Rabu, 29 Juli 2009

Manajemen pengelolaan wilayah perbatasan

 

Oleh : Harmen Batubara 

 Permasalahan di wilayah perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar cukup komplek, dari kacamata Pertahanan urutan permasalahan yang memerlukan penyelesaian secara prioritas adalah sebagai berikut : Penyelesaian Masalah Tapal Batas atau Garis Perbatasan baik wilayah darat maupun Laut. Sebagaimana kita ketahui, masalah garis batas perbatasan, Indonesia mempunyai garis batas baik darat maupun laut dengan 10 negara tetangga, yakni India, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Filipina, Kepulauan Palau, Papaua Nugini, Australia dan Timor Leste. Karenanya diperlukan suatu perencanaan atau strategi penyelesaian garis batas secara nasional serta didukung komitmen nasional yang tergambar dalam hal dukungan pendanaannya. 
 Pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan dan pesisir harus dilakukan secara singkron, yakni dengan memadukan pembangunan antara pendekatan kesejahteraan dengan pengamanan, yang terintegrasi dengan pembangunan kekuatan pertahanan nasional, sesuai dengan gelar kekuatan TNI yang ada. Pada saat ini meski terdapat pos-pos batas yang diawaki oleh TNI, tetapi sebenarnya kalau terjadi sesuatu hal atau gangguan keamanan, tidak banyak yang bisa diharapkan; karena kemampuan komunikasi dan transportasi antar Pos sangat lemah; dari sekian banyak pos tersebut tidak ada sarana transportasi yang memungkinkan mereka saling membantu atau bisa dibantu, untuk mobilisasi bantuan diperlukan waktu minimal satu minggu. 
 Leading Sektor yang menjadi pimpinan dalam mencari upaya penyelesaian masalah perbatasan secara konprehensip sampai sekarang tidak jelas, akibatnya semua stake holder jalan sendiri-sendiri atau bekerja sama tetapi sasarannya tidak fokus. Sesuai dengan UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah NKRI, telah diamanatkan untuk mendirikan satu BNPP atau Badan Nasional Pengelola Perbatasan, diharapkan badan inilah nantinya yang akan jadi payung hukum bagi badan-badan perbatasan baik di Pusat maupun di daerah. Sekarang masih dalam pembentukan di Depdagri. . 

Dalam Analisis dari kacamata Pertahanan, konflik yang bakal muncul dan yang paling realistis adalah konflik karena ketidak jelasan garis batas ; misalnya seperti kasus Ambalat, Pulau Sebatik, (Malaysia) dan masalah reklamasi wilayah Singapura yang secara langsung punya imbas terhadap garis batas kedua Negara. Selama ini, sejak tahun 70 an, atau (± 35 tahun) penegasan garis batas telah tdilakukan secara aktif dengan negara-negara tetangga, tetapi pada kenyataannya masih banyak yang belum terselesaikan. 

Kendala utamanya adalah pada keterbatasan anggaran dari masing-masing negara, karena yang terjadi selama ini; kalau negara yang satu bisa dan dananya ada, tetapi kalau negara tetangganya kebetulan tidak punya anggaran, maka penegasan bataspun jadi terbengkalai. Jadi hal-hal seperti itulah yang terjadi dan itupulalah sebabnya, penegasan batas antar negara susah diselesaikan. Permasalahan masyarakat di wilayah perbatasan adalah karena kemiskinan, miskin dalam segalanya ya infrastruktur, sarana dan prasarana sehingga warga kita lebih memilih mengikuti arahan serta memanfaatkan sarana dan prasarana dari Negara tetanngga. Dari sisi pertahanan hal seperti ini sangat memprihatinkan, tetapi hal seperti ini masih terjadi, dan tidak ada gambaran apakah pemerintah mampu untuk membangun wilayah perbatasan.

Kamis, 23 Juli 2009

Indonesia di Mata Negara Tetangga


Oleh Harmen Batubara. 
 Kondisi dan Kinerja Pertahanan dan keamanan Indonesia diwarnai berbagai keterbatasan, yang berpengaruh terhadap wibawa dan integritas negara baik dalam lingkup internasional maupun regional. Permasalahan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar (PPKT) yang berbatasan dengan negara tetangga juga belum bisa tertangani secara proporsional, dan dapat dipastikan akan jadi suber bagi munculnya permasalahan perbatasan dengan negara tetangga dimasa yang akan datang. Beberapa fakta : Keputusan Mahkamah Internasional pada tanggal 17 Desember 2002 yang memenangkan Malaysia dalam pemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan dan Keputusan International Court of Justice / ICJ pada tanggal 23 Mei 2008 telah memanangkan Singapura atas Malaysia terhadap kasus sengketa kedaulatan atas Pedra Branca / Pulau Batu Puteh Middle Rocks dan South Ledge, telah mewarnai penyelesaian sengketa batas antar Negara di Asean. Munculnya sengketa perairan antara Indonesia dan Malaysia tentang Klaim blok Ambalat yang kaya akan sumber daya minyak dan menimbulkan ketegangan hububgan antar dua Negara,dan masih adanya Sepuluh Masalah OBP (outstanding Boundary Problems) antara RI-Malaysia di perbatasan darat Pulau Kalimanatan. 
 Kandasnya Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerja sama Pertahanan antara Indonesia-Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 ditambah Pemberian suaka politik Warga Negara Indonsia asal Papua oleh Pemerintah Australia, serta berbagai perlakuan pembatasan kebijakan ekonomi dari Negara tetangga terhadap Indonesia, misalnya kenaikan biaya masuk impor minyak kelapa sawit yang diterapkan India dari 75 % menjadi 90 %. Dll. Kemampuan Penanganan Keamanan Perbatasan. Kerjasama Pengamanan Daerah Perbatasan Antar Negara.... Dalam rangka Pengamanan dan Penegasan Batas dan menyelesaikan masalah-masalah perbatasan antar Negara dan Pulau-Pulau Kecil Terluar dengan Negara Tetangga, telah dilakukan berbagai kerjasama bilateral yang diwadahi dalam lembaga Joint Border Committee ( JBC ) antara RI-PNG, RI-RDTL(Timor Leste) dan General Border Committee ( GBC ) antara RI-Malaysia dengan kegiatan antara lain : Kerjasama pengamanan dan mempererat pertahanan antara kedua negara, seperti pertukaran informasi dalam bidang Intelijen, Latihan bersama, patroli perbatasan, dan menggelar Pos-pos pengamanan bersama. 
Demikian pula kerjasama dalam bidang sosial ekonomi, imigrasi serta kerjasama penyelesaian penegasan batas antar negara. Perundingan penegasan batas dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara dua negara, beberapa kegiatan perundingan yang menonjol belakangan ini meliputi tegas batas darat antara RI-Malaysia, RI-PNG dan RI-RDTL, demikian pula dalam batas maritim/laut dengan Singapura, Malaysia, Filipina, dan Kepulauan Palau. Pos-pos Pengamanan bersama atau atas persetujuan kedua negara telah di gelar disepanjang perbatasan, sebanyak 55 Pos (RI-Malaysia), 48 Pos (RI-RDTL), 14 Pos (RI-PNG) dan Pos-pos Sementara di Pulau-pulau Kecil Terluar. Memperkuat Kekuatan Pertahanan. Untuk mewujudkan sabuk keamanan di wilayah perbatasan diperlukan kekuatan-kekuatan pertahanan keamanan yang mampu melaksanakan : Deteksi dini berupa pos-pos keamanan dan keamanan swakarsa serta melalui sistem deteksi pemindaan lewat satelit, radar dll. Patroli keamanan darat,laut dan udara serta pengawasan lalu lintas manusia dan barang. Penindakan awal terhadap pelanggaran wilayah perbatasan. Pembinaan dan pemberdayaan wilayah teritorial. Pembinaan dan pemberdayaan Sosial Politik. Penataan Ruang Kawasan Pertahanan di Daerah Perbatasan, mencakup penataan ruang wilayah pertahanan yang bersifat (savety belt): Dinamis, dengan sasaran menyiapkan ruang gelar penindakan/ operasional militer dalam menghadapi ancaman nyata, dimana konsepnya berlaku variabel jangka pendek bisa antara 1 - 3 tahun dan dirubah berdasarkan konteks strategis; adapun penataanya meliputi : Kawasan Pertahanan Lapis Pertama adalah ruang wilayah pertahanan lautan dan udara yang terletak di luar ZEEI. Kawasan Pertahanan Lapis Kedua adalah ruang wilayah pertahanan lautan dan udara yang terletak di dalam ZEE dan Zona Tambahan. Kawasan Pertahanan Lapis Ketiga adalah ruang wilayah pertahanan daratan, lautan dan udara yang terletak mulai garis batas teritorial ke dalam. Penataan ruang wilayah pertahanan yang bersifat statis, dengan sasaran menyiapkan lokasi gelar kekuatan tetap (basis-basis militer, daerah-daerah latihan, dll) dan Savety Belt, sesuai hasil analisa ancaman dan penilaian medan, strategi serta doktrin operasi yang pembangunannya diprogramkan dalam pembangunan jangka panjang 15 – 20 tahun kedepan. 


 Pertahanan dan Kemanan di Pulau-pulau kecil terluar. Sebagai dasar pertimbangan pentingnya pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dalam menjaga keutuhan wilayah negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu dipandang perlu melakukan pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang terintegrasi, mencakup rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu guna memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber dayanya. Untuk mengamankan wilayah nasional termasuk pulau-pulau terluar Departemen Pertahanan telah menetapkan berbagai kebijakan yang meliputi ; Patroli Keamanan di Laut. Ini dilakukan untuk meningkatkan intensitas kehadiran KRI diseluruh perairan Indonesia, termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar. Pameran Bendera (Show of Flag), dengan memasang tugu/tapal batas, serta menempatkan TNI. Kegiatan ini diarahkan untuk mendekati masyarakat yang tinggal di Pulau-Pulau Kecil Terluar, dan untuk menggugah semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air. Operasi Bhakti TNI-AL. Operasi bhakti yang diberi nama Surya Bhaskara Jaya telah dilakukan sejak tahun 1980. Pada hakekatnya untuk menunjukkan kepedulian dan peran serta TNI khususnya TNI-AL dalam pembangunan daerah terpencil, khususnya Pulau-Pulau Kecil Terluar yang tidak terjangkau oleh transportasi darat dan udara. Operasi Pasar Berjalan (Mobile Market) TNI-AL. Dalam program ini kapal TNI-AL bergerak dari pulau ke pulau dengan membawa bantuan dan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat dan dapat diperoleh dengan harga murah serta melakukan barter dengan hasil maupun komoditas masarakat local.

Senin, 20 Juli 2009

Pengembangan Wilayah Perbatasan Di PPKT



Oleh : Harmen Batubara *) Indonesia mempunyai wilayah perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga yakni India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Kepulauan Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Meski Indonesia telah meratifikasi UNCLOS ’82 sejak tahun 1994, tetapi 70 % batas laut ZEE Indonesia belum diakui oleh tetangganya. ZEE yang belum disepakati berada di perbatasan dengan negara Timor Leste, Kepualauan Palau, Filipina, Vietnam, Thailand dan India. Disamping itu masih ada, dua batas Yurisdiksi maritim yang belum terselesaikan, yakni batas laut teritorial dan batas landas kontinen. Untuk Landas kontinen masih ada sekitar 30% lagi yang belum di sepakati; yaitu yang berbatasan dengan Filipina, Palau dan Timor Leste. Disamping itu Indonesia belum mencapai kesepakatan tentang batas laut teritorial dengan tiga negara tetangga, Singapura, Malaysia dan Timor Leste. Panjangnya sekitar 40 % dari seluruh batas yurisdiksi batas maritim Indonesia. Batas Teritorial dengan Malaysia yang belum terselesaikan ada di tiga wilayah yakni, di selat Malaka sepanjang 17 mil, Tanjung Datu, Kalimantan Barat 12 mil dan18 Mil di pulau Sebatik, Kalimantan Timur. . Keberadaan Pulau-pulau kecil terluar(PPKT), sesungguhnya berada di wilayah perbatasan laut tersebut, Dari jumlah 17.504 pulau NKRI, di antaranya terdapat sebanyak 92 pulau-pulau kecil terluar, 67 diantaranya berbatasan langsung dengan negara tetanngga; dari 67 pulau itu hanya 28 pulau yang berpenduduk sementara 39 lagi masih kosong. Dalam kenyataannya, dari 92 pulau-pulau terluar itu posisinya tidak berada pada jarak yang sama, tetapi dia lebih merupakan gugusan yang jarak antara gugusnya mencapai ribuan km. Misalnya, untuk gugusan di rangkaian Pulau Sabang terdapat tujuh pulau yakni, Pulau Rondo, Berhala, Salaut Besar, Salaut Kecil, Rusa, Raya, dan Simeulucut; kemudian gugusan di rangkaian pulau Batam sebanyak 19 pulau yakni, Pulau Sentut, Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Sebetul, Sekatung, Senua, Subi Kecil, Kepala, Iyu Kecil, Karimun Kecil, Nipa, Pelampong, Batu Berhanti, Nongsa. Ada pula di gugusan 17 pulau di rangkaian pulau Miangas yakni pulau Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawaikang, Miangas, Marampit, Intata, Kakarutan; kemudian ada gugusan 8 pulau di rangaian utara Jayapura yakni Liki, Bepondi, Bras, Fanildo, Miossu, Fani, Budd, Jiew; setelah itu ada pula di sebelah selatannya sebanyak 14 pulau di selatan Merauke, yakni Masela, Selaru, Batarkusu, Asutubun, Larat, Batu Goyang, Enu, Karang, Kultubai Selatan, Kultubai Utara, Panambulai, Karaweira, Ararkula, Laag, Kolepon dan kemudian ada gugusan 9 pulau di rangkaian utara Timor Leste yakni Dana (ada 2), Batek, Alor, Mangudu, Liran Wetar, Kisar, Leti, Meatimiarang. Keberadaan pulau-pulau kecil terluar dalam rangaian gugusan ini setidaknya bisa mengindikasikan bahwa pengembangannya, harus memanfaatkan kawasan di sekitarnya di samping potensi alamnya sendiri, dan sekaligus di sanalah persoalannya. Kondisi Perbatasan di sekitar PPKT... Secara umum dapat dikatakan kondisi wilayah perbatasan laut di sekitar PPKT masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah lainnya, yang pada umumnya punya ciri sebagai berikut ; pertama, Lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar pada umumnya terpencil, jauh dari pusat kegiatan ekonomi, sangat sulit dijangkau, demikian pula dengan kondisi alamnya ada yang sama sekali tidak berpenghuni dan tidak mempunyai sumber air tawar; kedua, minimnya sarana dan prasarana. Hal ini dapat dilihat mulai dari belum adanya apa-apa sama sekali, tidak ada sarana jalan, belum ada terminal, tidak punya pelabuhan, dermaga atau yeti serta sarana angkutan. Selain itu untuk yang sudah berpenghunipun, umumnya prasarana air terlebih lagi irigasi untuk menunjang kegiatan pertanian belum ada atau jauh dari memadai, demikian pula dengan jangkauan pelayanan lainnya seperti sarana listrik dan telekomunikasi; ketiga, akses menuju Pulau-Pulau Kecil Terluar sangat terbatas. Pada tahun 2006 Pelni membuka route baru yang meliputi tiga jalur; pertama, berbatasan dengan Filipina, Bitung-Siau- Sanghie- Lirung-Karatung-Miangas-Ternate-Bitung, dilayani KM Sangiang, berkapasitas 500 penumpang; jalur kedua, berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja route Tanjung Priok-Blinyu-Kijang-Letung-Tarempa-Natuna-Pulau Laut-Midai-Serasan-Pontianak- Surabaya- Sampit-,dilayani KM Bukit Raya dengan kapasistas 1000 penumpang; Rute ke tiga, berbatasan dengan Australia dan Timor Leste; Surabaya-Denpasar-Bima-Maumere-Kupang-Wetar-Tual-Saumlaki-Kalabahi-Kupang-Maumere-Bima-Denpasar-Surabaya; dilayani KM Tata Mailau, berkapasitas 1000 penumpang. Keempat, kesejahteraan masyarakat masih sangat rendah berada pada atau dibawah garis kemiskinan. Karena kondisi wilayahnya menyebabkan mereka belum dapat memanfaatkan peluang. Malah pada umumnya mereka lebih mengandalkan negara tetangga. Penduduk merasa lebih dekat dengan negara tetangga karena berjarak lebih dekat dengan negara tetangga, Penduduk banyak yang mencari nafkah di negara tetangga, karena lebih mudah mendapatkan pekerjaan, misalnya penduduk P. Miangas, ( Batas dgn Filipina). P. Sebatik (Batas dgn Malaysia). begitu juga dengan sarana dan prasarananya, sehingga kegiatan ekonominya lebih dipengaruhi oleh kegiatan yang terjadi di wilayah tetangga Kelima, Rendahnya kualitas SDM. Salah satu faktor yang menentukan kualitas SDM adalah tersedianya infrastruktur dasar seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan. Tetapi karena tidak tersedia maka tingkat pendidikan umumnya masih rendah, demikian pula halnya dengan kesehatan masyarakat. Untuk wilayah disekitar gugusan pulau sabang, perkembangannya bisa di padukan dengan pengembangan pelabuhan sabang menjadi pelabuhan internasional; artinya pengembangannya dikaitkan dengan potensi pulau yang bisa dikaitkan dengan pengembangan wilayah, bidang usahanya bisa di sektor perikanan, baik dalam hal pengembangan potensi budi daya perikanan atau sekaligus dengan industerinya. Untuk gugusan di sekitar Singapura, Batam dan Pulau Bintan bisa dipadukan dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di wilayah tersebut, bisa berupa pengelolaan resort atau wisata; hal yang sama bisa dilakukan untuk wilayah yang berbatasan dengan Filipina atau dapat juga dengan kombinasi dari keduanya. Akan tetapi satu hal, jangan mengikuti pengalaman eksploitasi ppkt seperti yang dilakukan oleh pebisnis Singapura di kawasan ppkt kepulauan Riau. Sebab yang terjadi di sana, adalah eksploitasi pasir laut, pasir darat dan pasir granit secara besar-besaran tetapi dilakukan dengan kesan cara tradisional. Eksploitasi ini telah mampu menambah wilayah negara Singapura seluas 220 km persegi; kalau harga tanah reklamasi itu katakan 10 juta permeter, maka singapura memperoleh assets tidak kurang dari nilai 2200 triliun rupiah; belum lagi berupa gedung-gedung dlsb; sementara ppkt berikut lingkungan lautnya hancur secara permanen. Pengembangan Wilayah Perbatasan Pada saat ini boleh dikatakan hampir semua Departemen ikut ambil bagian dalam penanganan masalah perbatasan. Untuk wilayah perbatasan laut, sudah ada Perpres nomor 78 tahun 2005 tentang Pembangunan Pulau-pulau Kecil Terluar. Dengan semangat perpres tersebut muncullah Departemen Kelautan Dan Perikanan, dalam menangani masalah-masalah infrastruktur, perumahan, dan mata pencaharian para nelayan; kemudian ada pula Depdiknas dalam hal pendidikan bagi masyarakat perbatasan, lalu ada pula Depdagri untuk menata infrastruktur di wilayah perbatasan, ada pula Dephan dan TNI yang menggarap masalah batas dan pengamanan wilayah batas dengan membangun pos-pos di perbatasan dan masih ada pula Deplu yang mengambil segmen pada perjanjian batas laut. Yang ingin kita katakan adalah, sulitnya menentukan prioritas, sebab semua hanya berperan sebagai peserta dan sayangnya tidak ada Departemen yang menjadi pelaku utamanya; sementara untuk membangunnya di semua lini, sama saja maknanya dengan hampir tidak berbuat apa-apa. Karena dana yang tersedia terlalu kecil untuk wilayah yang terlalu luas. Idealnya memang harus ada sebuah badan yang secara khusus menangani masalah wilayah perbatasan, tetapi sayangnya sampai saat ini semua stake holder percaya bahwa badan seperti itu memang merupakan suatu kebutuhan, tetapi tiba pada upaya pembentukannya ternyata masalahnya tidaklah sederhana; minimal badan seperti itu sudah pernah di usulkan oleh Depdagri, tetapi belum berhasil; juga pernah diajukan oleh Bappenas lalu oleh Menko bidang ekonomi, tetapi sampai sekarang belum juga berhasil. Bertolak dari kenyataan seperti itu, maka berbagai persoalan di wilayah perbatasan tetap tak mampu diangkat untuk menjadikan wilayah itu sebagai beranda depan NKRI. Keinginan untuk menjadikan wilayah perbatasan jadi branda depan bangsa sesungguhnya adalah semacam upaya agar penanganan maslah perbatasan bisa lebih di utamakan; karena selama ini wilayah itu hanya didekati dengan pendekatan kepentingan keamanan saja, jadi pada saat ini diharapkan agar didekati dengan pedekatan kesejahteraan; agar wilayah itu bisa menjadi wilayah perekonomian yang mampu mempererat semangat antar bangsa. Kalau hal ini dikaitkan dengan rencana penerbitan Piagam Asean, maka wilayah perbatasan sesungguhnya akan banyak menyumbangkan kesempatan kerjasama guna lebih memaknai hubungan antar warga diantara sesama negara Asean. Sekiranya Asean, mampu mendorong agar para anggotanya lebih terbuka dalam berbagai kerjasama, maka sesungguhnya banyak hal yang bisa dikerjakan secara bersama atau minimal banyak masalah yang akan dapat dipecahkan secara lebih bermakna. Hal mana makna kerjasama intra Asean menjadi lebih dirasakan seirama dengan kecenderungan masalah keamanan regional di lingkungan Asean yang ditandai dengan adanya berbagai konflik didalam negeri sebagian anggotanya yang menyangkut masalah separatisme, konflik komunal, klaim territorial, keamanan jalur laut dan jalur perdagangan laut sampai masalah keamanan non tradisional serta pengembangan wilayah perbatasan. Satu hal yang menjadikan wilayah perbatasan kita perlu segera dikembangkan adalah adanya kehawatiran akan dieksploitasi oleh negara tetangga, sebab sejarah memperlihatkan Malaysia berjuang dengan semua cara dan nyatanya berhasil memperoleh Pulau Sipadan dan Ligitan; kemudian Singapura yang ternyata telah mengeksploitasi pasir wilayah perbatasan kita di kepualauan Riau yang mampu memberikan mereka assets senilai lebih dari 2200 triliun rupiah lebih.

Rabu, 15 Juli 2009

Wilayah Perbatasan, Branda Depan yang Perlu Dikembangkan


Wilayah Perbatasan, Branda Depan yang Perlu Dikembangkan

Wilayah Perbatasan, Wilayah branda depan yang kurang terperhatikan Penuh Masalah. Beberapa permasalahan yang pasti mengemuka bila berbicara tentang wilayah perbatasan, pada dasarnya adalah sebagai berikut : Perbatasan Negara dilihat dari sisi idealnya, merupakan menifestasi kedaulatan wilayah Negara (sovereignty’s boundary) yang harus ditegakkan, diberi insfrastruktur yang pantas sehingga orang bisa melihat negeri tersebut sebagai sesuatu negera yang kuat dan patut untuk dihormati. Disamping itu juga sebagai wilayah “frontier” atau garda terdepan yang mempunyai peran penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan Sumber Kekayaan Alam (SKA) , penyelenggaraan pertahanan dan keamanan Negara, serta mempertahankan keutuhan wilayah. Oleh karenanya anggapan daerah perbatasan sebagai “Serambi Belakang” hendaknya diubah menjadi “Halaman Muka” suatu Negara. Dengan adanya perubahan tersebut tentunya ada suatu konsekwensinya logis yang harus dilakukan, yaitu dengan berusaha memperioritaskan pembangunan yang terintegrasi di daerah perbatasan. Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang sangat berpengaruh kepada integritas dan ketahanan nasional suatu Negara. Hal menjadi menjadi sangat strategis karena penataan wilayah perbatasan terkait erat dengan proses “Nation State Building”, dan secara wilayah ia harus dapat mengintegrasikan diri dengan perkembangan ekonomi wilayah tetangganya. Hal seperti ini rawan terhadap munculnya potensi konflik internal maupun konflik dengan negara lain yang berbatasan langsung. Penanganan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah Nusantara sebagai “Satu Kesatuan” Geografi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan, yang untuk mewujudkannya memerlukan dana pembangunan yang tidak sedikit.... Kondisi wilayah perbatasan Indonesia umumnya merupakan wilayah tertinggal, terisolasi dari pusat-pusat pertumbuhan dan masih mengandung celah – celah kerawanan yang mengakibatkan masyarakat di wilayah perbatasan umumnya tergolong masyarakat yang miskin dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan berada pada kategori rendah. Ketertinggalan wilayah perbatasan juga berimplikasi terhadap pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya menjadi tidak terkontrol, rentan terhadap penyalahgunaan dan kegiatan illegal baik yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia maupun oleh aktor dari negara lain. Kerawanan dan ketertinggalan tersebut, harus segera diatasi melalui pembangunan dengan usaha-usaha yang langsung dirasakan hasilnya oleh masyarakat perbatasan serta menitik beratkan pada pembukaan isolasi daerah perbatasan dari daerah-daerah lainnya di Indonesia sehingga mereka yang ada di perbatasan merasa merupakan bagian integral dari bangsa dan wilayah Indonesia. Masalahnya, wilayah perbatasan secara bukanlah sebagai wilayah prioritas pembangunan bagi Pemda setempat. Bagi pemda perioritas pembangunannya berada di ibu kota kabupaten, kota atau kecamatan, karena memang disanalah pemnduduknya secara mayoritas berkehidupan. Sementara pemerintah pusat sendiri prioritas pembangunannya adalah di Jawa, dimana konsentrasi 70 % penduduk nasional. Dengan demikian maka pembangunan di wilayah perbatasan menjadi tidak relevan. Secara politik perlu dibangun, tetapi secara realita tidak menjadi prioritas. Padahal ditinjau dari kepentingan dan strategi pertahanan negara , wilayah yang masyarakatnya tertinggal dalam pembangunan serta berada jauh dari sentra-sentra pertumbuhan akan menjadi titik lemah pertahanan Negara. Oleh karena itu ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan tetap menjadi konsern dari pembangunan sektor pertahanan Negara. 
 Ruang Wilayah Negara yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk yang berada di ruang di dalam bumi merupakan kesatuan wadah yang menentukan keberhasilan misi pertahanan Negara. Karena itu perlu dikelola secara benar dan berkesinambunga. Salah satu upaya dalam pengelolaan wilayah adalah melalui penataan ruang wilayah nasional yang diselenggarakan secara terencana, terpadu oleh pemerintah dengan melibatkan segenap masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. Penataan Ruang Wilayah Nasional pada hakekatnya mencakup dua aspek yang saling terkait yakni aspek kesejahteraan dan aspek pertahanan. Penataan Ruang Kawasan Pertahanan dapat dilihat dari dua aspek, pertama adalah penataan Statis, yakni penataan yang terkait dengan ruang atau kawasan pertahanan yang sudah eksis, yang mencakup semua wilayah-wilayah terkait kepentingan pertahanan, seperti daerah perumahan prajurit, Mako dan jajarannya, medan latihan, pembuangan munisi, dll. Kedua adalah penataan Dinamis, yang menata dan mempersiapkan daerah kepentingan pertahanan, baik yang sifatnya daerah pertempuran, daerah komunikasi, dan daerah persiapan atau daerah belakang. Kedepan hal-hal seperti ini akan semakin penting untuk di tangani, hal tersebut memerlukan koordinasi yang erat dalam penanganannya, serta wajib dilaksanakan secara lintas sektoral. Persoalan tata ruang pertahanan di masa datang akan semakin kompleks. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat serta pembangunan sarana prasarana yang berkembang pesat berimplikasi terhadap kebutuhan ruang yang meningkat pula. Akibat kapasitas wilayah yang terus menurun akan berkembang menjadi problematika serius yang dihadapi di masa datang. Penataan ruang kawasan pertahanan merupakan bagian integral pengembangan postur pertahanan Negara/TNI, yang meliputi Kekuatan, Kemampuan dan Gelar Kekuatan Pertahanan. Dalam hal ini, konteks kebijakan pertahanan diarahkan untuk mampu memberikan solusi tentang bagaimana format dan seberapa besar Postur Pertahanan/TNI yang harus disiapkan guna melaksanakan tugas operasi militer perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP). 

Penataan ruang kawasan pertahanan mencakup perumusan kebijakan dan strategi penataan ruang kawasan pertahanan, perencanaan ruang kawasan pertahanan, penataan ruang kawasan pertahanan, penggunaan ruang kawasan pertahanan, serta pengendalian dan pengawasan pertahanan. Rencana Umum Tata Ruang Pertahanan Wilayah Kalimantan Barat disusun berdasarkan perkembangan kondisi geografi, demografi, kondisi sosial dan SDA/B yang berlaku tahun 2000 – 2014, dalam upaya menyiapkan Rencana Umum Tata Ruang, Alat dan Kondisi juang yang memenuhi aspek kesejahteraan dan aspek keamanan, maka perlu adanya penyesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pembangunan daerah Kalimantan Barat dengan RUTR Pertahanan Korem 121/Abw. Dengan demikian pembangunan aspek kesejahteraan dan aspek keamanan dapat saling mendukung sehingga akan terwujud suatu kesatuan wilayah pembangunan sebagai RAK Juang yang tangguh. 

 Prioritas pembangunan pertahanan yang dikembangkan saat ini dimulai dari pembangunan pertahanan non militer (Non Military Defence) dan pembangunan pertahanan militer (Military Defence), prioritas tersebut harus diikuti oleh peningkatan kemampuan pertahanan di dalam negeri, seperti pembangunan sistem pendidikan dalam rangka penguasaan teknologi dan industri utamanya yang berkaitan dengan pertahanan negara. Belum adanya kelembagaan atau Badan yang mempunyai otonomi yang jelas dalam mengelola perbatasan secara integral dan terpadu , sehingga perlu segera serta sesuai dengan UU no.43 Tahun 2008 tentang Wilayah maka perlu dibentuk lembaga / badan khusus yang menangani daerah perbatasan secara terpadu (lintas peran dan lintas pendanaan) guna mempercepat pembangunan dan penegakan hukum di daerah perbatasan serta penyelesaian kesepakatan garis batas negara dengan negara tetangga secara menyeluruh, dan penyelesaian pembangunan tugu permanen di garis batas di wilayah perbatasan.

Rabu, 08 Juli 2009

Melihat Ambalat Dari Sisi Penegasan Perbatasan


Melihat Ambalat Dari Sisi Penegasan Perbatasan
 Oleh Harmen Batubara. 
Setelah agak reda. Mari melihat masalah Ambalat secara apa adanya, dan berusaha seoptimal mungkin tidak terpengaruh oleh emosi atas kebencian terhadap Malaysia. Sebab bagaimanapun kita sudah ditakdirkan jadi Negara yang bertetangga. Entah Negara tetangga kita itu sombong, belagu dan sering melecehkan Indonesia. Memang sih, bagaimana orang lain mau menghargainya. Negara ini, pemerintahannya dari dahulu sangat pro kkn, mega korupsi dimana-mana. Kalau pak Djojohadikusumo (almarhum Begawan ekonomi Indonesia) bilang bahwa korupsi APBN kita sebesar 30%, dan saat ini menurut saya malah sudah berbalik, APBN yang dipakai itu maksimal hanya 30%, selebihnya ya korupsi berjamaah. Lihat hasilnya, jalan infrastruktur kita amburadul.Yang mestinya tahan 50 tahun, kini belum di resmikan sudah jebol. Jadi kalau ada bangsa lain yang melecehkan, ya hemat saya memang sudah sepantasnya. Lalu apa hubungannya dengan Ambalat? Sulit untuk dikatakan, tetapi kalau bangsa dan negeri ini masih korup, jangankan Ambalat, malah semua harta kekayaan bangsa pasti dan jelas akan amblas jadi abu, jadi sesuatu yang tidak berguna. Ambalat akan jadi milik orang lain. Tapi ya sudahlah mari kita dengan kepala dingin berdoa semoga bangsa ini sadar dan para pemimpinnya taubat, agar jadi pemimpin yang baik. Kini mari kita ke Ambalat. Ambalat bukanlah daratan, tetapi blok laut luas kira-kira 15.235 kilometer persegi terdiri dari landas kontinen dan zone ekonomi exclusive, yang terletak dilaut Sulawesi atau Selat Makassar milik negara Indonesia sebagai negara Kepulauan, perlu juga diketahui kekayaan blok laut itu luar biasa nilainya. Menurut Indonesia wilayah Ambalat terdiri dari Blok Ambalat dan Blok East Ambalat, berdasarkan peta yang dibuat secara sepihak oleh Malaysia pada 1979, mereka menyebutnya wilayah Ambalat sebagai blok XYZ.... Masalah Ambalat meliputi baik sengketa-sengketa perbatasan landas kontinen (continental self), maupun zone ekonomi exclusif, yang a.l timbul karena perubahan garis dasar laut wilayah/territorial akibat masuknya pulau Sipadan dan Ligitan menjadi wilayah Malaysia, maupun dampak klaim sepihak Malaysia berdasarkan peta yang dibuatnya secara sepihak pada tahun 1979. Pada tahun 1967 ketika pertama kali dilakukan pertemuan teknis hukum laut antara Indonesia dan Malaysia kedua belah pihak sama sama sepakat untuk membicarakan masalah perbatasan dalam semanta Negara serumpun. Malah pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia. Kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969. Tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukkan pulau Sipadan, Ligitan( putusan Mahkamah Internasional masuk jadi wilayah Malaysia) dan Batu Puteh (Pedra Blanca, putusan Mahkamah Internasional tahun 2008, jatuh jadi wilayah Singapura) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura ( pada waktu itu) dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. 


Pada tahun 1979 pihak Malaysia kembali membuat peta baru mengenai tapal batas continental dan maritime dengan serta merta menyatakan dirinya sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dan secara sepihak membuat perbata san maritimnya sendiri dengan memasukkan blok maritime Ambalat kedalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4º 10’ arah utara melewati pulau Sebatik. Setelah keluar peta Malaysia 1979, Indonesia memprotesnya pada 1980. Pada pasca dikeluarkannya peta itu, Indonesia masih terus memberikan konsensi minyak di Blok Ambalat kepada perusahaan minyak asing, dan Malaysia tidak pernah mengajukan protes. Tetapi kemudian pada tahun 2005, Malaysia mulai melakukan berbagai protes dan Kapal-kapal perangnya secara priodik melakukan patrol-patroli tanpa koordinasi di daerah itu tanpa sepengetahuan pihak Indonesia. Indonesia dan Malaysia terus saling protes tentang masuknya kapal-kapal perang di wilayah yang dipersengkatan itu. Sampai 4 Juni 2009 Departemen Luar Negari secara resmi telah mengirimkan nota protes diplomatik 35 (tiga puluh lima) kali terkait sengketa blok Ambalat, begitu juga pihak Malaysia, melakukan hal yang sama. Posisi Indonesia Indonesia dan sesuai dengan Prinsip Hukum Negara Kepulauan (Archipelagic State Principle). Indonesia mendeklarasikan prinsip hukum negara kepulauan (archipelagic state principle) melalui Undang-undang Nomor 4 tahun 1960, yang diperbarui dengan UU Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Prinsip hukum negara kepulauan (archipelagic state principle) berhasil diperjuangkan Indonesia menjadi hukum Internasional, dan dirumuskan pada BAb IV Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Penerapan prinsip hukum negara kepulauan (archipelagic state principle) berpotensi menimbulkan sengketa-sengketa perbatasan dengan negara tetangga, a.l di kawasan-kawasan laut wilayah/teritorial, landas kontinen (continental shelf) dan zona ekonomi exclusif, ketiga hal ini seringkali berkaitan dengan sangat erat, karena ketiganya ditarik dari garis dasar (base line) yang sama. Pegangan dan Kebijakan Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Ambalat. Sengketa tapal batas RI- Malaysia diperairan Ambalat mencuat sejak 2005. Semenjak itu tercatat pihak Malaysia melakukan aksi-aksi yang dinilai provokatif sebanyak 11 kali pada tahun 2009; Sedangkan pada 2006 terjadi 76 kali. Departemen Luar Negari mengakui bahwa Indonesia tidak bisa bersikap tegas terrha dap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kapal tentara Malaysia di Ambalat, laut Sulawesi, karena di blok Ambalat laut Sulawesi tersebut, Ambalat, memang belum memiliki garis perbatasan. Deplu juga menjamin tidak akan membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional mengingat terlalu banyak implikasi, terutama implikasi anggaran. Pembicaraan antara kedua negara mengenai Ambalat telah berlangsung 23 (dua puluh tiga) kali, tetapi Malaysia selalu menolak membahas substansi pokok; mereka hanya mau “bertukar pandangan” saja; perundingan berikutnya diusulkan oleh Malaysia pada bulan Juli 2009 yang akan datang. Penyelesaian sengketa Ambalat dapat dilakukan dengan berpedoman pada bebera pa ketentuan sebagai berikut : Berpedoman kepada Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Bab IV mengenai prinsip hukum negara kepulauan (archipelagic state principle). Bab V tentang Exclusif Economic Zone Bab VI tentang Continental Shelf; dan Bab XV tentang Settlement of Disputes. Rumusan Konvensi ini memberikan berbagai alternatif penyelesaian sengketa wilayah laut, yang dapat dijadikan pedoman bagi perundingan kedua negara yang bersengketa. Pasal 2 Ayat 2 Huruf c Piagam ASEAN: untuk menyelesaikan sengketa di antara negara negara anggota ASEAN tidak akan menggunakan kekerasan atau ancaman digunakannnya kekerasan yang bertentangan dengan hukum Internasioanal: Prinsip ini dijabarkan rinci dalam Pasal 22 Ayat 1 dan Pasal 24 Ayat 2 yang menyebutkan, penyelesaian sengketa harus menahan diri dari ancaman digunakannya kekerasan atau penggunaan kekeraan; ketentuan ini dirumuskan pada Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia 1976 (TAC).

Minggu, 05 Juli 2009

Pengelolaan Wilayah Perbatsan (3)





PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NASIONAL(3) 
Oleh : Harmen Batubara. 
 5. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Sesuai dengan Platform Penanganan Permasalahan Perbatasan Antarnegara , Depdagri, ke depan visi pengembangan wilayah perbatasan adalah “ Menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan yang aman, tertib, menjadi pintu gerbang negara dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya dan menjamin tetap utuhnya NKRI”. Pandangan seperti ini sebenarnya lebih mengacu kepada semangat panataan wilayah perbatasan di negara-negara Eropa, yang menjadikan wilayah perbatasannya menjadi terbuka, tetapi tetap dalam kendali kerjasama keamanan nasionalnya masing-masing. Dengan pendekatan semacam ini maka menjadi penting maknanya mengaitkan pusat-pusat pertumbuhan global, regional, nasional dengan wilayah .dan kawasan perbatasan.Dikaitkan dengan lokasi wilayah yang starategis maka idenya adalah bagaimana mendesain suatu pelabuhan maupun lapangan terbang yang didukung oleh sarana dan parasaran yang komplit dalam skala dan standar Internasional, sehingga siapapun yang melakukan kegiatan transportasi di sekitar wilayah ini akan tergiur untuk memanfaatkannya; apalagi kalau tidak dikenai biaya, katakanlah dengan kebijakan bebas biaya parkir. Sementara ini volume lalu lintas di transportasi di wilayah NKRI mencapai 140 kapal dan 2000 penerbangan internasional perhari. Kalau saja kita dapat membuat 30 % dari jumlah itu berkenan dan mau mampir, maka dapat dibayangkan berapa besar potensi aktifitas kegiatan ekonomi yang akan digerakkannya.... a. Kebijakan Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Kondisi wilayah perbatasan negara mempunyai karakter tersendiri, dan pada hal-hal tertentu sangat berbeda antara wilayah perbatasan yang satu dengan lainnya, sehingga pada tahapan-tahapan tertentu memerlukan kebijakan khusus, namun dalam garis besarnya dapatlah ditarik suatu kebijakan umum yang relative berlaku untuk semua kawasan perbatasan, adapun kebijakan umum itu meliputi : 1). Menyelesaikan masalah perbatasan dengan negara tetangga. Sebagaimana kita ketahui, kita mempunyai perbatasan dengan sepuluh negara tetangga. Batas darat meliputi Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Sementara batas laut dengan negara India, Thailand, Vietnam,Malaysia, Singapura, Pilifina, Kepulauan Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Sampai saat ini belum ada satu negarapun yang telah selesai permasalahan perbatasannya dengan negara kita. Karena itu maka perlu terus diupayakan agar semangat untuk menuntaskan ini tetap tinggi; karena tanpa partisivasi yang setara antara kedua negara maka sulit diharapkan masalah perbatasan dapat diselesaikan. 2). Mengembangkan Kawasan Perbatasan sebagai Halaman depan dan Pintu Gerbang internasional bagi kawasan regional Asia-Pasifik. Pendekatan itu membawa kita untuk melihat pertumbuhan regional yang menghubungkan China, Taiwan, Hongkong, Jepang, Singapura dan Australia. Maka pusat halaman depan itu adalah kawasan Perbatasan di sekitar Pulau Batam, Pulau Bali dan Pulau Biak. Kalau di tiga lokasi tersebut dapat dibuat kerjasama kawasan yang bersifat regional serta mempasilitasinya berbagai fasilitas berskala Internasional terutama dalam hal kepelabuhanan laut maupun udara, dan terintegrasi dengan system perekonomian nasional maka bisa dipercaya akan banyak para pemakai sarana lalu lintas kawasan asia-pasifik yang akan memanfaatkannya, apalagi kalau kita menerapkan kebijakan “ bebas parkir” serta dukungan lainnya yang terkait dengan jaringan pariwisata, dan bisnis. 3). Mengembangkan kawasan perbatasan dengan pendekatan Kesejahteraan dan Keamanan secara serasi. Untuk pengembangan kawasan perbatasan, yang perlu dilakukan adalah dengan mempedomani Tata Ruang Kawasan Perbatasan, mengoptimalkan kawasan pertumbuhan yang sudah ada disekitar wilayah tersebut, baik itu di wilayah tetangga maupun di wilayah sendiri. Pusat – pusat pertumbuhan yang telah ada didukung dengan penambahan sarana dan prasarana bagi pengembangan di kawasan tersebut. Bentuknya bisa dilakukan kerjasama antar daerah dari dua negara, atau dalam satu negara. Dengan adanya Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka sebenarnya pengembangan wilayah perbatasan akan mendapat insentif baru sehingga pembangunannya akan dapat lebih optimal. Untuk mengimbangi pengembangan dari segi ekonomi maka dalam hal penguatan aspek pertahanan / keamanan maka perlu dikembangkan kemampuan pemanfaatan teknologi pengamanan di kawasan perbatasan. Disamping penambahan pos-pos pengamanan juga perlu dilakukan pemberdayaannya dengan memanfaatkan kemampuan teknologi surveilance dan sarana penindakan gerak cepat, dengan kemampuan SDM yang sepadan. Sehingga pengamanan wilayah atau kawasan perbatasan merupakan satu kesatuan dengan pengamanan wilayah nasional serta sesuai dengan kompartemen strategis yang ada, akan tetapi mempunyai jaring komando yang jelas. Dengan demikian pengamanan di suatu kawasan perbatasan sampai batas-batas tertentu dia bisa mandiri meski tetap terkait dengan Kompartemen Staretegis di wilayah tersebut. 4). Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia melalui pembangunan sarana dan prasarana kesejahteraan, pendidikan, pesehatan, dan informasi. Selama ini perhatian terhadap kawasan perbatasan hampir tidak ada. Hal ini karena sistem pemerintahan kita yang sangat sentralistik. Tetapi dengan adanya Otonomi Khusus, maka sebenarnya pemberdayaan kawasan perbatasan dapat dilakukan dengan jalan membangun sarana dan prasarananya. Sarana mana yang diprioritaskan akan sangat tergantung dengan kondisi geografi maupun demografi di wilayah tersebut. Bila hal seperti ini, susah diterapkan maka minimal pemda daerah yang bersangkutan dapat membangun asrama-asrama siswa anak-anak perbatasan di pusat-pusat pemerintahan, terserah apakah itu di ibu kota kecamatan / kabupaten atau provinsi. 5). Meningkatkan Kerjasama di bidang Sosial, Budaya, Keamanan dan Ekonomi dengan negara tetangga. Secara etnis dapat dikatakan masyarakat yang ada diperbatasan sebenarnya masih merupakan satu kesatuan etnis, suku atau adat yang sama. Dapat dipastikan diantara mereka telah terjalin kerjasama yang baik antara satu dengan lainnya. Dengan demikian, maka potensi ini perlu diwadahi serta dikembangkan sehingga mampu memberikan manfaat yang besar bagi kedua pihak. Jadi pendekatannya adalah, disamping adanya aturan formal antar negara, juga mereka masih mempunyai aturan yang dapat mengakomodir kehidupan tradisional mereka di sekitar kawasan tersebut. 6). Meningkatkan Kelestarian Lingkungan Kawasan Perbatasan. Kawasan perbatasan kita baik di darat maupun di laut memiliki keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Di Pulau Kalimantan, Papua dan Timor Leste hampir seluruh hutan perbatasannya terdiri dari hutan tropis dan bagian dari kawasan konservasi yang merupakan “paru-paru dunia”. Sedangkan kawasan perbatasan laut/maritime memiliki surber budi daya laut dan perikanan yang sangat besar. Boleh dikatakan hidup masayarakat di wilayah-wilayah tersebut sangat tergantung dengan eko system kelestarian alam disekitarnya. Artinya kalau kelestarian alamnya terganggu maka perekonomian mereka juga akan terganggu; karena itu pelestarian alam lingkungan adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan pengembangan kawasan perbatasan. b. Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Untuk memudahkan pelaksanaan Kebijakan dalam pengelolaan wilayah perbatasan, maka perlu di rumuskan pula langkah-langkah strategi bagi pengelolaannya, yang secara garis besarnya meliputi ; 1) Strategi Dasar. Kalau pada masa lalu strategi pengembangan kawasan perbatasan disusun berdasarkan adanya anggapan ancaman dari luar, maka sesuai dengan kebijakan yang tertuang dalam Buku Putih Dephan, maupun palform Penangannan Permasalahan Perbatasan Antar Negara, maka pengembangan kawasan perbatasan dilakukan dengan mengedapankan kerjasama yang aman, harmonis dan pusat pertumbuhan serta sebagai pintu gerbang bagi perekonomian nasional, maka startegi dasar dari pengembangan kawasan perbatasan adalah : a) Membuka beberapa simpul-simpul akses kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang dan pertumbuhan ekonomi wilayah. b) Meningkatkan kerjasama internasional, regional dan nasional di kawasan perbatasan. c) Meningkatkan pusat-pusat peretumbuhan di kawasan perbatasan sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungannya, dengan prioritas membangun sarana dan prasaraan kepelabuhanan laut dan udara serta darat dengan standar internasional; dan dalam pengoperasiaanya diduat sederhana, murah tetapi berkualitas. d) Mensinergikan berbagai program ekonomi dan hankam di kawasan perbatasan. 2) Strategi khusus, mengingat kawasan perbatasan antara satu dan lainnya memang berbeda, maka perlu juga diterapkan adanya strategi khusus yang meliputi semua aspek kehidupan baik dari segi ekonomi, Pertahanan dan keamanan, pengembangan SDM dan Kelestarian Lingkungan. Starategi ini lebih mengacu kepada keunggulan wilayahnya masing-masing. Pendekatannya adalah pada harmonisasi antara kawasan kedua negara. Sehingga pengembangan kawasan tidak dilakukan dengan program yang sama, tetapi justeru dengan program yang bisa saling memperkuat antar sektor, maupun antar kawasan. 6. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan 1) Wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar merupakan posisi strategis dan berperan sebagai wialayah pengikat dalam keutuhan wilayah Nusantara, dan masuk dalam geostrategis ketahanan wilayah khusus serta memiliki kepentingan nasional yang bersifat tetap maupun dinamis. Untuk kepentingan pertahanan TNI telah melakukan berbagai kegiatan meliputi patroli, penempatan pasukan, serta berbagai kegiatan lainnya. Untuk memudahkan manajemen pengamanan wilayah yang demikian luas diperlukan dukungan teknologi pengintaian “ surveillance”, sarana transportasi, komunikasi serta gelar pasukan pengamanan batas yang sewaktu-waktu siap dioperasikan. 2) Kerjasama regional bidang pertahanan dan pengelolaan / pengembangan ataupun pembangunan kawasan perbatasan memerlukan kerjasama dengan negara lain, khususnya negara tetangga. Kerjasama seperti ini dipercaya merupakan salah satu upaya untuk membangun rasa saling percaya bagi terwujudnya stabilitas keamanan maupun pengelolaan kawasan. Permasalahan-permasalahan kawasan maupun masalah perbatasan akan dapat diselesaikan dengan mengedepankan semangat kebersamaan yang dibangun berdasarkan prinsip persamaan, saling menghormati dan tidak saling intervensi. Sampai saat ini kerjasama yang sudah terwadahi secara “permanen” baru dengan negara Malaysia, PNG, dan Timor Leste. 3) Pengembangan kawasan perbatasan harus memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan perekonomian regional, dan nasional dengan demikian ia akan mampu bertumbuh sesuai dengan dinamika kawasan. b. Saran Selama ini pengembangan kawasan perbatasan masih lebih menekankan kepada aspek pertahanan dan kemanan, sementara ke depan yang dikehendaki adalah arah yang lebih memberi peran kepada pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya tanpa melupakan faktor keamanan. Karena itu ke depan sudah semestinya kawasan perbatasan diberi tempat yang layak, terutama dalam berbagai instrumen pembangunan maupun pertahanan seperti pada Buku Putih, SDR(Strategic Defence Review), RPP tentang Kawasan Pertahanan ( Dephan) serta Kebijakan Pembangunan Kawasan Perbatasan dari segi pandang Depdagri dan Kementerian Perikanan dan Kelautan. Daftar Bacaan 1. “Buku Putih Dephan RI Tahun 2003”, Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21. 2. Daniel J. Kaufman (US National Security, A framework for Analysis), Lexington Books, DC Heats and Company, 1985. 3. Geopolitik Global dan Regional Serta Implikasinya Bagi Australia dan Indonesia, Mayjen TNI Dadi Susanto, Lokakarya Perjanjian Keamanan Australia- Indonesia : Dari Perspektif Global dan Regional serta Relevansinya bagi Indonesia, Ruang Sudirman, Dephan 20 Juni 2006. 4. Kaji Ulang Strategis Sistem Pertahanan, Strategic Defence Review, Dirjen Strahan Dephan, Tahun 2004. 5. Naskah Akademik Penataan Ruang Kawasan Pertahanan, ( masih dalam revisi ) Dephan 2004. 6. Pengaruh penetapan ruu batas wilayah NKRI terhadap pertahanan negara, Brigjen TNI Frans B. Workala S.pd.MM.,Direktur Wilayah Pertahanan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Dephan. Makalah ini dipresentasikan sebagai bahan pada Dialog Terbatas Dalam Rangka Penyusunan RUU Tentang Batas Wilayah Kedaulatan NKRI yang diselenggarakan Depdagri di Hotel Aston Atrium Senen pada tanggal 26 Juni 2006 7. Pokok-pokok Pikiran Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Ruang Wilayah Pertahanan, DoK Jakstra, Dirjen Strahan Dephan 2006 8. Platform Penanganan Permasalahan Perbatasan Antar Negara, Direktorat Wilayah Administrasi dan Perbatasan, Dirjen PUM, Departemen Dalam Negeri. 2005. 9. Manajemen Wilayah Negara, Brigjen TNI Frans B. Workala S.pd.MM.,Direktur Wilayah Pertahanan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Dephan. 2006. 10. Undang-Undang tentang Pertahanan RI Nomor 3 Tahun 2001 ( Lembaran Negara RI tahun 2001 nomor 78, TLNRI 3851). 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. 12. Undang-undang no.17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law Of the Sea tahun 1982 ( Lembaran Negara RI Tahun 1985 nomor 76, Tambahan LNRI nomor 3319. 13. Undang-undang No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ( LNRI tahun 2004 nomor 127, Tambahan Lembaran Negara RI nomor 4439. Jakarta, Juli 2009