Senin, 11 September 2017

Perlu Dukungan Untuk DOB di Wilayah Perbatasan




Oleh harmen Batubara

Dalam garis besarnya Pemba ngunan dari Perbatasan Nawacita secara konsep dan fakta kini sudah terlihat dan terbaca secara lebih jelas. Kalau boleh kita katakana Pemerintahan Jokowi-JK  secara tidak langsung juga telah menerapkan Konsep OBOR ( One Belt One Road) nya China di wilayah Nusantara. Hanya saja kalau OBOR meliputi 60 negara disepanjang jalur Sutra Eurasia, maka Nawa Cita meliputi 34 provinsi dan di 500an lebih kabupaten/Kota. Intinya sama, bagaimana membuka isolasi untuk menggerakkan produk di sepanjang jalur sutra dari China ke eropa lewat Eurasia. Nawa Cita juga memberikan peluang menggerakkan produk negara kepulauan dari Timur ke Barat beserta 10 negara tetangga dan sebaliknya dari barat ke timur sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan warga.
Pemerintah sudah selesai membangun simbol simbol kedaulatan Negara berupa pembagunan kembali 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di perbatasan. Adapun ke 7 PLBN itu meliputi PLBN Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian di Kalimantan Barat ada Aruk, Nanga Badau dan Entikong, dan di Papua ada di Skouw. Sebenarnya ke 7 PLBN tersebut sebelumnya sudah ada namun dianggap tidak layak sehingga diratakan dan kemudian dibangun baru. Selain 7 PLBN  tersebut, ada tambahan 2 PLBN lagi yang akan diperbaiki yaitu PLBN Oupoli dan Waris yang masih dalam tahap Pra Design. Konsepnya sudah jelas, membangun Infrastruktur di perbatasan dimulai dari sekitar PLBN, jalan raya, tol laut dan tol udara serta infrastruktur yang bisa mempercepat pengembangan Kawasan Perbatasan, seperti pasar, perumahan, dll.
Jelasnya demikian : Untuk setiap pembangunan PLBN pada tahap pertama yang dibangun adalah bangunan utama, pos lintas kendaraan pemeriksaan, bangunan pemeriksaan kargo, bangunan utilitas (rumah pompa & power house), monumen, gerbang kedatangan dan keberangkatan, sarana jalan pendukung, lansekap dan jalur pedestrian yang selanjutnya disebut dengan zona inti. Kemudian akan dibangun di zona sub inti dan zona pendukung yaitu area parkir, bangunan kantor PLBN, mess pegawai, klinik, pasar tematik, food court dan rest area, wisma Indonesia dan Masjid.
DOB Di Sepanjang Perbatasan & DOB Kabudaya
Pemerintah mungkin bisa  mewujutkan pembangunan fisik dari segi infrastruktur, tetapi untuk secara langsung menggerakkan perekonomian rakyatnya hanya bisa dilakukan oleh Pemda setempat. Dari pengalaman di berbagai negara dan juga di Indonesia terbukti pembentukan Daerah Otonomi Baru di wilayah tertinggal dapat mengatasi ketimpangan itu dengan baik selama pemerintahannya dijalankan secara jujur,  demokratis,  profisional dan jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Secara nyata Nawa Cita telah membuka isolasi di perbatasan. Pemerintah telah membuka jalan told an jalan paralel perbatasan; pemerintah juga telah membuka jalan Tol laut, dan jalan Tol udara yang saling sinergi dalam mendorong pergerakan logistik atau produk darimana saja bisa menjangkau seluruh negeri dengan harga yang lebih murah.
Kini saatnya pemerintah untuk memberikan DOB untuk wilayah perbatasan, wilayah yang selama ini tidak terjangkau pelayanan pemerintah, maka kini sudah semestinya memberikan izin bagi tumbuhnya DOB baru. Salah satu wilayah perbatasan yang memerlukan perhatian khusus itu adalah wilayah perbatasan dengan negara Malaysia, negara dengan pendapatan perkapita yang jauh lebih baik dari Indonesia. Lebih khusus lagi wilayah yang selama ini sangat terisolasi, yakni wilayah di sepanjang provinsi perbatasan Kalimantan Utara. Di wilayah ini ada empat wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) mulai dari DOB Kabudaya, DOB Sebatik, DOB Apau Kayan dan DOB Krayan.