Oleh Harmen Batubara
Dilihat dari berbagai sisi,
provinsi Kaltara mempunyai simbol-simbol yang menggambarkan strategisnya
provinsi ini. Pertama di provinsi ini terdapat Garis Batas Negara (RI-Malaysia)
termasuk OBP (Outstanding Boundary Problem yakni di sungai Sinapad, sungai
simantipal dan pulau sebatik);kita paham bahwa garis perbatasan adalah Batas
Kedaulatan Negara-analogi mengisyaratkan perlunya persiapan yang baik terkait
pertahanan keamanan; di daerah pantainya khususnya di Pantai Timur di pulau
Sebatik, merupakan titik awal penarikan garis pangkal batas laut; masih
ditambah lagi dengan permasalahan Perairan laut Sulasewi di sekitar Ambalat;
juga terdapat Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI tempat lalu lalangnya Kapal
bertonase besar-kapal perang dan dagang-yang mengharuskan kita memperhatikan
kepentingan nasional di wilayah tersebut. Meskipun hal itu wewenang pemerintah
Pusat, tetapi selayaknya Kaltara mempunyai ahli yang menguasai permasalahan
Batas tersebut baik secara teknis maupun secara hokum. Dengan demikian Kaltara
akan dapat memposisikan dengan baik terkait berbagai isu perbatasan.
Jadi tidaklah berlebihan kalau
kita sebut provinsi Kaltara adalah provinsi strategis yang memerlukan
perencanaan pembangunan secara khusus yang mampu mengakomodasi pertahanan
wilayahnya sendiri. Perencanaan yang bisa mengintegrasikannya dengan pembangunan kawasan didalam negeri dan dengan
negara tetangga. Pembangunannya harus juga mencerminkan kerjasama dengan
jaringan infrastruktur yang terkoneksi dengan connectivity Asean
(Malaysia-Brunai-Filipina). Kaltara harus dari awal mendesain lapangan
terbangnya mulai dari Tarakan, Nunukan, Malinau, Tanjung Selor bisa didarati oleh
pesawat tempur dengan panjang Run Way minimal 2500 meter. Kalau Amerika cukup
punya satu “Pearl Harbour” maka Indonesia minimal ada dua, yakni di Natuna dan
Tarakan.
Pendidikan di Kaltara
Masalah pendidikan adalah
persoalan SDM warga perbatasan, dan hal itu harapan kita menjadi salah satu
perioritas yang menjadi perhatian Kaltara. Kita tahu setiap tahunnya, banyak
anak-anak yang ada di perbatasan tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena
persoalan ekonomi orang tua mereka dan juga karena sarana dan prasarana untuk
pendidikan itu masih sangat terbatas. Harapan kita sesungguhnya Kaltara
melakukan sesuatu yang sifatnya proaktif dalam hal pembangunan sarana penunjang
pendidikan ini, khususnya pembangunan asrama bagi para siswa di tiap
masing-masing kecamatan perbatasan, dan juga di Kabupaten. Dengan catatan
asrama itu difungsikan mulai dari tibgkat SD, SMP,SMA dan sederajat dalam
artian mereka diberikan jatah makan dan minum serta uang saku gratis. Termasuk
juga pendirian asrama-asrama mahasiswa di dekat kampus-kampus terbaik di
Kalimantan dan Indonesia. Menurut kita kalau Kaltara hanya melihat pendidikan
ini sama seperti provinsi lainnya maka jelas Kaltara kurang peka dengan
pembangunan SDM nya dan hal ini jelas akan mendatangkan kerugian tidak
terhingga bagi peningkatan marwah perbatasan.
Hal yang juga bisa dimintakan
untuk mendapat perhatian dari Kaltara adalah pendidikan anak-anak para TKI yang
ada di sekitar Tawau dan Kota Kinabalu. Kita tahu, menurut data catatan KJRI
Kota Kinabalu, jumlah WNI yang berada di Sabah per 09 Februari 2012 sejumlah
401.773 orang, dengan komposisi TKI dan keluarganya 305.584 orang, Tenaga
Profesional (guru, pilot, dosen dan dokter) 165 orang dan sejumlah 96.024 orang
adalah masyarakat keturunan pemegang paspor RI. Dari sejumlah WNI tersebut di
atas, sebanyak 53.768 orang adalah anak-anak. Dipercaya masih banyak lagi
anak-anak Indonesia yang lahir tanpa akta lahir, apalagi paspor. Jadi jumlah
diatas bisa berlipat menjadi 150% – 200%. Pendidikan anak-anak TKI itu sangat
memelas, diatas kertas maka dari sisi pendidikan generasi mereka ini jelas
lebih rendah mutu SDM nya disbanding orang tua mereka.
Pemerintah Indonesia pada 2006
mulai mengambil langkah untuk menangani nasib pendidikan anak-anak Indonesia
yang ada di Sabah dengan membuat MOU antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah
Malaysia melalui NGO Borneo Child Aid – Humana Child Aid Society Sabah. Kini
ada sekitar 90 gedung sekolah informal yang dikelola Humana dengan jumlah murid
sekitar 7.000 orang,sisanya 46.000 lagi dapat pendidikan apa?. Sejak tahun
2007, Indonesia mengirimkan 109 guru. Pemerintah Sabah mengijinkan adanya
sekolah Indonesia di Kota Kinabalu bagi anak-anak TKI. Sebagai propinsi di
Perbatasan, kita berharap Kaltara bisa mengambil peran yang positip untuk ikut
serta memecahkan permasalahan pendidikan para anak-anak TKI ini. Kalau hal ini
belum juga terpikirkan oleh Kaltara, tentu sangat di sayangkan sekali.
Mulau Membangun Infrastruktur dan SDM
Kalau anda pernah ke Tanjung
Selor, ibu kota Provinsi Kalimantan Utara, maka inilah gambarannya. Tanjung
Selor tadinya adalah sebuah kecamatan dan sekaligus Ibu Kota Kabupaten
Bulungan, Kalimantan Timur. luasnya 1.277 km persegi, dengan penduduk 37.539
orang. Kepadatan penduduknya 30 jiwa per km persegi. Di Tanjung Selor, hanya
ada satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Jumlah minimarket tidak
lebih dari 4-5 buah. Tidak ada gedung bioskop, mal, hotel berbintang, maupun
tempat hiburan keluarga.
Jalanan pun cukup lengang.
Bahkan, hanya terdapat empat persimpangan yang memiliki lampu pengatur lalu
lintas. Untuk bandara, Tanjung Selor memiliki Bandar Udara Tanjung Harapan,
bandara kecil yang selama ini baru diisi rutenya oleh satu maskapai dengan
pesawat kecil. Selama ini warga jika hendak merasakan hiburan, setidaknya mal,
atau berbelanja, warga pergi ke Tarakan dengan menggunakan speedboat.
Alternatif lain ialah ke ibu kota Kabupaten Berau, yakni Tanjung Redeb, dengan
menempuh jalur darat sejauh 125 km. Kini ia sudah resmi jadi Ibu Kota Provinsi
Kaltara.
Tapi kalau anda bertemu dengan Gubernurnya,
maka kesannya bisa beda. Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Irianto Lambrie[1]
di awal pemerintahahnya mengatakan, pembangunan infrastruktur di wilayah
perbatasan menjadi perhatian serius pihaknya. Hal itu telah dia lakukan
sejak dirinya menjabat sebagai Pj
Gubernur Kaltara.
Menurutnya anggaran yang telah dialokasikan sebesar Rp
35 miliar untuk pembangunan sekaligus peningkatan Jalan Long Midang, Long Bawan
hingga Long Pasia. Kemudian pembangunan
jalan perbatasan Long Layu, Pa Upan, Long Rungan juga sebesar Rp 35 miliar.
Pembangunan jalan perbatasan Long Rungan, Long Padi, Binuang, Malinau juga
sebesar Rp 35 miliar. Sedangkan pembangunan Jalan Perbatasan Long Apung, Long
Nawang, Data Dian, Long Pujungan, Malinau menggunakan nilai anggaran yang sama.
Untuk pembangunan Jalan
Perbatasan Long Apung, Sungai Barang, Sungai Boh alokasi anggaran yang
disediakan juga sebesar Rp 35 miliar. Untuk jalan Perbatasan Long Nawang, Batas
Negara (Tapak Mega), dialokasikan sebesar Rp 3 miliar yang diserap dari APBD
Kaltara. Gubernur juga mengungkapkan,
Pemerintah pusat telah mengalokasikan dari anggaran pendapatan belanja negara
(APBN) untuk kegiatan pembangunan jalan dari Kabupaten Malinau hingga ke Long
Bawan. Alokasi dana yang dianggarkan oleh pemerintah pusat sebesar Rp 250
miliar untuk pembangunan jembatan."Mudah-mudahan dalam tiga tahun kedepan,
hasilnya sudah terlihat. Tahun ini saja sudah terlihat hasilnya, kita sudah
bisa mengendarai mobil dari Malinau, Binuang, Long Bawan," urainya.
Menurutnya, "Jika infrastruktur telah dibangun dengan baik, maka hal itu
akan dapat mendorong kemajuan perekonomian masyarakat yang ada di
perbatasan," begitu pungkasnya.
Kalau kita melihat ke MP3EI (Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), kita dapat
mengidentifikasi proyek proyek MP3EI yang ada di Kalimantan Timur meliputi: 1. Pembangunan Express Way
Samarinda – Balikpapan; 2. Pengembangan Kapasitas Pelabuhan Maloy; 3.
Pembangunan Jembatan P. Balang Bentang Panjang 1.314 m; 4. Percepatan
Pembangunan Bandara Samarinda Baru; 5. Pembangunan Terminal Peti Kemas
Kariangau; 6. Satker Sementara Pembangunan Pelabuhan PPU dan Kariangau; 7.
Peningkatan Jalan Tj Selor-Tj. Redep – Maloy; 8. Pembangunan Jembatan P. Balang
Bentang Pendek; 9. Peningkatan Jalan Samarinda-Bontang – Sangatta – Maloy; 10.
Pelebaran Jalan Samarinda-Tenggarong; 11. Satker Sementara Pembangunan Faspel
Laut Maloy/Sangkulirang; 12. Pembangunan Waduk Wain untuk kebutuhan air baku;
13. Pelebaran Jalan menuju P. Derawan; 14. Pembangunan Pelabuhan Tanjung Issuy;
15. Pelabuhan Tanah Grogot; 16. Kanpel Nunukan; 17. Pembangunan Jalan
Lingkungan di Derawan dan Tanjung Batu; 18. Pembangunan Pembangkit Listrik; 19.
Bandara Balikpapan; 20. Pembangunan Fasilitas Transmisi Kelistrikan; dan 21.
Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu–Tanjung Isuy sepanjang 203 km. Menurut
hemat kita pembangunan Infrastruktur akan sangat baik bila tetap dikembangkan
bersama antara Kaltim dan Kaltara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar