Senin, 24 Desember 2018

Diplomasi Indonesia Di Tahun 2019



Diplomasi Indonesia Di Tahun 2019
Oleh : B Josie Susilo Hardianto[1]

Setiap pagi, di tengah dunia yang diwarnai banyak gejolak dan tarikan kepentingan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tetap menatap dunia dengan optimis. Dalam wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Jumat (21/12/2018), ia yakin, konsistensi diplomasi Indonesia akan mampu menjawabnya.

Tanya (T): Situasi dunia terus berubah, ada kecenderungan beberapa negara besar memilih sikap unilateral. Bagaimana Anda melihatnya?

Jawab (J): Semua orang mulai paham, dunia saat ini penuh tantangan, setiap hari ada saja kejutan. Terus ada kecenderungan me first policy, saya duluan. Dari sisi Indonesia memandang, kita harus konsisten. Konsisten dalam arti begini. Untuk menata satu dunia yang membuahkan keuntungan bagi semua pihak, tidak mungkin dikelola dengan me first policy. Karena kalau ‘saya duluan’, keuntungan itu tidak bisa dibagi secara adil, pasti. Kalau merata baik, tetapi itu tidak mungkin. Setidaknya ada asas keadilan, karena kalau me first policy, berarti saya duluan, yang lain belakangan.
Nah, oleh karena itu, kita yakin bahwa tata kelola dunia memang harus berdasarkan multilateral, di mana semua negara, semua bangsa memiliki hak untuk bersama-sama memikirkan tata dunia sebaiknya. Dan setelah kesepakatannya ada, menjadi tugas semua negara untuk menghormati apa yang sudah disepakati.
Tugas kita bersama-sama mencari teman sebanyak mungkin agar tata kelola multilateralisme ini dapat ditegakkan. Karena sekali lagi, saat kita bicara unilateralisme, me first policy, ukurannya bukan ukuran yang disepakati bersama. Di situlah ada kecenderungan yang besar akan memaksa yang kecil.
Di dalam sistem multilateral, ada mekanisme saling membantu, dalam rangka menjadikan dunia ini sebagai tempat di mana negara-negara di dalamnya dapat hidup lebih baik secara bersama-sama.
Kalau di Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada yang besar, ada yang kecil, tetapi yang kecil ini bisa berkelompok, berkelompok suaranya dijadikan satu menjadi yang lebih besar, untuk mengimbangi suara yang besar. Tetapi kalau kemudian, one on one dan yang diberlakukan me first policy, ya jelas yang akan lebih memetik keuntungan adalah pihak yang besar.

Oleh karena itu, kita mencoba mencari teman sebanyak mungkin, sekali lagi, agar tata kelola dunia ini tetap memperhatikan multilateralisme, agar mementingkan kepentingan semua pihak, yang besar membantu yang lemah. Karena kalau yang lemah terus menjadi lemah kita yakini satu saat akan terjadi instabilitas, akan mempengaruhi instabilitas dunia.
Misalnya, kalau kita bertetangga di dalam satu wilayah, gapnya terlalu besar, ada negara yang kaya sekali ada negara yang miskin sekali dengan angka pengangguran tinggi sekali, dan kita tidak mempedulikan negara itu, akhirnya dengan angka pengangguran tinggi ini bisa terjadi frustrasi, dan bila muncul situasi tidak ada harapan akan banyak sekali dampaknya, bisa menjadi migrasi yang irregular, atau bahkan terjadi konfllik. Oleh karena itu, kalau di dalam sistem multilateral, ada mekanisme saling membantu, dalam rangka menjadikan dunia ini sebagai tempat di mana negara-negara di dalamnya dapat hidup lebih baik secara bersama-sama.

(T): Dalam situasi seperti itu, bagaimana Anda melihat peran asosiasi regional?

(J): Saya kira fungsi organisasi regional menjadi lebih penting artinya. Kalau ASEAN sudah jelas, 50 tahun kemarin ASEAN telah memperkuat diri menjadi satu organisasi kawasan, 50 tahun ke depan ASEAN harus bisa juga memberikan kontribusi kepada dunia.
Di dalam keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB, salah satu prioritas adalah bagaimana memperkuat organisasi-organisasi regional ini. Kita tahu, kalau ada krisis di dalam satu kawasan, kalau di situ ada organisasi yang kuat yang fungsional, yang berfungsi dengan baik, organisasi itu akan dapat mengelolanya sebelum masalah itu melebar ke mana-mana. Oleh karena itu, kita memandang pentingnya organisasi-organisasi regional itu kuat untuk mendukung sistem yang ada di PBB.
Dalam konteks inilah maka Indonesia di dalam KTT ASEAN bulan November lalu, kita bahas mengenai Rakhine, ini menggunakan asumsi bahwa organisasi kawasan harus memiliki peran dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan, Indonesia kemudian mengusulkan keterlibatan AHA Centre di Negara Bagian Rakhine. Karena selama ini keterlibatan AHA Centre masih sangat terbatas, kita tahu ada defisit kepercayaan antara Myanmar dan dunia internasional yang karena persoalan itu justru tidak membantu terjadinya pemulihan segera di Rakhine yang memungkinkan para repatrian kembali. Kita selalu mengatakan, tiga syarat repatriasi, adalah sukarela, aman, dan bermartabat. Oleh karena itu Presiden mengatakan, mari kita coba bangun kepercayaan di antara ASEAN, kita satu keluarga, just trust your family.
Kita bersama Myanmar membuka pintu bagi AHA Centre, dan Sekretariat ASEAN untuk membuat penilaian dan kemudian membangun kerja sama dengan dunia internasional dan lembaga-lembaga PBB.

(T): Anda optimistis dengan gerakan regional itu?

(J): Saya yakin, untuk ASEAN saya masih memiliki keyakinan yang tinggi walaupun tantangannya sangat-sangat berat. Konsekuensi kita menjadi anggota satu organisasi adalah menyeimbangkan antara kepentingan kita dengan kontribusi kita pada organisasi itu. Keseimbangan antara memperjuangkan kepentingan nasional dengan memikirkan lingkungan kita yang lebih luas, berkontribusi pada organisasi regional, sangat penting.
Tidak ada manfaatnya, katakanlah, Indonesia stabil, politik kita stabil, ekonomi kita bagus, tetapi ada sengketa di kawasan. Menjaga rumah, berarti menjaga rumah kita, menjaga lingkungan kita. Tantangannya berat, tetapi kita harus bisa.
Saya kira tidak ada opsi lain bagi ASEAN untuk tetap menjadikan ASEAN ini duduk di ‘kursi pengemudi” untuk mengelola Asia Tenggara untuk tetap menjadi kawasan yang damai dan stabil. 50 tahun telah membuktikan dengan cara ASEAN, ASEAN mampu untuk menjadikan Asia Tenggara kawasan yang stabil dan damai dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dunia. Saya kira tidak ada opsi bagi ASEAN untuk memperkuat ikatan di antara ASEAN.
(T): Untuk menjadi pembangun jembatan, apa yang bisa diandalkan Indonesia?
(J): Saya bicara dulu di tingkat ASEAN. Di ASEAN jelas sekali bahwa faktanya kita adalah negara paling besar, kita harus memberikan kontribusi juga yang besar. Bagusnya Indonesia, saya harus akui, kita tidak pernah menggunakan kebesaran kita ini untuk mengambil posisi me first policy pada saat kita bicara dengan ASEAN. Ikatan ASEAN itu yang jadi pertimbangan.
Ini jangan ditabrakkan dengan kepentingan nasional. Perjuangan kita untuk kepentingan nasional tetap nomor satu, tetapi bukan berarti memperjuangkan kepentingan nasional itu kemudian mengorbankan semuanya. Saya kira, itu tidak akan dilakukan juga oleh banyak negara.
Saat ASEAN dalam masalah, kita berusaha untuk menyatukan kembali ASEAN. Ini kelihatan sekali dalam perjalanannya, kita berusaha tetap menjaga ASEAN sebagai satu organisasi yang solid. Di tengah segala tantangan yang dihadapi, ASEAN sampai sekarang solid.
Kalau kita lihat, dunia menghargai Indonesia karena konsistensi politik luar negeri Indonesia yang bermartabat. Kita tahu kita negara yang besar. Kita tahu kita memiliki aset. Aset itu, antara lain, menjadi salah satu negara demokrasi terbesar, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, ekonomi kita juga bagus, dan sebagainya. Aset itu kita kapitalisasi untuk memberikan kontribusi bagi dunia.
Jadi, dunia tahu di tengah tantangan yang membaurkan banyak nilai yang membingungkan semuanya, mereka melihat bahwa politik luar negeri Indonesia konsisten, terus bersuara, dan memperjuangkan nilai-nilai universal. Di situlah kita dihormati oleh negara-negara lain. Saat terjadi krisis kemanusiaan, kita selalu berada di barisan paling depan, misalnya saat terjadi bencana alam, seperti saat terjadi bencana alam di Fiji, Vanuatu, kita ada di sana.
Indonesia juga terlibat dalam upaya kemanusiaan di Rakhine, Palestina, dan Afghanistan. Saat terjadi konflik, kita selalu berperan untuk selalu menjembatani aneka perbedaan. Konsistensi Indonesia ini, rekam jejak diplomasi Indonesia membuat negara-negara di dunia menghormati Indonesia, dan Indonesia bukan bangsa yang mudah ditekan oleh pihak lain.
Jadi, saat saya ditanya, apakah menerima tekanan? Menerima ya, tetapi apakah posisi kita akan berubah? Saya sampaikan, posisi politik luar negeri Indonesia akan ditentukan oleh kepentingan nasional Indonesia. Itu yang membuat kita enak. Bebas aktif, kita mainkan di situ. Ini kepentingan kita, ini yang akan kita tuju. Alhamdulillah, kita kokoh, tegak berdiri sebagai bangsa Indonesia yang bermartabat.

(T): Soal konsep Indo-Pasifik, apa yang Indonesia tawarkan?

(J): Dengan rekam jejak yang baik dari Indonesia dan rekam jejak yang baik dari ASEAN, kita berusaha menjual satu konsep, di mana satu isu itu tidak hanya didekati dari eksklusivisme. Bahwa inclusiveness akan selalu lebih baik daripada exclusiveness.
Oleh karena itu, saat kita bicara mengenai kawasan Indo-Pasifik, sudah menjadi naturally speaking negara-negara kunci di Indo-Pasifik harus diajak bicara semua. Karena kalau kita bicara Indo-Pasifik, kemudian ada negara-negara yang dieksklusi, tidak masuk akal dong. Indonesia mengeluarkan satu konsep yang mengajak semua pihak bicara memberikan idenya untuk memperkaya konsep ini. Sehingga nanti pada akhirnya, saat konsep ini disepakati, hasilnya baik buat semua.
Dengan ASEAN, kita sudah bicara pada EAS (KTT Asia Timur) kemarin di Singapura. Presiden sudah menyampaikan konsep itu. Tahun 2014 Presiden mengeluarkan konsep mengenai masalah maritime fulcrum, konsep maritim Indonesia. Di tahun 2018 di EAS, Presiden menyampaikan konsep Indo-Pasifik yang salah satu tumpuannya adalah kerja sama maritim sehingga tergambar satu koneksi yang jelas antara maritime fulcrum Indonesia dengan konsep Indo-Pasifik ASEAN. Jadi, (konsep Indo-Pasifik) Indonesia sudah dan sekarang sedang diperkaya oleh ASEAN. Sekali lagi, buat Indonesia tidak ada me first.
Konsep boleh datang dari Indonesia dan everybody recognize that tetapi kita ingin, konsep ini menjadi konsep ASEAN. Dan kita ingin selain aspek keterbukaan dari negara-negara yang diconsult kita ingin ASEAN tetap berada di driving seat, karena dengan sentralitas ASEAN maka disinilah mesin balancing ini akan jalan. Selama ini kan kita memainkan balancing power. Itulah yang kira-kira kita gambarkan mengenai konsep Indo-Pasifik.
Kita sudah berbicara dengan semua pihak, ASEAN sudah jelas, kita bicara dengan big power, dengan negara-negara di kawasan, India, Jepang, Korea Selatan, China dengan Rusia dengan AS, dengan Australia bahkan dengan Selandia Baru kita bicara dan itulah keunggulan Indonesia, karena kita dihormati karena kita bermartabat, enak buat kita berbicara, jadi saya bisa masuk ke sana-sini bisa bicara dengan enak, penerimaan mereka enak, saat saya bicara mereka tidak suspicious, ini ngapain Indonesia, no mereka menerima dengan baik, alhamdullilah hubungan saya dengan hampir semua menteri luar negeri hingga saat ini baik. Sehingga pada saat masalah-masalah muncul dengan hubungan yang sangat baik itu bisa membantu menyelesaikan



(T): Apakah itu juga termasuk untuk isu Palestina, karena beberapa Negara berubah setelah AS menegaskan memindahkan kedutaan mereka ke Jerusalem?

(J): Jadi untuk Palestina itu sebenarnya begini, kalau ditanya posisi Indonesia sudah jelas, saya tidak perlu jelaskan lagi. Pemerintah Indonesia sangat konsisten karena sekali lagi ini adalah amanat konstitusi. Dan dari pertemuan saya dengan semua elemen bangsa, elemen masyarakat, bertemu dengan para mahasiswa dalam diplofest, di situ kelihatan dukungan masyarakat terhadap keberpihakan kita terhadap Palestina jadi kalau dilihat dari pertanyaan posisi Indonesia saya kira sudah sangat jelas.
Sekarang mengenai masalah dunia, kita tahu sudah cukup banyak resolusi Dewan Keamanan (PBB) mengenai masalah Palestina. Tugas kita adalah bagaimana kita mengajak dunia untuk konsisten menghormati resolusi-resolusi tersebut. Dan kita ingatkan kepada dunia masih ada utang yang belum diselesaikan dan utang itu, kita yakin hanya bisa diselesaikan kalau kita memakai negosiasi yang melibatkan Palestina dan Israel.
Dengan beberapa butir dari resolusi, ada enam butir yang harus diselesaikan sehingga kita sangat prihatin kalau terjadi perkembangan yang keluar dari resolusi Dewan Keamanan PBB. Tugas kita adalah dan semua pihak tahu, dunia tahu, kita berada di garda depan untuk tetap mengingatkan dunia mengajak dunia, untuk menghormati resolusi-resolusi DK PBB mengenai Palestina dan tadi saya bicara tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga masyarakat Indonesia dukungannya sangat kuat bagi Palestina.
Dan kita banyak sekali melakukan inovasi, seperti misalnya Badan Zakat Nasional untuk membantu Palestina mereka menandatangani mou dengan UNRWA dan The Jordan Hashemite Charity Organization for Relief and Development (JHCO) Baznas badan zakat pertama yang … untuk membantu pengungsi Palestina, pemberdayaan masyarakat kita untuk Palestina menjadi salah satu prioritas, terakhir kita sampai mendidik pilot dari Palestina. Belum lagi, pemberdayaan ekonomi kita memberikan zero tariff untuk beberapa produk.
Jadi, kita betul, selain dukungan politik yang kita berikan, kita berusaha memberikan dukungan lain yang sifatnya meng-empower rakyat Palestina sehingga pada satu titik, one day, insya Allah, Palestina akan mendapatkan haknya penuh. Sebagai negara yang merdeka, maka masyarakatnya ini sudah kokoh. Tentunya yang akan sangat membantu perjuangan rakyat Palestina ini adalah kesatuan Palestina. Persatuan Palestina ini sangat penting artinya untuk mendampingi perjuangan negara-negara yang membantu Palestina untuk memperjuangkan hak mereka, karena kalau mereka tidak bersatu akan sulit juga akanmenjadi tantangan tersendiri bagi kemerdekaan mereka.

(T): Tahun depan akan dibahas di DK PBB?

(J): Pasti akan masuk dalam salah satu agenda DK PBB dan Indonesia akan konsisten dengan posisi itu.

(T): Apakah akan menjembatani faksi-faksi di Palestina untuk bertemu?

Indonesia akan melakukan apapun untuk mendukung perjuangan Palestina, dan saya kira kita tidak bisa menegasikan, Negara-negara yang ada disekitarnya misalnya Mesir yang memang sudah bersusah payah, menjembatani perbedaan antara fatah dan hamas. Itu sudah dilakukan oleh Mesir jadi bisa saja Indonesia akan mendukung Mesir untuk misi itu, jadi jangan sampai ada – kayak – rebutan ini sudah jadi dilakukan oleh Mesir tiba-tiba Indonesia buat baru, tetapi kalau saling memperkuat untuk tujuan yang sama baik, kita siap.

(T): Bagaimana dengan OKI yang tampaknya lebih kendor saat ini?

(J): OKI kita terus menerus, saya kira dalam beberapa resolusi yang terakhir kita melihat soliditas OKI, karena draf-draf resolusi yang terkait dengan Palestina itu biasanya sponsornya OKI.

 (T): Perubahan geopolitik di Timur Tengah juga mempengaruhi Palestina?

(J): Sejauh ini terkait Palestina, OKI dan Negara-negara di timur tengah masih solid. Terakhir itu September, di Majelis Umum PBB saya bertemu dengan beberapa menteri luar negeri Timteng dan setiap kali berbicara dengan mereka saya selalu menanyakan mengenai Palestina saya kira masih solid.

(T): Jadi harapan untuk proses-proses damai itu masih memungkinkan?

(J): Harus terus didorong, harus terus didorong. Karena tidak mungkin diselesaikan begitu saja, harus ada proses perundingan. Karena di dalam perundingan itulah akan dicapai satu titik tengah yang memang di dalam perundingan itu kan semua pihak akan mendapatkan hasil yang 100 persen, tetapi di situlah di mana setiap pihak merasa diuntungkan.

(T): Tahun depan lebih optimis dengan DK PBB, melihat pertarungan yang masih sengit?

(J): Yang kita janjikan Indonesia akan melakukan yang terbaik untuk dapat memberikan kontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia. Pada saat kita masuk di dalam DK PBB kita tahu tantangannya akan berat tetapi kita ingin—insya Allah—kita berperan di DK PBB. Tantangannya sudah bisa kita perkirakan tetapi sekali lagi janji Indonesia adalah kita berusaha berkontribusi semaksimal mungkin.

(T): Tantangan terberat yang sudah diperkirakan?

(J): Tantangan terberat itu adalah mengenai masalah lebih banyaknya pendekatan yang dilakukan secara unilateral. Karena itu dorongan untuk melakukan pendekatan multilateral akan terus dilakukan.



[1] Wawancara Khusus Menlu RI, RI Meniti Deru Gelombang Dunia  Oleh : B Josie Susilo Hardianto, Kompas, 23 Desember 2018

Kamis, 26 Juli 2018

Mensejahterakan Desa Pesisir : Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan



Mensejahterakan Desa Pesisir : Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan
Sebagai negara maritim[1] dan kepulauan ter unik di dunia, Indonesia memiliki baragam potensi SDA kelautan yang besar. Kekayaan SDA kelautan dapat didayagunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa melalui sedikitnya 11 sektor ekonomi, yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) kehutanan, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA non-konvensional.
Potensi produksi lestari sumberdaya ikan laut Indonesia yang dapat dipanen mencapai 6,4 juta ton/tahun atau 8% dari potensi lestari ikan laut dunia. Pada 2009 tingkat pemanfaatannya mencapai 4,8 juta ton (75%). Potensi produksi budidaya laut diperkirakan mencapai 47 juta ton/tahun, dan budidaya perairan payau (tambak) sekitar 5,5 juta ton/tahun. Sementara itu, pada 2009 total produksi budidaya laut baru mencapai 2,5 juta ton (5,3%), dan total produksi budidaya tambak sebesar 1,5 juta ton (27%). Artinya, potensi pengembangan usaha perikanan, khususnya untuk budidaya laut dan tambak, masih terbuka lebar.  Dari total produksi perikanan sebesar 9,75 juta ton, hanya sekitar 1,25 juta ton yang diekspor, dan sisanya (8,5 juta ton) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  Perlu dicatat, bahwa sekitar 65% kebutuhan protein hewani rakyat Indonesia dipenuhi dari ikan, seafood, dan beragam produk perikanan (BPS, 2009).  Dengan kata lain, kontribusi sektor perikanan dan kelautan bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa, bukan hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga berupa perbaikan gizi, kecerdasan dan kesehatan rakyat.
Indonesia juga memiliki potensi industri bioteknologi kelautan berbasis marine BIODIVERSITY RESOURCE (sumberdaya keanekaragaman hayati laut) paling besar di dunia berupa industri makanan dan minuman, farmasi (seperti Omega-3, squalence, viagra, dan sun-chlorela), kosmetik, film, kertas, bioenergi, bioremediasi, genetic engineering, dan beragam industri lainnya yang hingga kini hampir belum tersentuh pembangunan. Potensi ekonomi perikanan dan bioteknologi kelautan diperkirakan mencapai US$ 100 miliar setiap tahunnya atau setara dengan besarnya APBN 2009.
Saat ini sekitar 75% produksi minyak dan gas bumi berasal dari kawasan pesisir dan lautan. Dari 60 cekungan yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir, dan hanya 6 yang di daratan. Dari seluruh cekungan tersebut diperkirakan potensinya sebesar 11,3 miliar barel minyak bumi. Cadangan gas bumi diperkirakan sebesar 101,7 triliun kaki kubik.  Survei geologi oleh Dept. ESDM (2009) menemukan 68 cekungan baru yang mengandung potensi migas, 50 cekungan merupakan yang benar-benar baru ditemukan, sedangkan 18 cekungan lainnya merupakan perluasan dari cekungan yang telah teridentifikasi sebelumnya. Lokasi dari 68 cekungan baru itu tersebar di wilayah Sumatera, Selat Sunda, Kalimantan, Maluku, dan Papua yang sebagian besar juga terdapat di wilayah pesisir dan laut.  Contohnya, Blok gas Masela di Laut Timor, NTT memiliki potensi cadangan gas sebesar 10 TCF (trillion cubic feet) yang merupakan cadangan gas terbesar kedua di Indonesia setelah blok gas Tangguh di Papua dengan potensi cadangan gas sebesar 14,4 TCF.
Belum lagi potensi ekonomi dari industri dan jasa maritim (seperti galangan kapal, coastal and offshore engineering, pabrik peralatan dan mesin kapal, fibre optics, dan teknologi komunikasi dan informasi), pulau-pulau kecil, dan SDA non-konvensional yang sangat besar. SDA non-konvesional adalah SDA yang terdapat di wilayah pesisir dan laut Indonesia, tetapi karena belum ada tekonologinya atau secara ekonomi belum menguntungkan, sehingga belum bisa dimanfaatkan.  Contohnya adalah DEEP SEA WATER INDUSTRIES, bioenergi dari algae laut, energi gelombang, energi pasang surut, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), sumber-sumber mata air tawar di dasar laut, energi listrik dari ion Na+ dan Cl- , energi nuklir, dan mineral laut (Becker and Carlin, 2004).
Potensi total nilai ekonomi kesebelas sektor kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$ 800 miliar (Rp 7200 triliun) per tahun atau lebih dari tujuh kali APBN 2009. Sedangkan, kesempatan kerja yang dapat dibangkitkan mencapai 30 juta orang. Ekonomi kelautan bakal semakin strategis bagi Indonesia, seiring dengan pergesaran pusat ekonomi dunia dari Poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Dewasa ini, 70% perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Sekitar 75% dari seluruh barang dan komoditas yang diperdagangkan di dunia ditransportasikan melalui laut Indonesia dengan nilai sekitar US$ 1.500 triliun per tahun (UNCTAD, 2008).
Besarnya potensi laut pasti akan mengundang berbagai kepentingan untuk mengambil peran dalam memanfaatkannya. Pengelolaan wilayah pesisir jadi penting karena harus bisa melestarikan potensi yang ada serta di sisi lain dapat memanfaatkannya untuk kepentingan bersama. Hal itu terlihat dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dirumuskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pualu kecil adalah rangkaian suatu proses mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekonomi darat, laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan Wilayah Pesisir yang demikian kaya dengan berbagai potensi, mengingatkan kita perlunya pemahaman yang menarik terkait pengembangan potensi bisnis dengan pola SHARING PLATFORM, pola bisnis yang bisa menjangkau para peminatnya dengan cara yang menjanjikan. Masih ingat Facebook? Facebook kini sudah menjadi perusahaan media besar TANPA memproduksi konten apapun. Go-Jek dan UBER adalah perusahaan transportasi besar TANPA memiliki kendaraan. AIRBNB adalah perusahaan hospitality TANPA memiliki satu pun kamar hotel atau villa. Banyak yang menyebut fenomena ini sebagai sharing economy. Hal ini dimungkinkan oleh berbagai perusahaan tersebut rela bergabung karena memiliki business model berbasis platform. Apa yang dimaksud dengan platform? Sebaiknya kita sederhanakan saja. Secara sekilas, kita bisa melihat bahwa mereka tidak memiliki aset yang merupakan kunci dari operasi yang dijalankan. Mereka bisa bertahan dan berkembang pesat karena mereka menciptakan suatu wadah yang dapat menghubungkan calon pengguna dan pemilik aset dalam bahasa yang sama, yakni ingin bersama-sama menghasilkan uang. Wadah inilah yang disebut sebagai suatu platform.
Tren seperti inilah yang kita harapkan bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat, Pemda, BUMN, BumDes dan Swasta dalam mengelola wilayah pesisir di Indonesia. Mempertemukan para pengelola dengan Pemda sang pemilik asset untuk menghadirkan berbagai produk serta layanan andalan yang berada di wilayah pesisir yang kesemuanya itu bisa jadi lahan lapangan kerja bagi warga. Pemda bisa mengubah perkembangan dunia bisnis, perdagangan, ekonomi, dan pada akhirnya akan membawa kesejahteraan di tengah tengah kehidupan kita. Mari teruskan membaca potensi wilayah pesisir.
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berasaskan pada: keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peranserta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. Hal mana dilakukan  dengan cara mengintregasikan kegiatan : antar pemerintah dan pemerintah daerah; antar pemerintah daerah; antar sektor; antar pemerintah, dunia usaha, dan rakyat; antar ekosistem darat dan ekosistem laut; dan antar ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajeme. Dengan demikian dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan lepas dari kerusakan lingkungan yang makin parah. Perlindungan terhadap pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara implisit diatur dalam Chapter 17 dari Agenda 21. Sedangkan mengenai pentingnya perlindungan pelestarian lingkungan laut untuk mendukung pembangunan kelautan di atur dalam Bab XII UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea ) 1982. Tetapi untuk mensejahterakan warga pesisir bukanlah sesuatu yang mudah dan hal itulah yang akan anda temukan dalam membaca buku ini. 



[1] https://dahuri.wordpress.com/2008/01/01/transformasi-kekayaan-laut-untuk-kemajuan-kemakmuran-dan-kedaulatan-bangsa/

Rabu, 13 Juni 2018

Peduli Papua, Presiden Jokowi



Peduli Papua, Presiden Jokowi

By Cristian Pundulay

Banyak orang yg SOMAD (sok tau amad) ttg Papua, nulis begana begini begono ttg papua. Eh saya hidup di papua sejak 95 tak mau belagu nulis ttg papua, apalagi sok tauu.
Saya hidup di daratan Serui, tau serui tidak?
Daerah ujung tipis yg masyarakatnya hidup di garis bawah sejak bumi ini ada. miskin?? sudah pasti. tapi kami tau cara bersyukur pada Tuhan.
Stop lah menulis ttg kami anak anak papua, jangan lagi kalian mencari nama dgn seolah olah ber empati pada kami tapi tidak melakukan apa apa.
Kalian mungkin beruntung hidup di barat Indonesia. senangnya bukan main, serba ada dan murah.

Kalian lahir pakai dokter, kami tidak.
Kalian bisa menonton tivi sejak lahir bahkan sebelum lahir, kami baru 3 tahun ini.
Kalian bisa berjalan di aspal gagah, kami?? syukur syukur bukan kubangan babi.
Tau tak kalian berapa harga sekarung beras 50 kg?? sejuta cuk sejuta!!
Puji Tuhan kami tidak terlalu biasa makan nasi yg mewah dr kecil. Beras itu mewah bagi kami, makanan orang orang kaya. kami cukup hidup dengan talas atau enau. Syukur syukur kalau jagung lagi murah, sedikit mewah lah kami makan sekeluarga.

Tau tak kenapa rumah kami cuma bak kandang sapi kalian?? Siapa yg mampu beli semen satu sak 2,5 juta. Lihat uang segitu gak pernah broo. cuma tau baca kami disini. boro boro mau beli semen buat rumah, mikul semen satu sak 20 km udah mati duluan kami disini.
Terus apa kami marah dgn kondisi dan ketimpangan itu?? tidak.
Kami so biasa jadi anak tiri bahkan di anggap anak pungutan.
Kami biasa dilupakan meski kekayaan alam kami dikeruk sampai ke akar bumi. lalu uangnya diberi untuk kalian di barat sana. aspal kalian licin, rumah kalian terang, sekolah kalian bagus sudah, rumah sakit kalian mewah.

Kami dapat apa??
Dapat ampas dan kerusakan dr itu semua.
kami tidak marah, kami ikhlas berbagi sama kalian, kekayaan alam kami untuk mempercantik daerah kalian.
Kemudian hari ini daerah kami mulai dibangun, rumah sakit so ada dokter,
sekolah so pake sepatu.
harga beras murah sudah,
beli semen so tak semahal berlian lagi,
jalan kami mulai lebar tapi kalian ribut!
Apa cuma kalian yg ingin rumah sakit lengkap?
Apa cuma kalian yg ingin jalan beraspal?
Apa cuma kalian yg ingin makan nasi?
Apa cuma kalian yg ingin pasang listrik?

Heeiiiii kami jugaaa..

Kami juga manusia, manusia Indonesia, cukuplah kulit kami saja yg gelap, daerah kami jangan!
Cukup rambut kami saja yg bergelombang jalanan kami jangan!!
Cukuplah kekayaan alam kami saja yg kalian keruk, sifat kalian juga jangan macam beruk.
Ikhlas lah sedikit berbagi dgn kami anak anak papua, anak anak pelosok rimba yg juga ingin merasakan bagaimana di anggap layaknya manusia.!!

Di tangan tukang kayu yg rupanya tidaklah gagah, badan nya tidaklah tegap ...

Tapi kami di anggap...
Kami disetarakan.
Kami dihargai selayak manusia Indonesia.
Kami tidak kenal rupa tukang kayu itu,
tapi hasilnya kerja nya, membuat kami kenal bagaimana kearifan, kebijaksanaan, keadilan, kesejahteraan yg merata ada dalam benak kepemimpinannya dan dia mencoba untuk berbuat yg terbaik untuk kami.

Membangun tidaklah mudah, apalagi membangun Papua. daerah dgn struktur alam perbukitan, meliuk dan daerah yg masih beralam brutal karena tidak terjamah pembangunan selama ini.
Semua butuh waktu.. semua butuh proses..

Tapi seorang anak desa pinggiran sungai Bengawan Solo telah berupaya dan terus berjuang untuk kemajuan kami anak anak Papua.
Terima kasih presiden ku
Terima kasih bapak Joko Widodo
Di tangan anda, kami merasakan layak nya di anggap manusia Indonesia.

Salam dari Serui..
Dari anak bangsa yg pernah terpinggirkan.
Cristian Pundulay.

(tulisan diambil dari postingan Mbak Sri Setyo Pertiwi)




Selasa, 08 Mei 2018

Menjaga Marwah Perbatasan



Kedaulatan itu lahir dari pertarungan memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Pertarungan itu berupa perang selama 30 tahun (1618-1648) antara kaum Protestan dan kaum Katolik Roma berakhir di meja perundingan. Sekilas[1], perang ini adalah perang keyakinan. Namun, sesungguhnya perang di Eropa tersebut adalah perang tentang perebutan pengaruh dan kekuasaan. Lantaran itulah, perang ini melibatkan banyak negara. Sebutlah Swedia, Belanda, Jerman, Denmark, dan Italia. Perang yang menelan banyak korban tersebut diakhiri dengan perundingan damai Osnabruck dan Munster di Provinsi Westphalia, Jerman. Perjanjian damai ini dikenal dengan nama Perjanjian Westphalia.

d

Kedaulatan itu lahir dari pertarungan memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Pertarungan itu berupa perang selama 30 tahun (1618-1648) antara kaum Protestan dan kaum Katolik Roma berakhir di meja perundingan. Sekilas[1], perang ini adalah perang keyakinan. Namun, sesungguhnya perang di Eropa tersebut adalah perang tentang perebutan pengaruh dan kekuasaan. Lantaran itulah, perang ini melibatkan banyak negara. Sebutlah Swedia, Belanda, Jerman, Denmark, dan Italia. Perang yang menelan banyak korban tersebut diakhiri dengan perundingan damai Osnabruck dan Munster di Provinsi Westphalia, Jerman. Perjanjian damai ini dikenal dengan nama Perjanjian Westphalia.
Salah satu isi perjanjian Westphalia, yang jadi tonggak sejarah dan praktik hubungan dan hukum internasional, ialah adanya pengakuan kedaulatan negara tanpa campur tangan negara lain. Ini yang kita sebut SOVEREIGNTY OF STATE. Konsep kedaulatan negara inilah yang mengubah konstelasi politik global dan meneguhkan prinsip kesederajatan bangsa-bangsa yang ada di dunia ini.
Kedaulatan negara memiliki dua unsur utama: (1) pemegang kedaulatan (negara) secara mutlak memiliki otoritas dan (2) kedaulatan negara ditandai dengan adanya teritori, di mana otoritas mutlak itu dijalankan secara penuh. Kedua unsur ini acapkali dipostulatkan secara hukum dengan istilah supreme authority within a territory. Bagi filosof RP Wolff, otoritas adalah ”The right to command and correlatively the right to be obeyed.”
Jabaran dari perjanjian damai Westphalia mengenai kedaulatan negara ini diabadikan dalam Piagam PBB, khususnya dalam Pasal 2 (4), yang jelas menegaskan, semua anggota PBB (negara) dalam hubungan internasional mereka menjauhkan diri dari tindakan mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain atau dengan cara apa pun yang bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB. Kedaulatan suatu negara terkandung di dalamnya adalah otoritas penuh menjalankan hukum yang dibuat oleh negara tersebut. Membuat dan menjalankan hukum dalam wilayah dan teritori negara adalah kebebasan mutlak negara tersebut dan tidak boleh dicampuri negara lain.

                                           
Dalam hal hubungan Internasional, masalah teritorial merupakan salah satu penyebab klasik munculnya konflik antar negara dan menjadi ancaman abadi bagi perdamaian serta keamanan internasional Ketidakjelasan batas teritorial, salah satunya, menjadi faktor laten penyebab munculnya sengketa perbatasan yang akan mengganggu stabilitas hubungan antarnegara. Hal seperti itu sudah bukan lagi rahasia umum, boleh dikatakan 85% Negara di Dunia ini mempunyai permasalahan perbatasan dengan Negara tetangganya. Apalagi kalau hal itu kita lihat dibelahan Asia, hampir semua Negara punya masalah perbatasan dengan Negara tetangganya. Sebut saja nama negarnya, misalnya China atu Tiongkok, Negara ini punya permasalahan batas dengan India, dengan Jepang, dengan Korea Selatan, dengan Malaysia, dengan Brunai, dengan Vietnam, dengan Filipina. Indonesia sendiri mempunyai masalah perbatasan dengan sepuluh (10) Negara tetangganya.
Hal lain yang menentukan bagaimana bangsa lain melihat dan menaruh respek terhadap kedaulatan perbatasan suatu Negara, adalah dengan melihat kemampuan Negara itu dalam hal pengelolaan Ekonomi negaranya. Sulit untuk menghargai kedaulatan sebuah bangsa, kalau ternyata Negara itu tidak mempunyai kedaulatan dalam mengelola ekonomi negaranya. Seperti halnya dalam penegasan perbatasan, ternyata Indonesia juga mempunyai masalah serius dalam mengelola perekonomiannya. Minimal selama pemerintahan Orde Lama sampai jatuhnya Orde Baru.
Pada Era Reformasi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai -13% (minus 13%). Namun, perlahan tapi pasti ekonomi Indonesia semakin menunjukan pemulihan. Pada tahun 1999 ekonomi Indonesia naik menjadi 0,7%, jauh dari angka sebelumnya -13%. Ini sebenarnya belum maksimal dikarenakan investor masih belum percaya kepada ekonomi Indonesia kala itu, ditambah krisis politik Timor Timur pada 1999 yang menyebabkan lepasnya Timor Timur Indonesia. Inflasi Indonesia yang sebelumnya menembus angka 75%, akibat dari depresiasi mata uang dan krisis ekonomi mampu ditekan hingga menjadi 14% pada 1999.  Hal ini tidak terlepas dari bantuan keuangan oleh lembaga perbankan dunia seperti IMF yang nilanya mencapai 40 Milliar $ AS  sehingga mampu membantu Indonesia untuk mengatasi krisis. Tercatat pada tahun 1998 hutang indonesia mencapai 70% dari total PDB.
Kemudian ekonomi mulai stabil sejak tahun 2000an. Bahkan sejak 2000 – 2014 ekonomi Indonesia stabil dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 5%. Dari sisi inflasi, inflasi paling tinggi hanya pada tahun 2000 yang mencapai 20%. Dan kembali tinggi pada 2005, 2008, dan 2010 yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Namun pada tahun 2012 hingga 2015 inflasi stabil bahkan dibawah 11% dan kini jauh lebih kecil lagi dibawah 4%.
Dari sisi konstribusi PDB sektor pertanian, industri, dan jasa masih mendominasi. Bisa dituliskan ekonomi Indonesia setelah krisis yaitu sejak 2000 – 2014 berada dalam keadaan stabil. Dan pemerintah mampu mengatasi krisis dan menciptakan kondisi ekonomi dan politik yang stabil. Bahkan Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu pertama yaitu pada 2004 dengan sukses yang secara tidak langsung membuktikan kepada para investor bahwa Indonesia masih merupakan negara yang aman dalam hal ekonomi maupun politik. Walaupun hutang pemerintah Indonesia meningkat. Artinya secara ekonomi Negara kita masih jauh dari Negara-negara tetangga kita. Tetapi satu hal kita percaya Negara kita secara ekonomi sudah jauh lebih bagus dan sudah berada pada jalur yang benar.

Hal lain yang membuat orang lain menaruh respek pada perbatasan Negara adalah dilihat dari segi Pertahanan. Seperti apa Negara itu menjaga kedaulatan pertahanannya. Karena itu saya ingin memperlihatkan sisi pertahanan kita sebagai sebuah Negara kepulauan.  Pada hari kebangkitan Nasional di tahun 2015 Indonesia memperlihatkan pada dunia ada 40an kapal illegal pencuri ikan yang ditenggelamkan. Sebuah pengalaman nyata memperlihatkan bahwa ke depan Indonesia akan bertekad untuk mengamankan wilayah perairannya dari illegal apapun juga. Meski harus diakui, apa yang dilakukan itu barulah aksi yang sesungguhnya tergolong kecil, bila dikaitkan dengan besarnya jumlah illegal fishing yang menjarah kekayaan laut Nusantara yang jumlahnya lebih dari 7000 kapal. Tetapi dengan hal itu setidaknya Indonesia telah berani mencanangkan dan bertekad secara sungguh-sungguh untuk menjalankan amanat UU nya untuk melindungi segenap bangsa di seluruh wilayah tumpah darahnya.
Sejatinya UU telah mengamanatkan bahwa Negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara yang berada di pertemuan dua samudra (Hindia dan Fasifik) dan dua benua ( Asia dan Australia). Strategi pertahanan NKRI minimal, harus mampu memperhatikan realita geografi; bahwa (i) wilayah negeri ini terdiri dari rangkaian pulau besar dan kecil, dengan luas perairan 5 juta km², termasuk ZEEI serta daratan 2 juta km² (ii) ada tiga perbatasan darat, dengan seluruh rangkaian pulau dan kepulauan negeri yang terbuka dan berbatasan dengan sepuluh negara yang memiliki FIRE POWER yang berbeda beda, (iii) negeri dengan kewajiban menyiapkan 3 ALKI bagi dunia. Strategi pertahanan NKRI haruslah strategi pertahanan yang mampu manangkal, menindak dan memulihkan.


Kini kita sadar bahwa TNI AL kita harus kuat. Tetapi bagaimana menjadikan AL kuat kalau keadaan ekonomi nasionalnya masih dalam perjuangan? Di satu sisi kita memang harus sadar bahwa negara kita itu penuh hutang, dan pertahanan negara kita itu hanya dilakukan dengan alut sista bekas dan dengan tentara yang digaji ala kadarnya. Kalau kita bisa “nyadar” dan mau menyadari sebagai bangsa, barulah kita sadar alangkah “lembeknya” negeri ini yang masih memberi pengampunan bagi para koruptor yang merusak sendi-sendi kehidupan bernegara. Karen Mingst (Mingst,199:120) mengatakan, geografi bukan sekedar penghias peta, dan konfirmasi fisik bukan sekedar data. Memiliki letak geografi yang strategis tidak cukup menjadikan suatu negara berpengaruh, tapi yang lebih utama lagi adalah bagaimana negara itu memanfaatkan elemen geografic ini secara efektif dalam mencapai kepentingan nasionalnya, adalah yang terpenting. Jika tidak, ini hanya akan menjadi sebatas fakta saja.
Harapannya, Indonesia dapat memanfaatkan potensi maritimnya untuk menggerakkan perekonomian nasional, sehingga dapat meningkatkan pengaruh Indonesia di tingkat internasional. Namun, pertumbuhan ekonomi  akan selalu sejalan dengan peningkatan kekuatan Angkatan Lautnya. Sangatlah mustahil mengembangkan perekonomian maritim tanpa adanya kemampuan untuk mengamankan wilayah perairannya, jalur perdagangannya, rangkaian pelabuhannya serta semua kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Indonesia juga perlu mengawasi perairannya dan menyelesaikan berbagai persoalan penegasan perbatasannya serta memastikan tegaknya hokum di wilayahnya.
Secara sederhana sebenarnya Indonesia sudah mempunyai kemampuan untuk mempersenjatai negaranya sendiri. Indonesia telah memulai industri pertahanannya sejak tahun 1958. Hanya saja para pimpinan kitalah yang kurang menghargai kemampuan bangsanya sendiri. Lihatlah negara India, dan perhatikan pula China, kemampuan dua bangsa itu tidak ada yang istimewa, tetapi mereka mampu membangun negaranya dengan cara mereka sendiri. Kemudian lihat kita di Indonesia, semua kita punya, tetapi Negaranya sibuk dengan semua urusan yang bukan menjadi urusan demi kejayaan bangsanya, masih disibukkan dengan urusan demi golongan dan urusan demi partai. Dalam kondisi seperti itulah kita menjaga Marwah Perbatasan kita. Entah seperti apa bangsa lain melihat kita, biarlah itu mereka saja yang tahu. Harapan kita, semoga bangsa kita bisa sadar dan kukuh untuk mau memajukan bangsa dan Negara sendiri. 





[1] Hamid Awaluddin Mantan Duta Besar RI Di Rusia Dan Belarus (Sumber : Kompas, 26 Januari 2016)

Kamis, 15 Maret 2018

Buku Perbatasan : BumDes & BUMNas Sinergis Bisnis Desa Kian Semarak




BumDes & BUMNas Sinergis, BerBisnis Di Desa Kian Semarak


Sejatinya semua pihak sudah sangat paham dan bahkan sudah akrab dengan semua permasalahan Urbanisasi. URBANISASI[1] sebenarnya fenomena yang jamak terjadi pada hampir seluruh kota besar di seluruh dunia. Tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun, kota-kota metropolitan atau ibu kota selalu menjadi primadona tenaga kerja dari seluruh penjuru dunia. Sebut saja Tokyo, New York, Shanghai, Hong Kong, Seoul, dan New Delhi yang menjadi pusat bisnis pasti juga menjadi primadona bagi para tenaga kerja. Tingkat kepadatan kota-kota tersebut juga melampaui kota-kota lainnya. Artinya, sebenarnya urbanisasi merupakan suatu fenomena yang wajar dan bahkan merupakan keniscayaan dari sebuah kompetisi pasar tenaga kerja. Tak dapat dimungkiri, kota-kota besar juga membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak guna mendukung berbagai sektor yang diberkembangkan.

Urbanisasi menjadi persoalan yang serius bagi Indonesia ketika hanya ada satu kota yang mendominasi tujuan para urban. Ibu kota Jakarta seolah menjadi kota impian dari seluruh penjuru Tanah Air. Para pencari kerja dari Sabang sampai Merauke hampir semuanya berkiblat pada kesuksesan kerja di Jakarta. Hal itu wajar karena Jakarta tidak hanya ibu kota, tapi juga pusat bisnis sekaligus pusat administrasi pemerintahan dan kekuasaan politik. Tidak hanya para tenaga kerja profesional dan terdidik yang menyerbu Kota Jakarta, sebagian besar bahkan justru tenaga kerja tidak memiliki bekal pendidikan dan keterampilan sama sekali.
Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat laju urbanisasi di Indonesia per tahun mencapai sekitar 4%. Jika fenomena ini terus berlanjut, diperkirakan pada 2025 sekitar 68% penduduk Indonesia berada di perkotaan. Bagi Indonesia urbanisasi yang terjadi di berbagai kota justru menimbulkan permasalahan di keduanya, baik di kota tujuan maupun desa yang mereka tinggalkan. Secara makro hal tersebut dikonfirmasi data BPS. Tingkat kemiskinan di perdesaan tetap jauh lebih tinggi (13,96%) daripada di perkotaan (7,73%). Sebaliknya, urbanisasi hanya menciptakan beban perkotaan jauh lebih tinggi (0,42) jika dibandingkan dengan perdesaan (0,33). Artinya, dua indikator kesejahteraan makro tersebut menunjukkan Urbanisasi memang membuat permasalahan.

Urbanisasi Karena Minimnya Peluang di Desa

Selama ini urbanisasi selalu distigmakan bahwa orang akan cenderung mencari kehidupan di kota karena upah di perdesaan sangat rendah. Kini kondisi di perdesaan, terutama di Jawa, justru terbalik. Sebagai dampak dari masifnya urbanisasi tenaga kerja muda, terdidik, dan terampil ke kota, tenaga yang tersisa di perdesaan tinggal tenaga kerja berusia tua. Konsekuensinya hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja terjadi, upah buruh tani melejit. Di beberapa daerah pertanian di Jawa Tengah dan Jawa Timur upah buruh tani bisa mencapai Rp80 ribu-Rp100 ribu hari. Bahkan, jika musim tanam maupun musim panen berbarengan, akan sangat sulit mendapatkan tenaga kerja. Sementara harga jual komoditas pertanian tidak mengalami kenaikan yang berarti. Dengan demikian, pemilik lahan yang sempit, semakin tidak memiliki insentif ekonomi untuk berusaha tani.
Strategi umum dan baku guna meminimalisasi terus merebaknya arus urbanisasi tentu dengan menambah pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan yang diharapkan akan mampu menarik sumber daya yang terdidik dan terampil dari kota atau mereka diharapkan tidak lagi meninggalkan desa. Komitmen pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk mengangkat masyarakat dari lilitan kemiskinan tak diragukan lagi. Setidaknya itu dibuktikan dengan sembilan agenda prioritas yang lebih dikenal program Nawacita[2]. Program Nawacita itu digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Program dana desa yang dilaksanakan sejak tahun 2015 merupakan salah satu implementasi dari program Nawacita, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Sejak itu setiap tahun pemerintah mengucurkan DANA DESA (DD) mencapai puluhan triliun. Masyarakat dan pemerintah desa sebelumnya tak pernah bermimpi untuk mengelola dana pembangunan ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Beberapa tahun sebelummya Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sangat kecil, sehingga tidak banyak yang bisa diperbuat untuk mengembangkan desanya. Karena itu kehadiran dana desa telah mengubah wajah desa. Kini desa mulai menggeliat, terutama dengan dibangunnya infrastruktur dasar, seperti pemenuhan kebutuhan air bersih baik di perkampungan maupun di perkotaan, pelayanan listrik dan program peningkatan jalan-jalan di kecamatan dan perkampungan.
Dana desa tersebut juga telah mampu menggerakkan perekonomian desa, karena selain untuk pembangunan infrastruktur desa, dana yang bersumber dari APBN itu juga diprioritaskan untuk membuka Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau menambah modal kerja. BUMDes telah terbukti mampu menggerakkan perekonomian masyarakat desa. Sektor usaha yang dikelola BUMDes mulai menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan,  hal seperti itu bisa kita lihat dimana-mana dan tak terkecuali di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Kini Berbisnis Di Desa Kian Semarak

Tahun 2017 total alokasi dana desa yang dikucurkan untuk desa di seluruh Indonesia mencapai Rp60 triliun, mengalami kenaikan tiga kali lipat dari tahun anggaran 2015 dan mengalami kenaikan 28 persen dari dana desa tahun 2016 yang sebesar Rp49,96 triliun. Khusus untuk Provinsi NTB mendapatkan dana desa sebesar  Rp860 miliar lebih tahun 2017 untuk 995 desa, meningkat dari tahun 2016 sebesar Rp677 miliar lebih. Besarnya dana desa untuk masing-masing desa bervariasi antara Rp800 juta hingga Rp1,1 miliar. Ini tergantung dari luas wilayah, jumlah penduduk dan tipologi desa.Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (PMPD-Dukcapil) NTB H Rusman menilai program dana desa tersebut merupakan strategi yang paling tepat untuk menggerakkan perekonomian masyarakat desa."Kita berharap semua dana itu berputar di desa dan untuk kebermanfaatan masyarakat desa. Strateginya kita harus sepakat BUMDes menjadi solusi alternatif, karena BUMDes bisa membuka berbagai unit usaha mulai dari unit usaha jasa, pertokoan hingga simpan pinjam. Jadi tergantung dari potensi desa," katanya waktu itu (20 Maret 2017)
Bahkan, kata dia, BUMDes juga bisa mengelola objek wisata, dengan sedikit sentuhan, maka akan memberikan keuntungan cukup besar bagi desa. Rusman berharap ke depan BUMDes bisa menjadi "holding company" (perusahaan induk) di desa dan semua diharapkan kepada seluruh masyarakat jika membeli kebutuhan mulai dari yang terkecil hingga besar memanfaatkan BUMDes."Ini proses yang harus dikawal bersama. Kini saya berupaya 'membakar' semangat masyarakat desa agar semakin bersemangat dalam mengembangkan dan memajukan usaha BUMDes," kata Rusman. Ia mengakui saat ini sejumlah BUMDes di NTB mulai menapaki kemajuan. Sebagai contoh BUMDes Lentera atau Lendang Nangka Sejahtera di Desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur.
BUMDes Lentera mengelola sejumlah unit usaha, antara lain perusahaan air minum (PAM) Desa, mengolah sampah, pertokoan, jasa penyewaan alat dan unit pengelolaan tempat rekreasi atau wisata. Dalam pengelolaan unit usaha PAM Desa (PAMDes), BUMDes Lentera berhasil mengukir prestasi tingkat nasional. PAMDes Asih Tigasa, yang merpakan unit usaha di bawah BUMDes Lentera yang mengelola usaha air minum. BUMDes Lentera meraih predikat BUMDes terbaik nasional untuk kategori inovatif, karena dinilai berhasil mengelola perusahaan air minum dengan tarif relatif kecil, yakni hanya Rp200 untuk 1 meter kubik air. Menurut Rusman, BUMDes berprestasi di NTB tidak hanya BUMDes Lentera, tetapi juga BUMDes Calabai di Kabupaten Dompu yang berhasil mengelola unit usaha pasar desa, sehingga berkembang cukup baik. Selain itu juga unit usaha pertokoan dan menyalurkan pupuk kepada para petani.
"Saya menilai unit usaha pupuk ini cukup potensial, karena BUMDes bisa menyetok dan melayani para petani di desanya, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan memperoleh sarana produksi (saprodi) pada saat musim tanam," kata Rusman. Untuk unit usaha pariwisata, Rusman mencontohkan objek wisata di Bilabante, Kabupaten Lombok Tengah, yang dikelola oleh BUMDes dan cukup berhasil. Di objek wisata itu pengunjung bisa bersepeda mengelilingi areal persawahan, kemudian masuk kampung untuk membeli kerajinan dan di lokasi itu tersedia homestay tempat istirahat. Untuk menikmati objek wisata ini wisatawan harus membayar antara Rp150.000 hingga Rp225.000. "Dana tersebut masuk ke desa. Karena itu kalau tempat wisata dikelola dengan baik maka akan menghasilkan keuntungan untuk BUMDes dan masyarakat sekitarnya," kata Rusman.
Impian Pemerintah Provinsi NTB untuk menjadikan BUMDes sebagai "holding company" bak gayung bersambut dengan kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemenDes PDTT) yang telah membentuk holding company BUMDes skala nasional pada Juni 2017.
Menteri Desa Eko Putro Sandjojo mengatakan pembentukan holding BUMDes ini untuk mendorong pengembangan ekonomi desa secara merata. "BUMDes ini, supaya bisa berkembang, maka perlu adanya “holding” di tingkat nasional. Supaya bisa mendapatkan pendampingan yang sama. Karena BUMDes yang sukses punya resources (sumber daya)," ujarnya waktu itu. BUMDes merupakan badan usaha di mana seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki desa melalui penyertaan secara langsung dari kekayaan desa yang dipisahkan. Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa menyebutkan fungsi BUMDes adalah mengelola aset, jasa pelayanan maupun usaha lain untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pemerintah pusat menyarankan kepada pemerintah tingkat desa agar tidak hanya menggunakan dana desa yang dikucurkan langsung dari pusat untuk pembangunan infrastruktur, tapi juga untuk membentuk dan mengembangkan BUMDes.




Khusus untuk BUMDes, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo menjelaskan, BUMDes sejatinya sudah ada sebelum pemerintahan Joko Widodo. Tapi dulu jumlahnya baru sekitar 2.000-an dan sekarang menjadi 18.000 BUMDes dengan segala dorongan yang dilakukan pemerintah. Namun tidak semua BUMDes telah terhasil dengan baik. Dari 18 ribu-an BUMDes hanya sekitar 4 ribuan yang benar-benar aktif dan membukukan keuntungan puluhan juta sampai yang di atas Rp 10 miliar. “Banyak desa yang tidak mempunyai sumber daya manusia yang mampu mengelola BUMDes sehingga banyak yang belum berjalan dengan baik,” kata Eko. Untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah pun lanjutnya membentuk PT. Mitra BUMDes Nusantara (MBN) yang bertujuan menjadi mitra pendamping BUMDes di desa-desa. MBN sendiri dimiliki oleh beberapa perusahaan BUMN yang mempunyai produk yang di jual ke desa seperti Pertamina, Pupuk Indonesia, Bulog, Danareksa, RNI, Perhutani dan sebagainya.
MBN sedianya akan membentuk PT. Mitra BUMDes desa (MBD) di setiap desa. MBD kepemilikannya adalah 51% milik MBN. Kemudian BUMDes dengan Rp 49 juta dapat memiliki 49% saham MBD. Eko menuturkan, selain untuk pendampingan di semua desa, keberadaan MBN juga untuk mencegah terjadinya moral hazard karena negara melalui MBN memiliki saham mayoritas. Selanjutnya, ada tujuan afirmasi nantinya, karena semua produk subsidi yang diproduksi oleh perusahaan-perushaan BUMN akan disalurkan ke desa-desa melalui MBD. “Sehingga MBD mempunyai bisnis utama yang dapat dijadikan bread and butter nya untuk survive dan mengembangkan usaha lainnya,” lanjutnya.
Eko mengharapkan nantinya MBD bisa berkembang membantu koperasi-koperasi, seperti koperasi distribusi, koperasi angkutan, koperasi paska panen dan sebagainya. MBD juga dapat dimanfaatkan untuk menunjang program-program lain seperti prukades, pengelolaan embung, pengelolaan sarana olah raga dan pengelolaan sarana lainnya yang dibutuhkan oleh desa. Menurutnya, dengan fungsi-fungsi tersebut, tidak sulit bagi setiap MBD membukukan keuntungam Rp 100 juta per bulan atau Rp 1.2 miliar pertahun. Artinya, jika MBN berhasil membentuk MBD di 75 ribu desa di Indonesia, maka MBN akan membukukan keuntungan bersih secara konsolidasi sebesar Rp 75 trilun.“Sampai saat ini belum ada BUMN dan perusahaan swasta nasional yang membukukan keuntungan sebesar itu. Ini membuktikan karena Indonesia negara besar, usaha desa kalau dikonsolidasikan bisa besar juga,” jelas Eko.
Sekiranya nanti MBN menghasulkan net profit Rp 75 triliun, jalan untuk go public bisa lebih lebar. “Kalau PER-nya (Price to Earning Ratio) 20 maka kapitalisasi marketnya akan sekitar Rp 1500 triliun. Jadi desa juga bisa memiliki perusahaan kelas dunia,” imbuhnya Dengan kapitalisasi market Rp 1500 triliun pun, MBN bisa melakukan right issue (penerbitan saham kembali) sampai Rp 750 triliun. Hasil right issue tersebut bisa dikembalikan ke desa sebagai tambahan dana desa. Artinya, jika sampai senilai Rp 750 triliun, itu berarti 12 kali lipat dari dana desa tahun ini yang dianggarkan sebesar Rp 60 triliun.







[1] Enny Sri Hartati. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam tulisannya pada- http://www.mediaindonesia.com/news/read/111195/jurus-mengikis-urbanisasi-permanen/2017-07-03
[2] https://www.wartaekonomi.co.id/read134601/membangun-bumdes-menuju-holding-company-usaha-desa.html