Selasa, 08 Maret 2011

Bertetangga Yang Baik Dengan Sikap Yang Tegas, Itu Perlu

Tulisan ini dimuatkan kembali, untuk mengingatkan bahwa bertetangga yang baik itu perlu, tetapi mempunyai sikap dan pandangan yang tegas itu juga sangat perlu; redaksi.

James Luhulima

Cara Pemerintah Indonesia menanggapi ”krisis” dengan Malaysia menyusul penangkapan dan penahanan tiga anggota patroli pengawas perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Polisi Diraja Malaysia di Johor, Malaysia, dua pekan lalu, membuat banyak kalangan di Indonesia yang kurang puas dan berupaya melampiaskan kemarahan kepada Malaysia.Pasalnya, menurut laporan yang diterima, ketiga anggota patroli pengawas perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu ditahan ketika mereka tengah menggiring lima kapal nelayan Malaysia yang mencuri ikan di perairan Indonesia.

Menurut Bambang Nugroho, Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak, ketiga anggota patroli itu menjalankan tugas di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada dasar bagi mereka untuk menangkap dan menahan mereka.
Bambang mengisahkan, ”Kapal pengawas itu berhasil menangkap lima kapal berbendera Malaysia yang mencuri ikan (13 Agustus 2010 malam). Kapal-kapal Malaysia itu digiring ke Batam. Mereka kemudian dihadang oleh polisi perairan Malaysia. Polisi Malaysia menghadang dan memberi dua kali tembakan peringatan.Tiga anggota patroli pengawasan itu dibawa ke Johor, Malaysia, sedangkan tujuh awak kapal Malaysia ditahan di Kepolisian Perairan Batam. Penangkapan tiga anggota patroli pengawasan Indonesia di wilayahnya sendiri sulit diterima, apa pun alasan yang dikemukakan oleh Malaysia.

Dalam keadaan seperti itu, banyak kalangan di Indonesia yang berharap Pemerintah Indonesia menanggapinya dengan serius karena Polisi Diraja Malaysia diduga memasuki wilayah Indonesia secara tidak sah dan menangkap anggota patroli pengawas Indonesia. Dan, memang sudah seharusnya Indonesia langsung memprotes keras tindakan Polisi Diraja Malaysia itu, apa pun alasan yang dikemukakannya. Protes keras terhadap tindakan Polisi Diraja Malaysia sangat wajar untuk dilakukan oleh Indonesia, dan itu juga merupakan bagian dari tindakan diplomasi serta sama sekali bukan bagian dari suatu tindakan yang bermusuhan. Dengan memprotes keras, dapat diartikan Indonesia memaksa Malaysia untuk dengan segera menjelaskan mengapa krisis itu terjadi, sama sekali tidak dilandasi oleh rasa permusuhan.

Pada tahun 1984, Indonesia pernah memprotes keras Papua Niugini, yang merupakan salah satu negara tetangga dan negara sahabat. Protes keras itu dilakukan atas terjadinya penganiayaan terhadap beberapa anggota tim verifikasi Indonesia oleh sekelompok pelintas batas Irian Jaya (kini Papua) di Black Water Camp, Vanimo, Papua Niugini. Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja (waktu itu) keesokan harinya langsung memprotes keras Papua Niugini atas ketidakmampuan negara itu melindungi keamanan tim verifikasi Indonesia.
Bahkan, pada tahun 1986, Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja pun secara diplomatis pernah menyatakan keberatan Indonesia kepada Singapura yang menerima kunjungan Presiden Israel Chaim Herzog (waktu itu). Saat itu, Mochtar menyebut, Singapura tidak peka terhadap kebijakan politik negara-negara ASEAN terhadap Israel, termasuk Indonesia. Namun, di akhir pernyataannya, Mochtar Kusumaatmadja menambahkan kata-kata bahwa kunjungan itu merupakan masalah bilateral antara Singapura dan Israel serta merupakan hak Singapura sebagai negara merdeka berdaulat untuk mengadakan hubungan dengan negara mana pun.

Pemerintah tidak bereaksi

Alih-alih bereaksi, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto hanya mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan kasus tersebut diselesaikan secara baik-baik dan mengedepankan upaya diplomasi. Menurut Djoko, instansi terkait sedang berusaha menyelesaikan masalah tersebut. Sikap Pemerintah Indonesia yang berupaya berkepala dingin dalam mengatasi krisis dengan Malaysia sesungguhnya juga dapat dipahami. Bagaimana hubungan kedua negara yang sempat terputus pada tahun 1965 dan membaik kembali pada tahun 1967 terlalu penting untuk dipertaruhkan. Bagaimanapun ASEAN, di mana Malaysia tergabung di dalamnya, adalah soko guru politik luar negeri Indonesia.

Namun, diam saja juga keliru. Pemerintah Indonesia, setidak-tidaknya Menlu, harus memprotes Malaysia jika tidak ingin memprotes keras. Dengan demikian, kemarahan banyak kalangan di Indonesia kepada Malaysia dapat diredam. Pemerintah Indonesia harus siap untuk bertindak tegas karena gesekan dengan Malaysia pasti akan terjadi lagi di masa depan. Seperti yang dikemukakan oleh Menlu Malaysia Anifah Aman, ”Gesekan dengan Indonesia pasti akan terjadi lagi. Sebagai negara yang bertetangga, pasti akan banyak masalah muncul di antara kedua negara.”

Masalah pasti akan muncul, tinggal terpulang kepada kedua negara bertetangga untuk menjaga bagaimana agar hubungan baik di antara kedua negara tetap terjaga. Namun, janganlah itu dianggap sebagai Indonesia tidak boleh bersikap tegas kepada Malaysia. Sikap tegas Indonesia itu diperlukan asalkan dilakukan secara terukur dan lewat jalur-jalur diplomatik. (Kompas/28/8/2010)


Tidak ada komentar: