.000.000,-
g) Pengelolaan Infrastruktur Fisik Kawasan Perbatasan sebesar Rp. 28.290.000.000,-
h) Pengelolaan Infrastruktur Ekonomi dan Kesra Kawasan Perbatasan sebesar Rp. 14.850.000.000,-
i) Pengelolaan Infrastruktur Pemerintahan Kawasan Perbatasan sebesar Rp. 14.178.739.000,-

Lima Agenda Utama Pengelolan Perbatasan Tahun 2013

Pemerintah mempersiapkan lima agenda utama pengelolan perbatasan Negara yang dicapai selama 2013 guna meningkatkan pembangunan kawasan perbatasan di Tanah Air, kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi di Jakarta. “Kelima agenda utama itu digunakan untuk mengendalikan kawasan perbatasan, yang sebagian besar anggarannya digunakan untuk menstimulasi daya ungkit pembangunan melalui dekonsentrasi dan tugas pembantuan,” kata Mendagri dalam Rapat Kerja V Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) di Hotel Borobudur, Jakarta Kamis 18 juli 2013.
Kelima agenda utama tersebut adalah terkait dengan penetapan dan penegasan batas wilayah Negara peningkatan pertahanan, keamanan dan penegakan hukum, pengembangan ekonomi kawasan, peningkatan pelayanan sosial dasa dan penguatan kelembagaan.

Pembangunan Infrastruktur di Daerah Perbatasan Negara

Pemerintah akan memprioritaskan 11 kecamatan yang berada di perbatasan terluar wilayah Indonesia guna menggejot rasio elektrifikasi di tempat itu. Ketua Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Gamawan Fauzi mengatakan, tahun ini pemerintah akan menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk wilayah perbatasan dengan total kapasitas sebesar 2.900 kilowatt (KW), atau sebanyak 58 unit yang tersebar di 10 provinsi, “Kesepuluh provinsi seperti di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara dan Maluku,” ujar Gamawan di Jakarta saat kerja BNPP.
Gamawan yang juga mejabati Menteri Dalam Negeri mengatakan, dana untuk pembangunan PLTS tersebut berasal dari beberapa Kementerian, termasuk salah satunya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).Sedangkan untuk infrastruktur kesejahteraan masyarakat seperti air bersih, pendidikan dan kesehatan, menurut Gumawan akan dibangun secara bergantian. “Untuk infrastruktur lainnya akan menyusul,” katanya.

Yang Ingin Kita Katakan

Pemerintah (BNPP) memang sudah membuat GRAND DESIGN pembangunan di wilayah/kawasan perbatasan, yang pada ujungnya kita kenal menghasilkan Lokasi-lokasi prioritas yang akan dibangun. Tetapi bagaimana jabaran dari pembangunannya di Lokasi prioritas ini? Sama sekali hanya mengandalkan pada kemauan Pemda setempat. Padahal kita tahu wilayah perbatasan ini membutuhkan pembukaan keterisolasian yang mampu mengaitkannya dengan pola pembangunan nasional dan Asean; sayangnya Grand Design itu tidak tersinergikan dengan Enam Koridor Pembangunan Ekonomi Nasional- tidak terkoneksikan dengan Konektivitas Asean.
Ketua BNPP Gamawan menjelaskan, dalam perencanaan tahunannya BNPP selalu melibatkan pemerintah pusat, kementerian, lembaga nonkementerian, provinsi dan kabupaten atau kota. “Sudah ditentukan lokasi prioritasnya yang diminta sekarang adalah grand desain pembangunan di lokasi prioritasnya itu. Jadi apa saja yang dibutuhkan pada lokasi prioritas itu,” tutur beliau saat Raker di Hotel Borobudur Jakarta. Beliau juga menegaskan kementeriannya telah menargetkan tahun 2014, ada 111 kecamatan yang diprioritaskan dalam pemenuhan kebutuhan mendasar bagi masyarakat wilayah perbatasan.

Jumat, 09 Agustus 2013

Tantangan Jenderal Moeldoko, Meneruskan Reformasi TNI | WilayahPertahanan.Com

Tantangan Jenderal Moeldoko, Meneruskan Reformasi TNI | WilayahPertahanan.Com



Oleh: Iwan Santosa dan M Hernowo[1]
Komitmen reformasi TNI, peningkatan disiplin dan netralitas dalam Pemilu 2014 menjadi tantangan bagi calon Panglima TNI Jenderal (TNI) Moeldoko. DPR akan menagih komitmen Moeldoko soal reformasi TNI yang berjalan lamban.  Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerahkan satu nama sebagai calon panglima TNI menggantikan Laksamana Agus Suhartono. Calon tunggal itu adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Moeldoko. Dalam Uji Kelayakan dan Kepatutan di DPR kelak, Moeldoko akan dimintai pandangan dan penyikapan seputar penuntasan reformasi di dalam tubuh TNI.
”Kami sudah tentu akan menggali sejauh mana komitmen Moeldoko dalam menyelesaikan pekerjaan rumah reformasi internal TNI,” kata anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi, di Jakarta, Rabu (31/7). Jenderal Moeldoko dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggantikan Jenderal Pramono Edhie Wibowo yang pensiun sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Moeldoko dilantik pada tanggal 22 Mei 2013.
Sebelum menjadi KSAD, lulusan terbaik (adhi makayasa) Akmil 1981 ini pernah menjabat posisi Wakil KSAD. Ia juga sempat menjadi Kasdam Jaya (2008), Pangdivif 1/Kostrad (2010), Pangdam XII/Tanjungpura (2010), Pangdam III/Siliwangi (2010), dan Wakil Gubernur Lemhannas (2011). Moeldoko akan menggantikan Laksamana Agus Suhartono yang pensiun pada 25 Agustus 2013.
Dalam catatan Helmy Fauzi, saat menjadi Pangdam III/Siliwangi, pria kelahiran 8 Juli 1957 itu pernah menjadi buah bibir ketika melancarkan ’Operasi Sajadah’ pada tahun 2011. Operasi ini disebut-sebut bersinggungan dengan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat.
Menurut Helmy, tugas panglima TNI mendatang sangat berat. Selain ada momentum Pemilu dan Pilpres 2014, masih ada beberapa agenda reformasi internal yang telantar. Mereka, antara lain, revisi Undang-Undang Peradilan Militer, ancaman nontradisional, serta transparansi dan efisiensi anggaran pertahanan. ”Sudah semestinya jika Moeldoko jadi panglima TNI, maka kekuatan teritorial di perkotaan digeser ke pengamanan perbatasan serta pulau terluar lebih diutamakan,” kata Helmy.
Direktur Program Imparsial Al Araf secara terpisah menegaskan, panglima TNI yang baru harus menghindarkan dirinya dari kepentingan politik sesaat rezim untuk pemenangan Pemilu 2014. ”Panglima TNI baru tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan rezim demi kepentingan pemilu. Meski panglima TNI diangkat oleh presiden, netralitas dalam politik menjadi keharusan,” kata Al Araf.
Panglima TNI yang baru tidak boleh resisten terhadap agenda reformasi TNI. Dalam konteks itu, DPR harus memastikan bahwa panglima TNI yang baru memiliki komitmen untuk patuh terhadap otoritas politik dalam mendorong reformasi TNI. Khususnya, lanjut Al Araf, reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial (koter), transparansi dan akuntabilitas pembelian pengelolaan persenjataan, dan lain-lain.
Yang terpenting, ujar Al Araf, panglima TNI baru harus responsif atas kritik dan masukan dari masyarakat. ”Panglima TNI yang baru tidak boleh resisten dan antipati terhadap kritik rakyat. Sebisa mungkin panglima TNI yang baru membuka ruang komunikasi yang baik dengan berbagai kalangan untuk menerima masukan dalam rangka mewujudkan tentara yang profesional,” ujar Al Araf, menandaskan.

Politik praktis

Direktur Research Institute for Democracy and Peace (Ridep) Anton Ali Abbas yang ditemui terpisah menambahkan, sejumlah catatan atas kinerja Moeldoko yakni agar tidak lagi melakukan kebijakan seperti Operasi Sajadah yang kontroversial tahun 2011 lalu. Lebih baik Muldoko fokus bekerja untuk meningkatkan profesionalisme sesuai dengan UU TNI.
”Moeldoko harus menjauhkan diri dari kegiatan yang dekat dengan ’politik praktis’. Pertemuan dengan elite politik seperti pada awal Juli lalu tidaklah baik bagi reformasi TNI secara keseluruhan. Itu hanya akan menimbulkan pesan bahwa TNI ingin kembali berpolitik. Selain itu, ke depan, publik sangat menaruh harapan TNI secara institusi tidak lagi melindungi prajurit yang melawan hukum dan melakukan tindakan kriminal,” kata Anton Ali Abbas.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Laksamana Muda (TNI) Iskandar Sitompul, yang sedang dalam kunjungan kerja di Bangkok, Thailand, menegaskan, siapa pun panglima TNI yang baru, agenda reformasi TNI dan netralitas dalam Pemilu 2014 akan tetap dijaga. ”TNI terus menjalankan agenda reformasi dan tidak berpolitik praktis,” kata Sitompul.
Sementara itu, Helmy Fauzi, anggota DPR dari Fraksi PDI-P ini, menambahkan, dalam fit and proper test di Komisi I pada Agustus mendatang, Moeldoko juga akan ditanyai seputar pemenuhan Minimum Essential Forces 2014. ”Apalagi saat ini disinyalir masih banyak praktik off budget dalam operasi dan kebutuhan personel. Sudah saatnya panglima TNI yang baru nanti menghapus semua pembiayaan off budget demi menjaga profesionalitas militer, dan kami akan menagih janji ini,” ucap dia.
Terkait tahun politik, Helmy mengaku akan menanyakan komitmen Moeldoko terhadap politik praktis. Apalagi, pada 8 Juli silam, Moeldoko sempat mengumpulkan elite untuk membahas sejumlah isu. ”Dalam kacamata reformasi TNI, pertemuan dengan elite politik itu tidak memberi persepsi positif dan bisa disalahgunakan. Pasalnya, 2014 sudah sebentar lagi, maka komitmen menjaga netralitas menjadi penting,” tutur Helmy.
Pada pertemuan 8 Juli, Moeldoko mengundang sejumlah tokoh nasional untuk berbicara soal isu kebangsaan. Mereka antara lain politisi PAN Amien Rais, mantan Menpora Adhyaksa Dault, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua MUI Maruf Amin, dan pengusaha Setiawan Djodi. Acara tersebut bertajuk ”Silaturahmi KSAD dengan Para Tokoh Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa”.