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Kaltim dan Kaltara yakni Hetifah Sjaifudian, sejak dahulu sudah akrab dengan dengan kondisi kemiskinan di wilayah DOB Kabudaya. Hetifah mengatakan kondisi wilayah Kabudaya di 6 Kecamatan sungguh miris dengan keterbatasan dan kemampuan disegala sector. “Kalau saya optimis 4 DOB ini bisa terbentuk, karena saya sendiri sudah melihat daerah-daerah ini memang harusnya dimekarkan, saya akan menggunakan channel saya dan ini data serta fakta dilapangan sungguh miris, saya juga sudah berkordinasi dengan Ibu Bupati Laura untuk mengajak beliau untuk roadshow dan siap memfasilitasi kita ketemu Menteri-menteri seperti Menteri Pendidikan, dan lain-lain yang penting solusi apa bisa kita upayakan kepada masyarakat. Harus juga diketahui bahwa perjalanan aspirasi dan politik ini bisa cepat dan bisa juga lemah, kita pada dasarnya tetap berusaha maksimal,” seperti yang dituturkannya kepada Newstara.com Jumat sore, (05/08/2016) di Tarakan.
Terkait garis perbatasan maka DOB Kabudaya mempunyai nilai tersendiri. Secara fakta saat ini wilayah muara Sungai Sumantipal, masuk Kecamatan Lumbis Ogong – Kabupaten Nunukan  Provinsi Kalimantan Utara. Di area yang di klaim oleh Malaysia ini terdapat lima desa yang berada di sekitar muara Sungai Sumantipal yakni Desa Sumantipal, Desa Labang, Desa Ngawol, Desa Lagas dan Desa Bulu Laun Hilir. Lima desa ini berbatasan langsung dengan dengan Kampung Bantul, Sabah, Malaysia Timur, dan secara fakta juga memperlihatkan bahwa untuk urusan ekonomi masyarakat di desa-desa perbatasan itu pada umumnya sangat tergantung dengan suplai barang lewat jaringan perdagangan dari Malaysia. Hal lain yang menjadikan wilayah ini jadi biang masalah adalah soal banjir di musim penghujan. Wilayah muara sungai Simantipal ini membawa semua kucuran hujan dari pegunungan perbatasan dari wilayah Malaysia. Diharapkan dengan jadi DOB maka masalah banjir ini bisa di kelola lebih baik, sehingga banjir tidak selalu jadi petaka bagi warganya.
Saatnya Menghadirkan Ksejahteraan di Perbatasan
Kini sudah saatnya untuk menghadirkan kesejahteraan dan produk-produk Indonesia di perbatasan dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih murah. Bisakah itu? Secara logika bisa dan sangat bisa sekali. Pertama Indonesia tengah membangun Tol Laut (sudah jalan tapi belum optimal), seluruh perbatasan akan terjangkau tol laut; daerah yang tidak terjangkau tol laut akan dijangkau oleh tol Udara. Mari kita lihat contohnya. Untuk Sebatik dan Nunukan akan ada dua pelabuhan yang bakal disinggahi tol laut, yakni Pelabuhan SEI NYAMUK, Sebatik dan Pelabuhan TUNON TAKA Nunukan. Tol laut ini untuk wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) masuk dalam trayek delapan. Mulai dari Surabaya, Tanjung Selor, Tarakan, Nunukan dan Sebatik.
Nah untuk ke daerah pedalaman, minimal sebelum jalan paralel perbatasan bisa beroperasi maka akan dipakai Tol Udara. Saat ini tol udara masih fokus pada transfortasi BBM, tetapi kalau pemda dan Kemenhub bekerja sama, maka jelas akan bisa dikembangkan untuk jasa barang. Suatu peluang yang sangat potensil kalau Pemda bisa memanfaatkannya. Hal yang sama kini tengah di upayakan oleh Pemda Kalimantan Barat agar Pelabuhan Kijing di Mempawah bisa menjadi bagian Tol Laut. Kalau itu terjadi maka ia akan membuka jalan hingga ke Natuna dan sekitarnya.
Yang ingin kita katakana, pemerintah perlu merealisasikan DOB di wilayah perbatasan dengan harapan agar pembangunan Infrastruktur yang dilakukan lewat program Nawa Cita bisa diimbangi oleh Pemda setempat. Sebab jangan lupa, tanpa adanya roda kehidupan yang dinamis maka bukan mustahil suatu saat fasilitas dan sarana infrastruktur itu malah jadi muspro. Tidak memberi makna buat warganya. Fakta seperti itu terjadi, ketika pemerintah pada tahun akhir 80 an membuka jalan darat antara Merauke-Tanah Mera Papua. Tapi karena tidak adanya kehidupan dinatara dua kota tersebut, akhirnya jalan itu jadi “hutan kembali”. Ketika Tim Pemetaan Topografi menelusuri jalan itu pada tahun 1993 an, sebagian besar jalan raya itu sudah jadi hutan ilalang. Karena kalau mau lewat di jalan itu harus membawa semua keperluan sendiri-mulai bensin, ban cadangan dll. Karena kalau misalnya kemps ban atau kehabisan bensin anggak ada orang yang jual. Karena itu adanya DOB di perbatasan dipercaya akan membuat wilayah itu lebih hidup. ( Sumber : www.wilayahperbatasan.com)


Tidak ada komentar: