Jumat, 09 Agustus 2013

Tantangan Jenderal Moeldoko, Meneruskan Reformasi TNI | WilayahPertahanan.Com

Tantangan Jenderal Moeldoko, Meneruskan Reformasi TNI | WilayahPertahanan.Com



Oleh: Iwan Santosa dan M Hernowo[1]
Komitmen reformasi TNI, peningkatan disiplin dan netralitas dalam Pemilu 2014 menjadi tantangan bagi calon Panglima TNI Jenderal (TNI) Moeldoko. DPR akan menagih komitmen Moeldoko soal reformasi TNI yang berjalan lamban.  Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerahkan satu nama sebagai calon panglima TNI menggantikan Laksamana Agus Suhartono. Calon tunggal itu adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Moeldoko. Dalam Uji Kelayakan dan Kepatutan di DPR kelak, Moeldoko akan dimintai pandangan dan penyikapan seputar penuntasan reformasi di dalam tubuh TNI.
”Kami sudah tentu akan menggali sejauh mana komitmen Moeldoko dalam menyelesaikan pekerjaan rumah reformasi internal TNI,” kata anggota Komisi I DPR, Helmy Fauzi, di Jakarta, Rabu (31/7). Jenderal Moeldoko dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggantikan Jenderal Pramono Edhie Wibowo yang pensiun sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Moeldoko dilantik pada tanggal 22 Mei 2013.
Sebelum menjadi KSAD, lulusan terbaik (adhi makayasa) Akmil 1981 ini pernah menjabat posisi Wakil KSAD. Ia juga sempat menjadi Kasdam Jaya (2008), Pangdivif 1/Kostrad (2010), Pangdam XII/Tanjungpura (2010), Pangdam III/Siliwangi (2010), dan Wakil Gubernur Lemhannas (2011). Moeldoko akan menggantikan Laksamana Agus Suhartono yang pensiun pada 25 Agustus 2013.
Dalam catatan Helmy Fauzi, saat menjadi Pangdam III/Siliwangi, pria kelahiran 8 Juli 1957 itu pernah menjadi buah bibir ketika melancarkan ’Operasi Sajadah’ pada tahun 2011. Operasi ini disebut-sebut bersinggungan dengan Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat.
Menurut Helmy, tugas panglima TNI mendatang sangat berat. Selain ada momentum Pemilu dan Pilpres 2014, masih ada beberapa agenda reformasi internal yang telantar. Mereka, antara lain, revisi Undang-Undang Peradilan Militer, ancaman nontradisional, serta transparansi dan efisiensi anggaran pertahanan. ”Sudah semestinya jika Moeldoko jadi panglima TNI, maka kekuatan teritorial di perkotaan digeser ke pengamanan perbatasan serta pulau terluar lebih diutamakan,” kata Helmy.
Direktur Program Imparsial Al Araf secara terpisah menegaskan, panglima TNI yang baru harus menghindarkan dirinya dari kepentingan politik sesaat rezim untuk pemenangan Pemilu 2014. ”Panglima TNI baru tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan rezim demi kepentingan pemilu. Meski panglima TNI diangkat oleh presiden, netralitas dalam politik menjadi keharusan,” kata Al Araf.
Panglima TNI yang baru tidak boleh resisten terhadap agenda reformasi TNI. Dalam konteks itu, DPR harus memastikan bahwa panglima TNI yang baru memiliki komitmen untuk patuh terhadap otoritas politik dalam mendorong reformasi TNI. Khususnya, lanjut Al Araf, reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial (koter), transparansi dan akuntabilitas pembelian pengelolaan persenjataan, dan lain-lain.
Yang terpenting, ujar Al Araf, panglima TNI baru harus responsif atas kritik dan masukan dari masyarakat. ”Panglima TNI yang baru tidak boleh resisten dan antipati terhadap kritik rakyat. Sebisa mungkin panglima TNI yang baru membuka ruang komunikasi yang baik dengan berbagai kalangan untuk menerima masukan dalam rangka mewujudkan tentara yang profesional,” ujar Al Araf, menandaskan.

Politik praktis

Direktur Research Institute for Democracy and Peace (Ridep) Anton Ali Abbas yang ditemui terpisah menambahkan, sejumlah catatan atas kinerja Moeldoko yakni agar tidak lagi melakukan kebijakan seperti Operasi Sajadah yang kontroversial tahun 2011 lalu. Lebih baik Muldoko fokus bekerja untuk meningkatkan profesionalisme sesuai dengan UU TNI.
”Moeldoko harus menjauhkan diri dari kegiatan yang dekat dengan ’politik praktis’. Pertemuan dengan elite politik seperti pada awal Juli lalu tidaklah baik bagi reformasi TNI secara keseluruhan. Itu hanya akan menimbulkan pesan bahwa TNI ingin kembali berpolitik. Selain itu, ke depan, publik sangat menaruh harapan TNI secara institusi tidak lagi melindungi prajurit yang melawan hukum dan melakukan tindakan kriminal,” kata Anton Ali Abbas.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mabes TNI Laksamana Muda (TNI) Iskandar Sitompul, yang sedang dalam kunjungan kerja di Bangkok, Thailand, menegaskan, siapa pun panglima TNI yang baru, agenda reformasi TNI dan netralitas dalam Pemilu 2014 akan tetap dijaga. ”TNI terus menjalankan agenda reformasi dan tidak berpolitik praktis,” kata Sitompul.
Sementara itu, Helmy Fauzi, anggota DPR dari Fraksi PDI-P ini, menambahkan, dalam fit and proper test di Komisi I pada Agustus mendatang, Moeldoko juga akan ditanyai seputar pemenuhan Minimum Essential Forces 2014. ”Apalagi saat ini disinyalir masih banyak praktik off budget dalam operasi dan kebutuhan personel. Sudah saatnya panglima TNI yang baru nanti menghapus semua pembiayaan off budget demi menjaga profesionalitas militer, dan kami akan menagih janji ini,” ucap dia.
Terkait tahun politik, Helmy mengaku akan menanyakan komitmen Moeldoko terhadap politik praktis. Apalagi, pada 8 Juli silam, Moeldoko sempat mengumpulkan elite untuk membahas sejumlah isu. ”Dalam kacamata reformasi TNI, pertemuan dengan elite politik itu tidak memberi persepsi positif dan bisa disalahgunakan. Pasalnya, 2014 sudah sebentar lagi, maka komitmen menjaga netralitas menjadi penting,” tutur Helmy.
Pada pertemuan 8 Juli, Moeldoko mengundang sejumlah tokoh nasional untuk berbicara soal isu kebangsaan. Mereka antara lain politisi PAN Amien Rais, mantan Menpora Adhyaksa Dault, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua MUI Maruf Amin, dan pengusaha Setiawan Djodi. Acara tersebut bertajuk ”Silaturahmi KSAD dengan Para Tokoh Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa”.

Tidak ada komentar: