Senin, 24 Desember 2018

Diplomasi Indonesia Di Tahun 2019



Diplomasi Indonesia Di Tahun 2019
Oleh : B Josie Susilo Hardianto[1]

Setiap pagi, di tengah dunia yang diwarnai banyak gejolak dan tarikan kepentingan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi tetap menatap dunia dengan optimis. Dalam wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Jumat (21/12/2018), ia yakin, konsistensi diplomasi Indonesia akan mampu menjawabnya.

Tanya (T): Situasi dunia terus berubah, ada kecenderungan beberapa negara besar memilih sikap unilateral. Bagaimana Anda melihatnya?

Jawab (J): Semua orang mulai paham, dunia saat ini penuh tantangan, setiap hari ada saja kejutan. Terus ada kecenderungan me first policy, saya duluan. Dari sisi Indonesia memandang, kita harus konsisten. Konsisten dalam arti begini. Untuk menata satu dunia yang membuahkan keuntungan bagi semua pihak, tidak mungkin dikelola dengan me first policy. Karena kalau ‘saya duluan’, keuntungan itu tidak bisa dibagi secara adil, pasti. Kalau merata baik, tetapi itu tidak mungkin. Setidaknya ada asas keadilan, karena kalau me first policy, berarti saya duluan, yang lain belakangan.
Nah, oleh karena itu, kita yakin bahwa tata kelola dunia memang harus berdasarkan multilateral, di mana semua negara, semua bangsa memiliki hak untuk bersama-sama memikirkan tata dunia sebaiknya. Dan setelah kesepakatannya ada, menjadi tugas semua negara untuk menghormati apa yang sudah disepakati.
Tugas kita bersama-sama mencari teman sebanyak mungkin agar tata kelola multilateralisme ini dapat ditegakkan. Karena sekali lagi, saat kita bicara unilateralisme, me first policy, ukurannya bukan ukuran yang disepakati bersama. Di situlah ada kecenderungan yang besar akan memaksa yang kecil.
Di dalam sistem multilateral, ada mekanisme saling membantu, dalam rangka menjadikan dunia ini sebagai tempat di mana negara-negara di dalamnya dapat hidup lebih baik secara bersama-sama.
Kalau di Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada yang besar, ada yang kecil, tetapi yang kecil ini bisa berkelompok, berkelompok suaranya dijadikan satu menjadi yang lebih besar, untuk mengimbangi suara yang besar. Tetapi kalau kemudian, one on one dan yang diberlakukan me first policy, ya jelas yang akan lebih memetik keuntungan adalah pihak yang besar.

Oleh karena itu, kita mencoba mencari teman sebanyak mungkin, sekali lagi, agar tata kelola dunia ini tetap memperhatikan multilateralisme, agar mementingkan kepentingan semua pihak, yang besar membantu yang lemah. Karena kalau yang lemah terus menjadi lemah kita yakini satu saat akan terjadi instabilitas, akan mempengaruhi instabilitas dunia.
Misalnya, kalau kita bertetangga di dalam satu wilayah, gapnya terlalu besar, ada negara yang kaya sekali ada negara yang miskin sekali dengan angka pengangguran tinggi sekali, dan kita tidak mempedulikan negara itu, akhirnya dengan angka pengangguran tinggi ini bisa terjadi frustrasi, dan bila muncul situasi tidak ada harapan akan banyak sekali dampaknya, bisa menjadi migrasi yang irregular, atau bahkan terjadi konfllik. Oleh karena itu, kalau di dalam sistem multilateral, ada mekanisme saling membantu, dalam rangka menjadikan dunia ini sebagai tempat di mana negara-negara di dalamnya dapat hidup lebih baik secara bersama-sama.

(T): Dalam situasi seperti itu, bagaimana Anda melihat peran asosiasi regional?

(J): Saya kira fungsi organisasi regional menjadi lebih penting artinya. Kalau ASEAN sudah jelas, 50 tahun kemarin ASEAN telah memperkuat diri menjadi satu organisasi kawasan, 50 tahun ke depan ASEAN harus bisa juga memberikan kontribusi kepada dunia.
Di dalam keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB, salah satu prioritas adalah bagaimana memperkuat organisasi-organisasi regional ini. Kita tahu, kalau ada krisis di dalam satu kawasan, kalau di situ ada organisasi yang kuat yang fungsional, yang berfungsi dengan baik, organisasi itu akan dapat mengelolanya sebelum masalah itu melebar ke mana-mana. Oleh karena itu, kita memandang pentingnya organisasi-organisasi regional itu kuat untuk mendukung sistem yang ada di PBB.
Dalam konteks inilah maka Indonesia di dalam KTT ASEAN bulan November lalu, kita bahas mengenai Rakhine, ini menggunakan asumsi bahwa organisasi kawasan harus memiliki peran dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan, Indonesia kemudian mengusulkan keterlibatan AHA Centre di Negara Bagian Rakhine. Karena selama ini keterlibatan AHA Centre masih sangat terbatas, kita tahu ada defisit kepercayaan antara Myanmar dan dunia internasional yang karena persoalan itu justru tidak membantu terjadinya pemulihan segera di Rakhine yang memungkinkan para repatrian kembali. Kita selalu mengatakan, tiga syarat repatriasi, adalah sukarela, aman, dan bermartabat. Oleh karena itu Presiden mengatakan, mari kita coba bangun kepercayaan di antara ASEAN, kita satu keluarga, just trust your family.
Kita bersama Myanmar membuka pintu bagi AHA Centre, dan Sekretariat ASEAN untuk membuat penilaian dan kemudian membangun kerja sama dengan dunia internasional dan lembaga-lembaga PBB.

(T): Anda optimistis dengan gerakan regional itu?

(J): Saya yakin, untuk ASEAN saya masih memiliki keyakinan yang tinggi walaupun tantangannya sangat-sangat berat. Konsekuensi kita menjadi anggota satu organisasi adalah menyeimbangkan antara kepentingan kita dengan kontribusi kita pada organisasi itu. Keseimbangan antara memperjuangkan kepentingan nasional dengan memikirkan lingkungan kita yang lebih luas, berkontribusi pada organisasi regional, sangat penting.
Tidak ada manfaatnya, katakanlah, Indonesia stabil, politik kita stabil, ekonomi kita bagus, tetapi ada sengketa di kawasan. Menjaga rumah, berarti menjaga rumah kita, menjaga lingkungan kita. Tantangannya berat, tetapi kita harus bisa.
Saya kira tidak ada opsi lain bagi ASEAN untuk tetap menjadikan ASEAN ini duduk di ‘kursi pengemudi” untuk mengelola Asia Tenggara untuk tetap menjadi kawasan yang damai dan stabil. 50 tahun telah membuktikan dengan cara ASEAN, ASEAN mampu untuk menjadikan Asia Tenggara kawasan yang stabil dan damai dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dunia. Saya kira tidak ada opsi bagi ASEAN untuk memperkuat ikatan di antara ASEAN.
(T): Untuk menjadi pembangun jembatan, apa yang bisa diandalkan Indonesia?
(J): Saya bicara dulu di tingkat ASEAN. Di ASEAN jelas sekali bahwa faktanya kita adalah negara paling besar, kita harus memberikan kontribusi juga yang besar. Bagusnya Indonesia, saya harus akui, kita tidak pernah menggunakan kebesaran kita ini untuk mengambil posisi me first policy pada saat kita bicara dengan ASEAN. Ikatan ASEAN itu yang jadi pertimbangan.
Ini jangan ditabrakkan dengan kepentingan nasional. Perjuangan kita untuk kepentingan nasional tetap nomor satu, tetapi bukan berarti memperjuangkan kepentingan nasional itu kemudian mengorbankan semuanya. Saya kira, itu tidak akan dilakukan juga oleh banyak negara.
Saat ASEAN dalam masalah, kita berusaha untuk menyatukan kembali ASEAN. Ini kelihatan sekali dalam perjalanannya, kita berusaha tetap menjaga ASEAN sebagai satu organisasi yang solid. Di tengah segala tantangan yang dihadapi, ASEAN sampai sekarang solid.
Kalau kita lihat, dunia menghargai Indonesia karena konsistensi politik luar negeri Indonesia yang bermartabat. Kita tahu kita negara yang besar. Kita tahu kita memiliki aset. Aset itu, antara lain, menjadi salah satu negara demokrasi terbesar, sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, ekonomi kita juga bagus, dan sebagainya. Aset itu kita kapitalisasi untuk memberikan kontribusi bagi dunia.
Jadi, dunia tahu di tengah tantangan yang membaurkan banyak nilai yang membingungkan semuanya, mereka melihat bahwa politik luar negeri Indonesia konsisten, terus bersuara, dan memperjuangkan nilai-nilai universal. Di situlah kita dihormati oleh negara-negara lain. Saat terjadi krisis kemanusiaan, kita selalu berada di barisan paling depan, misalnya saat terjadi bencana alam, seperti saat terjadi bencana alam di Fiji, Vanuatu, kita ada di sana.
Indonesia juga terlibat dalam upaya kemanusiaan di Rakhine, Palestina, dan Afghanistan. Saat terjadi konflik, kita selalu berperan untuk selalu menjembatani aneka perbedaan. Konsistensi Indonesia ini, rekam jejak diplomasi Indonesia membuat negara-negara di dunia menghormati Indonesia, dan Indonesia bukan bangsa yang mudah ditekan oleh pihak lain.
Jadi, saat saya ditanya, apakah menerima tekanan? Menerima ya, tetapi apakah posisi kita akan berubah? Saya sampaikan, posisi politik luar negeri Indonesia akan ditentukan oleh kepentingan nasional Indonesia. Itu yang membuat kita enak. Bebas aktif, kita mainkan di situ. Ini kepentingan kita, ini yang akan kita tuju. Alhamdulillah, kita kokoh, tegak berdiri sebagai bangsa Indonesia yang bermartabat.

(T): Soal konsep Indo-Pasifik, apa yang Indonesia tawarkan?

(J): Dengan rekam jejak yang baik dari Indonesia dan rekam jejak yang baik dari ASEAN, kita berusaha menjual satu konsep, di mana satu isu itu tidak hanya didekati dari eksklusivisme. Bahwa inclusiveness akan selalu lebih baik daripada exclusiveness.
Oleh karena itu, saat kita bicara mengenai kawasan Indo-Pasifik, sudah menjadi naturally speaking negara-negara kunci di Indo-Pasifik harus diajak bicara semua. Karena kalau kita bicara Indo-Pasifik, kemudian ada negara-negara yang dieksklusi, tidak masuk akal dong. Indonesia mengeluarkan satu konsep yang mengajak semua pihak bicara memberikan idenya untuk memperkaya konsep ini. Sehingga nanti pada akhirnya, saat konsep ini disepakati, hasilnya baik buat semua.
Dengan ASEAN, kita sudah bicara pada EAS (KTT Asia Timur) kemarin di Singapura. Presiden sudah menyampaikan konsep itu. Tahun 2014 Presiden mengeluarkan konsep mengenai masalah maritime fulcrum, konsep maritim Indonesia. Di tahun 2018 di EAS, Presiden menyampaikan konsep Indo-Pasifik yang salah satu tumpuannya adalah kerja sama maritim sehingga tergambar satu koneksi yang jelas antara maritime fulcrum Indonesia dengan konsep Indo-Pasifik ASEAN. Jadi, (konsep Indo-Pasifik) Indonesia sudah dan sekarang sedang diperkaya oleh ASEAN. Sekali lagi, buat Indonesia tidak ada me first.
Konsep boleh datang dari Indonesia dan everybody recognize that tetapi kita ingin, konsep ini menjadi konsep ASEAN. Dan kita ingin selain aspek keterbukaan dari negara-negara yang diconsult kita ingin ASEAN tetap berada di driving seat, karena dengan sentralitas ASEAN maka disinilah mesin balancing ini akan jalan. Selama ini kan kita memainkan balancing power. Itulah yang kira-kira kita gambarkan mengenai konsep Indo-Pasifik.
Kita sudah berbicara dengan semua pihak, ASEAN sudah jelas, kita bicara dengan big power, dengan negara-negara di kawasan, India, Jepang, Korea Selatan, China dengan Rusia dengan AS, dengan Australia bahkan dengan Selandia Baru kita bicara dan itulah keunggulan Indonesia, karena kita dihormati karena kita bermartabat, enak buat kita berbicara, jadi saya bisa masuk ke sana-sini bisa bicara dengan enak, penerimaan mereka enak, saat saya bicara mereka tidak suspicious, ini ngapain Indonesia, no mereka menerima dengan baik, alhamdullilah hubungan saya dengan hampir semua menteri luar negeri hingga saat ini baik. Sehingga pada saat masalah-masalah muncul dengan hubungan yang sangat baik itu bisa membantu menyelesaikan



(T): Apakah itu juga termasuk untuk isu Palestina, karena beberapa Negara berubah setelah AS menegaskan memindahkan kedutaan mereka ke Jerusalem?

(J): Jadi untuk Palestina itu sebenarnya begini, kalau ditanya posisi Indonesia sudah jelas, saya tidak perlu jelaskan lagi. Pemerintah Indonesia sangat konsisten karena sekali lagi ini adalah amanat konstitusi. Dan dari pertemuan saya dengan semua elemen bangsa, elemen masyarakat, bertemu dengan para mahasiswa dalam diplofest, di situ kelihatan dukungan masyarakat terhadap keberpihakan kita terhadap Palestina jadi kalau dilihat dari pertanyaan posisi Indonesia saya kira sudah sangat jelas.
Sekarang mengenai masalah dunia, kita tahu sudah cukup banyak resolusi Dewan Keamanan (PBB) mengenai masalah Palestina. Tugas kita adalah bagaimana kita mengajak dunia untuk konsisten menghormati resolusi-resolusi tersebut. Dan kita ingatkan kepada dunia masih ada utang yang belum diselesaikan dan utang itu, kita yakin hanya bisa diselesaikan kalau kita memakai negosiasi yang melibatkan Palestina dan Israel.
Dengan beberapa butir dari resolusi, ada enam butir yang harus diselesaikan sehingga kita sangat prihatin kalau terjadi perkembangan yang keluar dari resolusi Dewan Keamanan PBB. Tugas kita adalah dan semua pihak tahu, dunia tahu, kita berada di garda depan untuk tetap mengingatkan dunia mengajak dunia, untuk menghormati resolusi-resolusi DK PBB mengenai Palestina dan tadi saya bicara tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga masyarakat Indonesia dukungannya sangat kuat bagi Palestina.
Dan kita banyak sekali melakukan inovasi, seperti misalnya Badan Zakat Nasional untuk membantu Palestina mereka menandatangani mou dengan UNRWA dan The Jordan Hashemite Charity Organization for Relief and Development (JHCO) Baznas badan zakat pertama yang … untuk membantu pengungsi Palestina, pemberdayaan masyarakat kita untuk Palestina menjadi salah satu prioritas, terakhir kita sampai mendidik pilot dari Palestina. Belum lagi, pemberdayaan ekonomi kita memberikan zero tariff untuk beberapa produk.
Jadi, kita betul, selain dukungan politik yang kita berikan, kita berusaha memberikan dukungan lain yang sifatnya meng-empower rakyat Palestina sehingga pada satu titik, one day, insya Allah, Palestina akan mendapatkan haknya penuh. Sebagai negara yang merdeka, maka masyarakatnya ini sudah kokoh. Tentunya yang akan sangat membantu perjuangan rakyat Palestina ini adalah kesatuan Palestina. Persatuan Palestina ini sangat penting artinya untuk mendampingi perjuangan negara-negara yang membantu Palestina untuk memperjuangkan hak mereka, karena kalau mereka tidak bersatu akan sulit juga akanmenjadi tantangan tersendiri bagi kemerdekaan mereka.

(T): Tahun depan akan dibahas di DK PBB?

(J): Pasti akan masuk dalam salah satu agenda DK PBB dan Indonesia akan konsisten dengan posisi itu.

(T): Apakah akan menjembatani faksi-faksi di Palestina untuk bertemu?

Indonesia akan melakukan apapun untuk mendukung perjuangan Palestina, dan saya kira kita tidak bisa menegasikan, Negara-negara yang ada disekitarnya misalnya Mesir yang memang sudah bersusah payah, menjembatani perbedaan antara fatah dan hamas. Itu sudah dilakukan oleh Mesir jadi bisa saja Indonesia akan mendukung Mesir untuk misi itu, jadi jangan sampai ada – kayak – rebutan ini sudah jadi dilakukan oleh Mesir tiba-tiba Indonesia buat baru, tetapi kalau saling memperkuat untuk tujuan yang sama baik, kita siap.

(T): Bagaimana dengan OKI yang tampaknya lebih kendor saat ini?

(J): OKI kita terus menerus, saya kira dalam beberapa resolusi yang terakhir kita melihat soliditas OKI, karena draf-draf resolusi yang terkait dengan Palestina itu biasanya sponsornya OKI.

 (T): Perubahan geopolitik di Timur Tengah juga mempengaruhi Palestina?

(J): Sejauh ini terkait Palestina, OKI dan Negara-negara di timur tengah masih solid. Terakhir itu September, di Majelis Umum PBB saya bertemu dengan beberapa menteri luar negeri Timteng dan setiap kali berbicara dengan mereka saya selalu menanyakan mengenai Palestina saya kira masih solid.

(T): Jadi harapan untuk proses-proses damai itu masih memungkinkan?

(J): Harus terus didorong, harus terus didorong. Karena tidak mungkin diselesaikan begitu saja, harus ada proses perundingan. Karena di dalam perundingan itulah akan dicapai satu titik tengah yang memang di dalam perundingan itu kan semua pihak akan mendapatkan hasil yang 100 persen, tetapi di situlah di mana setiap pihak merasa diuntungkan.

(T): Tahun depan lebih optimis dengan DK PBB, melihat pertarungan yang masih sengit?

(J): Yang kita janjikan Indonesia akan melakukan yang terbaik untuk dapat memberikan kontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia. Pada saat kita masuk di dalam DK PBB kita tahu tantangannya akan berat tetapi kita ingin—insya Allah—kita berperan di DK PBB. Tantangannya sudah bisa kita perkirakan tetapi sekali lagi janji Indonesia adalah kita berusaha berkontribusi semaksimal mungkin.

(T): Tantangan terberat yang sudah diperkirakan?

(J): Tantangan terberat itu adalah mengenai masalah lebih banyaknya pendekatan yang dilakukan secara unilateral. Karena itu dorongan untuk melakukan pendekatan multilateral akan terus dilakukan.



[1] Wawancara Khusus Menlu RI, RI Meniti Deru Gelombang Dunia  Oleh : B Josie Susilo Hardianto, Kompas, 23 Desember 2018