Kamis, 18 Juni 2009

PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NASIONAL(I)


PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NASIONAL(I)
Oleh : Harmen Batubara

1. Pendahuluan . Wilayah NKRI secara geografis berada pada posisi terbuka serta berada pada lintas kepentingan dunia dan berada diantara dua benua (Asia-Australia) dan dua samudera ( Samudra Atlantis-Pasifik) juga merupakan jalur perdagangan Dunia dengan rata-rata dilewati 140 kapal besar/hari dan 2000 penerbangan sipil/hari serta berbatasan dengan 10 negara, Merupakan negara kepulauan terbesar ( Benua Maritim) dengan letak pulau-pulaunya yang menyebar, berjumlah tidak kurang dari 17.499 pulau bernama dan tidak bernama serta memiliki wilayah daratan seluas  2 juta km2 dan wilayah perairan seluas  6 juta km2, panjang garis pantai  81.000 km serta terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar, memiliki 185 titik dasar (base points). Penduduk Indonesia berjumlah mendekati 230.000.000 jiwa terdiri dari ratusan suku bangsa.
Dari segi kepentingan regional serta dikaitkan dengan posisi wilayah Nusantara yang demikian terbuka serta berada diantara dua benua dan dua samudra tentu NKRI tidak bisa lepas dari imbas kepentingan nasional negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Lagi pula negara kita juga dikelilingi oleh negara-negara Persemakmuran yang berada dibawah pimpinan Inggeris. Diluar kondisi tersebut munculnya negara Adi Daya baru China yang kepentingan nasionalnya secara khusus tidak lepas dari Asia Tenggara dan Asia Timur. Kesemua kepentingan tersebut dengan sendirinya memberikan interaksi yang sangat kuat terhadap NKRI.
Salah satu fenomena yang perlu dicermati adalah hubungan kita dengan Australia, dari segi diplomasi Australia selalu menyampaikan bahwa keberadaan Papua adalah bagian tidak terpisahkan dari NKRI dan akan tetap lebih baik kalau ia tetap satu dalam NKRI. Tetapi dari pola Australia mengelola kawasan, sesungguhnya mereka lebih berkepentingan melihatnya seperti apa yang terjadi dengan PNG, Timor Leste, Salomon, Vanuatu, dll (dan sebentar lagi Bougenville, PNG; akan ada referendum untuk menentukan pendapat apakah Bougenvilla merdeka atau tetap gabung dengan PNG) yakni negara-negara yang punya ketergantungan serta mendukung kepentingan nasional Australia.
Letak NKRI yang terbuka, berada ditengah arus berbagai kepentingan internasional, dengan sendirinya menuntut adanya suatu kebijakan dan strategi yang tepat dalam mengelola wilayah perbatasan NKRI. Karena bagaimanapun bilamana pengelolaan wilayah batas tidak sesuai dinamika dan kondisi lingkungan disekitarnya, maka mau atau tidak mau ia bisa menjadi titik masuk (intake point) bagi kepentingan Negara lain, bisa berwujut intermistik yakni perpaduan antara kepentingan internasional dengan domestik. Negara kita harus mampu mengelola wilayah perbatasannya dan itu berarti harus membenahi perbatasannya sendiri, kemudian mampu memantaunya, mengontrol dan menjadikan wilayah perbatasan jadi beranda depan perekonomian bangsa, yang mampu menjadikannya pusat atau jadi bagian sistem perekonomian nasional yang sekaligus mempererat hubungan antar bangsa yang berbatasan di kawasan ini....
2. Maksud dan Tujuan. Maksud dari penulisan ini adalah memberikan gambaran Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan untuk menjaga keutuhan Wilayah dan demi kemakmuran NKRI. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan dan kebijakan di wilayah perbatasan.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut Penulisan. Untuk lebih mempermudah pemahaman maka tulisan ini disusun secara diskriptis analisis dengan tata urut sebagai berikut :

a. Pendahluan
b. Kondisi Umum dan Masalah Perbatasan
c. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan
e. Kesimpulan dan Saran
f. Penutup

4. Kondisi Umum dan Masalah Perbatasan. Secara umum kondisi wilayah perbatasan negara kita boleh dikatakan masih relatif terisolasi, belum didukung oleh sarana dan prasarana, termasuk didalamnya tidak adanya atau sangat terbatasnya jaringan transportasi, listirik, dan telekomunikasi, Jadi kalau kita berbicara tentang wilayah perbatasan, itu adalah gambaran wilayah yang terisolasi, tanpa dukungan sarana dan prasarana..Bahkan dianggap sebagai tempatnya para pembajak, penebang/pembalak liar serta berbagai kegiatan illegal lainnya. Sehingga persepsinya, wilayah perbatasan perlu diamankan, dan tidak perlu ada kehidupan ekonomi di sana. Seperti perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan, panjang perbatasan itu mencapai 2004 km, tetapi boleh dikatakan hampir tidak ada jalan raya disekitar perbatasannya ; kalaupun ada hanya berada disekitar Kalimantan Barat, selebihnya boleh dikatakan terisolasi total.
Dibanding dengan wilayah perbatasan di sebelah Malaysia maka kondisinya sungguh berbeda. Secara umum desa-desa mereka di perbatasan sudah terjangkau oleh sarana transportasi, listerik dan telepon hampir mencapai 95 %. Jalan raya mereka juga sudah terbentang mulai dari ujung-ke ujung atau dari Tanjung Datu sampai Pulau Sebatik di sepanjang perbatasan. Demikian juga dengan unsur pelayanannya, mereka walau sederhana tetapi yang namanya pelayanan sejenis puskesmas, KUD dan seterusnya memang benar-benar berfungsi dan memberi manfaat pada warganya; sementara di daerah sebelah kita yang ada hanya palang nama-namanya saja dan sama sekali tidak memberi manfaat apa-apa. Kalau kita bandingkan dengan batas negara kita dengan PNG, maka kondisinya lebih parah lagi. Tetapi karena negara tetangga kita lebih susah lagi, maka masyarakat kita biasa-biasa saja. Hal yang sama dengan batas negara kita dengan Timor Leste.
Wilayah perbatasan laut dan Pulau-Pulau Kecil Terluar pada umumnya terpencil dan jauh dari pusat kegiatan. Pulau-Pulau Kecil Terluar merupaka kawasan yang sangat sulit dijangkau, lebih parah lagi lebih dari 30 % pulau-pulau itu tidak mempunyai sumber air tawar dan tak berpenghuni.. Jangankan mengharapkan pelayanan mendasar yang memadai seperti sekolah, puskesmas. Untuk sekedar bisa bertahan hidup saja di lingkungan seperti itu masih tanda tanya besar. Persoalan seperti ini masih pula ditambah dengan persoalan perbatasan itu sendiri. Boleh dikatakan, dari Sepuluh negara yang mempunyai perbatasan dengan kita, maka sampai saat ini belum ada satupun yang telah selesai. Gambarannya lebih kurang demikian :

a. Wilayah Darat.

1) Perbatasan RI – Malaysia.

a) Panjang garis batas :  2004 km, terdiri dari sektor barat (Kalimantan Barat - Sarawak) dan sektor timur (Kalimantan Timur - Sabah). Penegasan batas bersama dimulai sejak tahun 1975. Jumlah tugu batas ada 19.328 buah terdiri dari tipe A,B,C dan D lengkap dgn koordinatnya. Kemudinan terdapat field plan , traverse hight plan (skala 1 : 5.000 dan 1 : 2.500) masing-masing = 1.318 MLP( Model Lembar Peta). Pada tahun 2000 pekerjaan demarkasi dan delienasi dan penggambarannya telah selesai, akan tetapi masih terdapat sepuluh lokasi yang bermasalah atau kedua negara belum sepakat tentang batas negara di lokasi tersebut.

b) 10 Permasalahan Utama (The Outstanding Border problems,OSBP) Sebagaimana diketahui, pengukuran atau penegasan batas RI-Malaysia sebenarnya telah selesai pada tahun 2000, namun demikian masih terdapat sepuluh lokasi yang kedua negara tidak atau belum sepakat. Malaysia hanya mengakui sembilan permasalahan saja, sementara Indonesia menghendaki ada sepuluh. Perbedaan ini menyangkut lokasi Tanjung Datu. Secara formal ditingkat teknik kedua negara sudah menanda tangani hasil ukurannya, dan secara hukum masalahnya sudah selesai..
Tetapi belakangan pihak Indonesia menyadari bahwa apa yang telah ditanda tangani tentang Tanjung Datu itu adalah sesuatu kekeliruan dan menghendaki adanya kaji ulang di lokasi tersebut, apalagi yang menanda tangani itu baru sampai tahapan tingkat Teknik; artinya masih ada kesempatan untuk melihatnya kembali. Tapi bagi pihak Malaysia sampai sejauh ini tidak mau lagi untuk melakukan kaji ulang di lokasi tersebut. Kesepuluh atau kesembilan masalah ini sesuai perencanaan awal akan dibahas setelah penegasan batas selesai, yakni setelah tahun 2000. Tapi berhubung di wilayah perbatasan tersebut masih dilakukan kerjasama pembuatan “datum” bersama, serta pemetaan bersama maka kedua belah pihak merasa perlu untuk menunggu hasilnya, sebelum kembali membahas ke sepuluh atau sembilan masalah tersebut.

2) Batas RI – PNG.

a) Panjang garis batas  770 km, darat 663 km, S. Fly  107 km, penegasan batas dimulai tahun 1966. jumlah tugu MM sebanyak 52 buah, jumlah perapatan tugu batas 1.600 tugu, peta wilayah perbatasan dengan kedar 1 : 50.000. sebanyak 25 mlp dari 27 mlp.

b) Penentuan batas berdasarkan koordinat astronomis :

1410 00’ 00” BT di utara antara MM1 – MM10,
1410 01’ 10” BT di selatan antara MM11 – MM14.

c) Permasalahan batas antara RI – PNG, yaitu : Pada umumnya meskipun dalam perencanaan maupun kesepakatannya pengukuran perbatasan ini akan dilakukan secara bersama; tapi pada kenyataannya belum pernah dilakukan secara bersama-sama. Artinya kedua belah pihak bekerja secara sendiri-sendiri, meski hasil ahirnya tetap ditanda tangani oleh kedua negara. Kemudian di Desa Wara Smoll adalah wilayah NKRI tetapi telah dihuni, diolah dan dimanfaatkan secara ekonomis, administratif serta sosial oleh warga PNG yang sejak dahulu dilayani oleh pemerintah PNG. Namun demikian pemerintah PNG sendiri mengakui bahwa desa itu wilayah RI.

3) Batas RI - Timor Leste.

a) Panjang batas  268,8 km, terdiri dari sektor Timur  149,1 km dan sektor Barat  119,7 km. Telah disepakati 907 tugu dari rencana + 5.000, disepakati 5 dari 8 daerah yg semula ada permasalahan (terutama kesulitan implementasi dan masalah adat),

b) Permasalahan.

(1) Noel Besi, pihak RI menginginkan Noel Besi sebagai batas wilayah sesuai toponimi, sedangkan UNTAET menginginkan sungai Nono Noemna berdasarkan sudut kompas 320 NW ke arah P. Batek.
(2) Manusasi, fihak RI menginginkan garis batas dipindahkan ke arah utara S. Miomafo ditarik dari pilar yang dibuat tahun 1966, menyusuri punggung bukit.

(3) Dilumil/Memo, river Island seluas 58 Ha, pihak RI menginginkan batas berada di sebelah timur river Island sedangkan RDTL di sebelah barat.

Tidak ada komentar: