Mensejahterakan
Desa Pesisir : Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan
Sebagai
negara maritim[1]
dan kepulauan ter unik di dunia, Indonesia memiliki baragam potensi SDA
kelautan yang besar. Kekayaan SDA kelautan dapat didayagunakan untuk kemajuan
dan kesejahteraan bangsa melalui sedikitnya 11 sektor ekonomi, yakni: (1)
perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil
perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6)
pariwisata bahari, (7) kehutanan, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah
pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA
non-konvensional.
Potensi
produksi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia yang dapat dipanen mencapai 6,4
juta ton/tahun atau 8% dari potensi lestari ikan laut dunia. Pada 2009 tingkat
pemanfaatannya mencapai 4,8 juta ton (75%). Potensi produksi budidaya laut
diperkirakan mencapai 47 juta ton/tahun, dan budidaya perairan payau (tambak)
sekitar 5,5 juta ton/tahun. Sementara itu, pada 2009 total produksi budidaya
laut baru mencapai 2,5 juta ton (5,3%), dan total produksi budidaya tambak
sebesar 1,5 juta ton (27%). Artinya, potensi pengembangan usaha perikanan,
khususnya untuk budidaya laut dan tambak, masih terbuka lebar. Dari total produksi perikanan sebesar 9,75
juta ton, hanya sekitar 1,25 juta ton yang diekspor, dan sisanya (8,5 juta ton)
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Perlu dicatat, bahwa sekitar 65% kebutuhan protein hewani rakyat
Indonesia dipenuhi dari ikan, seafood, dan beragam produk perikanan (BPS,
2009). Dengan kata lain, kontribusi
sektor perikanan dan kelautan bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa, bukan
hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga berupa perbaikan gizi, kecerdasan dan
kesehatan rakyat.
Baca Juga : Melihat Profil Perbatasan Indonesia
Indonesia
juga memiliki potensi industri bioteknologi kelautan berbasis marine
BIODIVERSITY RESOURCE (sumberdaya keanekaragaman hayati laut) paling besar di
dunia berupa industri makanan dan minuman, farmasi (seperti Omega-3, squalence,
viagra, dan sun-chlorela), kosmetik, film, kertas, bioenergi, bioremediasi,
genetic engineering, dan beragam industri lainnya yang hingga kini hampir belum
tersentuh pembangunan. Potensi ekonomi perikanan dan bioteknologi kelautan
diperkirakan mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya atau setara dengan
besarnya APBN 2009.
Saat
ini sekitar 75% produksi minyak dan gas bumi berasal dari kawasan pesisir dan
lautan. Dari 60 cekungan yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat
di lepas pantai, 14 di pesisir, dan hanya 6 yang di daratan. Dari seluruh
cekungan tersebut diperkirakan potensinya sebesar 11,3 miliar barel minyak
bumi. Cadangan gas bumi diperkirakan sebesar 101,7 triliun kaki kubik. Survei geologi oleh Dept. ESDM (2009)
menemukan 68 cekungan baru yang mengandung potensi migas, 50 cekungan merupakan
yang benar-benar baru ditemukan, sedangkan 18 cekungan lainnya merupakan
perluasan dari cekungan yang telah teridentifikasi sebelumnya. Lokasi dari 68
cekungan baru itu tersebar di wilayah Sumatera, Selat Sunda, Kalimantan,
Maluku, dan Papua yang sebagian besar juga terdapat di wilayah pesisir dan
laut. Contohnya, Blok gas Masela di Laut
Timor, NTT memiliki potensi cadangan gas sebesar 10 TCF (trillion cubic feet)
yang merupakan cadangan gas terbesar kedua di Indonesia setelah blok gas
Tangguh di Papua dengan potensi cadangan gas sebesar 14,4 TCF.
Belum
lagi potensi ekonomi dari industri dan jasa maritim (seperti galangan kapal,
coastal and offshore engineering, pabrik peralatan dan mesin kapal, fibre
optics, dan teknologi komunikasi dan informasi), pulau-pulau kecil, dan SDA
non-konvensional yang sangat besar. SDA non-konvesional adalah SDA yang
terdapat di wilayah pesisir dan laut Indonesia, tetapi karena belum ada
tekonologinya atau secara ekonomi belum menguntungkan, sehingga belum bisa
dimanfaatkan. Contohnya adalah DEEP SEA
WATER INDUSTRIES, bioenergi dari algae laut, energi gelombang, energi pasang
surut, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), sumber-sumber mata air tawar di
dasar laut, energi listrik dari ion Na+ dan Cl- , energi nuklir, dan mineral
laut (Becker and Carlin, 2004).
