Jumat, 20 Oktober 2017

WAWANCARA Presiden Joko Widodo: Kerja Besar Membangun Infrastruktur



TIGA tahun sudah duet Joko Widodo dan Jusuf Kalla memimpin negeri ini. Sejak hari pertama menjadi Presiden RI, Jokowi, sapaan akrab Joko Widodo, telah menggelorakan spirit kerja demi memajukan bangsa. Itu diimplementasikan dengan sangat benderang melalui prioritas program pemerintah di sektor infrastruktur. Bagaimana dengan sektor lain?
Untuk mengetahui pandangan Presiden ke-7 RI selama tiga tahun memimpin pemerintahan, wartawan Media Indonesia Ahmad Punto, Sabam Sinaga, Henri Siagian, Raja Suhud, Rudy Polycarpus bersama fotografer Arya Manggala mewawancarai secara khusus Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Rabu (18/10).
Berikut petikannya.
Pembangunan infrastruktur saat ini banyak diapresiasi, tetapi juga dinilai tidak berdampak langsung terhadap masyarakat setempat. Apa tanggapan Anda?
Infrastruktur ini pekerjaan besar. Alhamdulillah banyak yang sudah selesai, tapi ada yang masih dalam proses. Tetapi kita juga harus tahu, baik yang namanya jalan, jalan tol, pembangkit listrik, pelabuhan, jalur kereta api, negara ini kan negara besar, jadi ada pembagian pekerjaan. Pemerintah pusat dan pemda. Itu sudah ada kewenangan sendiri-sendiri. Misalnya koneksi antarkabupaten, ada yang dikerjakan pemprov, ada yang dikerjakan pusat. Lalu jalan di daerah, itu jadi kewajiban pemerintah kabupaten/kota. Ini yang masyarakat harus tahu.
Anda masih harus turun langsung mengawasi ke daerah, apakah itu artinya daerah lamban bergerak?
Itu masalah hal-hal yang berkaitan dengan manajemen kota/kabupaten, manajemen provinsi memang banyak yang harus kita benahi. Satu-satu, supaya tidak kehilangan konsentrasi sehingga bisa lepas.
Seperti waktu Anda ke Medan tempo hari yang sampai harus menegur wali kota karena lamban memperbaiki jalan rusak?
Itu kan memang banyak sekali keluhan-keluhan yang masuk ke saya disertai data gambar. Biasanya kalau sudah banyak keluhan, kita lihat mana yang perlu ditindaklanjuti pusat, mana yang gubernur, bupati, atau wali kota. Tentu saja kalau daerah tidak punya kemampuan, ya pemerintah pusat harus turun. Jadi wajar ada yang kita peringatkan, kita tegur. Dalam sebuah manajemen itu biasa. Saya kira pemda, kalau kita berikan peringatan, juga langsung bergerak.
Terkait dengan pendanaan infrastruktur, apakah betul membebani APBN?
Di pusat, anggaran-anggaran besar untuk infrastruktur tidak banyak diambil dari APBN. APBN itu kontribusinya enggak ada 20% untuk infrastruktur. Yang banyak ialah kita tawarkan kepada investor. Kalau investor enggak mau, saya biasa perintahkan ke BUMN untuk bermitra dengan swasta kalau enggak mau dikerjakan BUMN sendiri. Kalau dihitung-hitung masih berat, ya mau tidak mau dikerjakan APBN. Seperti itu, jadi kita ingin anggaran di APBN itu konsentrasinya ke masyarakat. Misalnya untuk dana desa, kartu Indonesia sehat, kartu Indonesia pintar, Program Keluarga Harapan. Arahnya ke sana. Jadi infrastruktur kita harapkan lebih banyak dikerjakan swasta dan BUMN. Terutama swasta harus banyak berpartisipasi.
Sempat mengemuka, di sektor infrastruktur negara terlalu besar memberi peran ke BUMN, sementara swasta terpinggirkan. Betulkah?
Di dalam persentase, saya rasa tidak seperti itu. Swasta tetap lebih besar. Seingat saya angkanya 57% untuk infrastruktur, sisanya BUMN dan APBN. Jadi enggak ada yang seperti itu (memprioritaskan BUMN). Kalau lihat angkanya, tidak seperti itu.
Dalam konsep Indonesia-sentris, ada yang menilai persepsinya hanya terkonsentrasi di Indonesia Timur. Apa tanggapan Anda?
Di antara Indonesia Barat, Tengah, dan Timur, kalau kita lihat infrastrukturnya, memang yang sangat tertinggal ialah Indonesia Timur. Baik urusan pelabuhan, jalan, maupun listrik mereka tertinggal. Itu harus betul-betul dilihat di lapangan. Kalau sudah ke lapangan, baru merasakan. Kalau belum ke lapangan, ya enggak merasakan. Harus ada keseimbangan, jangan sampai yang bagian timur ketinggalan terlalu jauh. Oleh sebab itu, kita kejar.
Jadi spiritnya mengejar ketertinggalan wilayah timur?
(Kalau dibilang) Indonesia-sentris hanya timur, ya enggak begitu. Kalau kita lihat, hampir di semua provinsi dan pulau proyek-proyeknya bisa kita hitung. Misalnya, Kalimantan ada 24 proyek, Sulawesi 27 proyek, Sumatra 61 proyek, Maluku-Papua 13 proyek. Bahwa sekarang kita memberi perhatian ke timur, ya karena memang tertinggal dengan di tengah dan barat.
Konsep Indonesia-sentris ini apakah sudah mulai mengarah?
Masih ada yang dalam proses, tapi ada juga yang sudah selesai. Misalnya Pelabuhan Tapaleo, itu pelabuhan kecil. Tetapi begitu ada pelabuhan, langsung dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Intinya infrastruktur itu basic. Oleh sebab itu, pekerjaan besar utama kita di infrastruktur. Begitu itu sudah berjalan, berikutnya kita akan masuk ke pembangunan sumber daya manusia. Dua ini basic sekali.
Pembangunan SDM akan difokuskan di dua tahun tersisa?
Rancangan untuk pembangunan sumber daya manusia sudah kita siapkan. Bagaimana siapkan vokasi yang betul, bagaimana menyiapkan training-training vokasi, menyiapkan politeknik yang berkaitan dengan perubahan global yang sangat cepat seperti ini. Yang penting ada treknya ke sana.
Ada juga kritik yang menyebut anggaran untuk infrastruktur tinggi, sebaliknya anggaran pengembangan SDM pertumbuhannya justru kecil?
Ya, kita ini bertahun-tahun terbiasa dengan pembagian rata. Duitnya bagi sini, sini, sini. Kalau saya kerja tidak seperti itu. Fokus, prioritas, kontrol, dicek, diawasi. Satu rampung, pindah ke yang lain. Manajemen harus seperti itu. Ini negara besar, dengan manajemen itu mengontrolnya lebih mudah, mengeceknya lebih mudah. Itu juga yang dulu saya kerjakan saat jadi wali kota dan gubernur, mengonsentrasikan pada prioritas yang sangat-sangat penting.
Dalam Nawa Cita, Indonesia sebagai poros maritim, sementara sekian lama mindset kita darat. Bagaimana pembangunan maritim sejauh ini?
Ya, kita sudah lama sekali lupa bahwa dua pertiga Indonesia ini air, laut, dan samudra sehingga kita meninggalkan kemaritiman kita. Saat ini kita bangun pelabuhan banyak sekali, Menteri KP (Kelautan dan Perikanan) juga menangkap kapal dan ditenggelamkan. Itu untuk jaga SDA laut kita yang sudah bertahun-tahun tidak kita perhatikan. Manajemen kelautan, kemaritiman tidak pernah kita urus. Sekolah-sekolah kemaritiman, universitas mengenai kemaritiman di mana? Membangun budaya kemaritiman tidak selalu masalah infrastruktur, tapi bagaimana membangun semangat budaya maritim ini kembali ke anak-anak muda kita. Arah kita ke sana.
Apakah sudah on the track?
Ini coba kita lihat, apa loncatannya di bidang kemaritiman. Kita akan memiliki infrastruktur yang tadi, apakah kita akan punya wisata bahari, industri-industri perikanan seperti apa. Ke depan kita harus berikan perhatian ke sana. Di situlah sebetulnya kekayaan alam laut kita itu akan memberikan kesejahteraan masyarakat. Ini pekerjaan besar bukan hanya setahun-dua tahun.
Ada lagi sektor yang kini ditinggalkan anak muda, yaitu pertanian. Bagaimana supaya bergairah lagi?
Pertanian ke depan kita ini, kalau dikerjakan anak-anak muda, akan memberikan produktivitas lebih tinggi. Saya selalu sampaikan, jangan sampai kita ini selalu konsentrasi kepada budi dayanya, kepada onfarm-nya karena di situ margin keuntungannya dapat dikatakan tipis sekali. Justru yang keuntungannya besar itu proses pascapanennya. Oleh sebab itu, petani-petani modern itu harus memiliki industri pupuk sendiri, meskipun kecil-kecil tapi punya sendiri. Industri penggilingan padi modern harus punya. Sekarang ini sudah banyak rice field unit yang modern. Kemudian kemasan, packaging, kan enggak pernah kita kerjakan.
Akan ada perubahan besar di sektor pertanian?
Ya, sekarang kita mulai dorong petani-petani modern muda sehingga penjualannya bisa dengan online, bisa sampai ke supermarket, ritel-ritel, ekspor. Sebetulnya kita punya kekuatan besar di situ. Contoh jagung, dulu kita impor 3,6 juta ton. Bayangkan berapa ribu kapal itu? Sekarang kita sudah tidak impor. Tapi memang satu-satu, banyak yang kita harus kerjakan. Saya ingin konsentrasi juga kepada tanaman-tanaman yang lama kita lupakan dan tidak pernah replanting dan peremajaan. Contoh kopi, kakao, rempah-rempah, pala, teh. Dulu banyak yang belajar ke kita, sekarang kita kalah sama mereka. Ya karena kita tidak pernah meremajakan, jadi produktivitasnya kecil.
Ini masuk tahun ketiga, tahun percepatan. Masih ada dua tahun lagi. Bagaimana evaluasi terhadap kabinet Anda sekarang?
Kita ini bekerja dengan target. Dengan angka-angka. Rata-rata (kementerian) mencapai target. Yang penting kita fokus pada infrastruktur sambil menyiapkan program-program besar lain.
Bagaimana dengan pembangunan politik dan hukum, sepertinya agak terlupakan di tengah fokus ke infrastruktur?
Kalau saya kembali lagi ke satu-satu lah. Artinya setelah infrastruktur, lalu pembangunan sumber daya manusia, kan arahnya ke sana juga. Membangun SDM kan tidak sehari-dua hari. Saya kira bisa berikan prioritas dan fokus daripada semua dikerjakan enggak selesai dan enggak selesai semuanya. Sifatnya seperti itu.
Bagaimana komitmen Anda kepada pemberantasan korupsi dan KPK?

Kan sudah saya ulang-ulang terus bahwa penguatan KPK itu sangat diperlukan karena kepercayaan rakyat dan harapan rakyat ke KPK untuk pemberantasan korupsi itu sangat tinggi. Sangat dipercaya. Jadi jangan coba-coba melemahkan KPK dengan dalih dan cara apa pun. Jangan. Titik. (X-12) Sumber : MediaIndonesia.com tanggal 20 Oktober 2017