Senin, 10 Oktober 2016

Setelah Pasar Skow Dibuka Kembali,Saatnya Menggarap Potensi Pariwisata



Meski dalam bentuk sederhana, pasar tradisional Skow di perbatasan RI-PNG kini telah dibuka kembali sejak 20 September 2016, setelah ditutup sejak tangga 27 Agustus lalu, seiring dengan terbakarnya sebanyak 178 Kios di lokasi tersebut. Pasar ini dibangun  Kemendag sejak tahun 2008, pembangunannya meliputi tiga tahap dan baru selesai pada tahun 2014. Melihat fisik pasar Skow tentu tidak akan memberikan efek “megah”, namun demikian untuk ukuran sebuah pasar di perbatasan dia patut dijadikan harapan, khususnya dalam mengembangkan kerja sama antar sesama warga perbatasan antar kedua negara dan khususnya dengan warga perbatasan di negeri sendiri.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Provinsi Papua Susana Wanggai, menyebutkan bahwa pembukaan pasar ini demi kebutuhan bersama baik bagi para pedagang dari Indonesia maupun para pembeli dari PNG. Pasar dibuka dua kali dalam satu minggu, dan direncanakan akan jadi tiga hari dalam seminggu. Sementara menurut Kepala Bidang Perdagangan Luar Nageri Dinas Perindak Kop Provinsi Papua Herman Bleskadit, mengatakan selama ini pemasukan yang didapat oleh 360 pedagang pasar berkisar pada omset 50 Milyar pertahun.
Dari sejarahnya, pasar Skow dibangun selama empat tahun, yaitu sejak tahun 2007, 2008, 2009, dan 2011 dengan total anggaran Rp 20,5 miliar. Pasar ini diresmikan pada 2 Februari 2012. Pasar Skow dibangun atas kerjasama Kemendag dengan Pemerintah Provinsi Papua melalui Dana Tugas Pembantuan 2007. Pasar ini pada awalnya memiliki 200 kios dan ditempati 280 pedagang termasuk pedagang kaki lima dan mama-mama penjual pinang. Semangatnya sejak awal adalah bagaimana caranya  agar aktivitas Pasar Skow dapat terus ramai, tanpa bergantung pada pembeli dari Papua Nugini. Salah satunya yakni dengan mengoptimalkan tata kelola agar hasilnya maksimal.

Mengembangkan Wisata Kota Perbatasan
Pasar Skow kian menarik karena dinamika perkembangan infrastruktur di Kota Jayapura, khususnya dengan pembangunan jembatan Hammadi-Holtekamp yang akan memperpendek waktu tempuh ke perbatasan jadi tinggal setengah jam dari Jayapura (dibandingka bila lewat Abepura jalan lama yang butuh waktu 2 jam) dan sekaligus akan menjadikan daerah perbatasan khususnya distrik Muara Tami akan semakin cocok jadi tempat tinggal. Pasalnya setelah jembatan Hamadi-Holtekamp selesai dibangun (diperkirakan tahun 2017 atau awal 2018), distrik tersebut akan menjadi tempat hunian menarik bagi masyarakat kota Jayapura.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Jayapura, Nofdi J. Rampi di ruang kerjanya, Senin (22/5/2016) mengatakan topografi di empat distrik: Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura dan Heram bergunung-gunung sehingga tempat hunian terbatas.“Jika dipaksakan membangun perumahan di daerah perbukitan yang menjadi daerah resapan air, maka akan menimbulkan dampak lingkungan yang besar,” katanya. Maka dari itu, Distrik Muara Tami sangat sesuai dijadikan daerah pengembangan untuk hunian masyarakat. Pihaknya akan menata infrastruktur jalan, air bersih dan sanitasi. Ia bahkan yakin penyiapan infrastruktur dengan akselerasi yang terukur dan cepat, Muara Tami akan bisa menjadi penerapan konsep pembangunan infrastruktur modern.
Hal lain yang membuat pasar Skouw atau pintu perbatasan jadi objek yang lebih menarik lagi adalah dengan mengembangkan potensi wilayah ini dengan objek menarik di sekitarnya. Bisa lewat jaringan wisata alam atau wisata belanja. Kalu wisata alam tentu dengan mengkoneksikannya dengan lokasi-lokasi wisata alam di sekitarnya, baik dengan pantai Holtekamp, Base-G,  danau Sentani atau Kampung Tablanusu dll. Kalau wisata belanja dengan mengaitkannya dengan lokasi-lokasi belanja yang ada di sekitar Jayapura seperti :  pasar Ampera, pasar Hamadi, pasar Entrop (Kelapa Dua) dan pasar Youtefa tetapi ini harus dimulai dengan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang seperti seperti sarana jalan dan transportasi, air bersih, sanitasi, fasilitas pasar yang baik, serta terminal penghubung, dan lain- lain. Sarana yang memang diperlukan untuk pengembangan sebuah kota yang baik.
Kalau sekarang ini, maka yang jadi penghalang utama berkembangnya pasar Skouw di perbatasan adalah minimnya sarana penunjang. Khususnya sarana air besih, listrik dan terminal. Ketika pasar itu terbakar pada bulan agustus lalu, nggak ada petugas Damkar yang datang untuk membantu. Mereka ganya bisa menyelamatkan harta dagangan mereka sedanya saja.  Dalam hal seperti ini, kerja sama antar daerah, misalnya antara Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom akan sangat besar manfaatnya khususnya dalam pengembangan pasar Skow di perbatasan.

Mengelola Keterbelakangan
Wilayah perbatasan secara umum adalah wilayah terbelakang, dan sekaligus terisolasi tetapi ke depan akan berbeda dengan perbatasan dengan Ikon pasar Skow ini. Berkembangnya pembangunan infrastruktur di wilayah ini akan membuka isolasi dan sekaligus membawa peluang, dan tentu saja persaingan. Padahal penduduknya masih tergolong sangat sederhana. Dalam kondisi seperti ini, sangat diharapkan Pemda bisa mengambil peran dan memberikan kemampuan peningkatan ketrampilan hidup berkampung secara baik bagi warganya. Maksudnya bagaimana memberikan “pelatihan” yang baik bagi kehidupan warganya. Maksudnya kalau mereka petani, ya dengan memperbanyak tenaga penyuluh pertanian, perkebunan, dan nelayan dlsb. Warga tidak saja perlu ditingkatkan kemampuan tekniknya tetapi juga penangan paska panen dan pemasaran hasil budi daya mereka.
Mata pencaharian penduduk di Kampung Skouw  umumnya terdiri dari petani, nelayan, dan Pegawai Negeri Sipil. Dari jenis mata pencaharian tersebut, sebagian besar (85,7%) sebagai petani, sedangkan yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang hanya sekitar 5%  dan itupun hanya berupa usaha skala kecil semisal membuat kios di kampung.  Tanaman pertanian yang dibudidayakan penduduk adalah sayur-sayuran, ubi jalar, singkong, tomat, rica, jeruk asam, semangka dan jenis sayur lainnya. Sistem pertanian dan teknik bercocok tanam masih sederhana. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh penduduk adalah pinang, kelapa, kakao dan sagu. Tanaman pinang dan kelapa awal mulanya ditanam oleh orang tua yang pertama kali tinggal di kampung Skouw , sedangkan tanaman kakao baru mulai ditanam oleh penduduk pada tahun 2010. Selain itu terdapat pula tanaman buah – buahan seperti mangga, dan rambutan.
Potensi hasil hutan yang terdapat di Kampung Skouw  dan sering diambil oleh penduduk adalah kayu dan sagu. Hasil hutan berupa sagu diolah untuk diambil tepung sagunya, selain itu juga dimanfaatkan daunnya untuk membuat atap sedangkan kayu di ambil oleh masyarakat untuk membuat rumah dan ada juga yang di olah menjadi balok dan papan untuk di jual.Jenis ternak yang diusahakan oleh masyarakat meliputi ayam, babi, dan sapi. Populasi ternak yang paling banyak adalah babi. Untuk ternak babi merupakan bantuan dari Bappeda dan sapi merupakan Program BanPres.
Potensi laut yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah menangkap ikan dengan cara memancing ataupun menjaring. Hasil tangkapan selain untuk dikonsumsi sendiri, ada juga yang dijual namun dalam jumlah yang terbatas. Apabila sedang musim ombak, masyarakat akan mencari ikan di telaga. Di Kampung Skouw ada juga potensi telaga yang sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat tambak ikan, hanya saja sampai saat ini masyarakat belum memanfaatkannya. Karena mereka memang masih memerlukan sesuatu percontohan.
Mempersiapkan warga dengan baik adalah dengan memberikan mereka kemampuan untuk memberikan peningkatan kemampuan teknik dalam kehidupan mereka. Tanpa ada ke sadaran yang baik di lingkungan Pemda hanya akan membuat warganya kian tertinggal. Tertinggal oleh kemajuan zaman, yang sukar untuk dihindari. Terlebih lagi untuk wilayah Papua, sangat diperlukan peran serta semua pihak khususnya Pemda untuk ikut membantu dalam meningkatkan kemampuan warganya untuk bisa lebih mumpuni dalam melakoni kehidupan mereka sehari-hari, baik sebagai petani, pekebun, Nelayan atau Peternak. Jangan sampai suatu saat, pasar Skow kian berkembang dan menjadikan perbatasan kian menarik, sementara warganya tetap tidak mampu mengikuti perubahan untuk mengikuti perkembangan ekonomi wilayah perbatasan yang kian membaik.
Catatan : Disarikan atau diambil dari tulisan yang sama dari Blog www.wilayahperbatasan.com