Potensi
total nilai ekonomi kesebelas sektor kelautan Indonesia diperkirakan mencapai
US$ 800 miliar (Rp 7200 triliun) per tahun atau lebih dari tujuh kali APBN 2009.
Sedangkan, kesempatan kerja yang dapat dibangkitkan mencapai 30 juta orang. Ekonomi
kelautan bakal semakin strategis bagi Indonesia, seiring dengan pergesaran
pusat ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Dewasa ini, 70%
perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Sekitar 75% dari seluruh
barang dan komoditas yang diperdagangkan di dunia ditransportasikan melalui
laut Indonesia dengan nilai sekitar US$ 1.500 triliun per tahun (UNCTAD, 2008).
Besarnya
potensi laut pasti akan mengundang berbagai kepentingan untuk mengambil peran
dalam memanfaatkannya. Pengelolaan wilayah pesisir jadi penting karena harus
bisa melestarikan potensi yang ada serta di sisi lain dapat memanfaatkannya
untuk kepentingan bersama. Hal itu terlihat dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
dirumuskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pualu kecil adalah rangkaian
suatu proses mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan
pemerintah daerah, antara ekonomi darat, laut, serta antara ilmu pengetahuan
dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Baca Pula : Perselisihan Batas Antar Daerah
Pengelolaan
Wilayah Pesisir yang demikian kaya dengan berbagai potensi, mengingatkan kita
perlunya pemahaman yang menarik terkait pengembangan potensi bisnis dengan pola
SHARING PLATFORM, pola bisnis yang bisa menjangkau para peminatnya dengan cara
yang menjanjikan. Masih ingat Facebook? Facebook kini sudah menjadi perusahaan
media besar TANPA memproduksi konten apapun. Go-Jek dan UBER adalah perusahaan
transportasi besar TANPA memiliki kendaraan. AIRBNB adalah perusahaan
hospitality TANPA memiliki satu pun kamar hotel atau villa. Banyak yang
menyebut fenomena ini sebagai sharing economy. Hal ini dimungkinkan oleh
berbagai perusahaan tersebut rela bergabung karena memiliki business model
berbasis platform. Apa yang dimaksud dengan platform? Sebaiknya kita
sederhanakan saja. Secara sekilas, kita bisa melihat bahwa mereka tidak
memiliki aset yang merupakan kunci dari operasi yang dijalankan. Mereka bisa
bertahan dan berkembang pesat karena mereka menciptakan suatu wadah yang dapat
menghubungkan calon pengguna dan pemilik aset dalam bahasa yang sama, yakni
ingin bersama-sama menghasilkan uang. Wadah inilah yang disebut sebagai suatu
platform.
Tren
seperti inilah yang kita harapkan bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat,
Pemda, BUMN, BumDes dan Swasta dalam mengelola wilayah pesisir di Indonesia.
Mempertemukan para pengelola dengan Pemda sang pemilik asset untuk menghadirkan
berbagai produk serta layanan andalan yang berada di wilayah pesisir yang
kesemuanya itu bisa jadi lahan lapangan kerja bagi warga. Pemda bisa mengubah
perkembangan dunia bisnis, perdagangan, ekonomi, dan pada akhirnya akan membawa
kesejahteraan di tengah tengah kehidupan kita. Mari teruskan membaca potensi
wilayah pesisir.
Pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berasaskan pada: keberlanjutan,
konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peranserta
masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. Hal mana
dilakukan dengan cara mengintregasikan
kegiatan : antar pemerintah dan pemerintah daerah; antar pemerintah daerah; antar
sektor; antar pemerintah, dunia usaha, dan rakyat; antar ekosistem darat dan
ekosistem laut; dan antar ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajeme. Dengan
demikian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan lepas dari
kerusakan lingkungan yang makin parah. Perlindungan terhadap pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara implisit diatur dalam
Chapter 17 dari Agenda 21. Sedangkan mengenai pentingnya perlindungan
pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan di atur dalam
Bab XII UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea ) 1982. Tetapi
untuk mensejahterakan warga pesisir bukanlah sesuatu yang mudah dan hal itulah
yang akan anda temukan dalam membaca buku ini.
[1] https://dahuri.wordpress.com/2008/01/01/transformasi-kekayaan-laut-untuk-kemajuan-kemakmuran-dan-kedaulatan-bangsa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar