Selasa, 11 Mei 2010

Memperkuat Infrastruktur Komunitas Asean



Hua Hin, Kompas - Untuk memperkuat integrasi secara fisik, ASEAN sepakat mengembangkan sistem Pendanaan Pembangunan Infrastruktur ASEAN. Dana ini akan dipakai untuk membangun jaringan transportasi, komunikasi, termasuk teknologi informasi. Rakaryan Sukarjaputra dan Suhartono

Pembentukan sistem pendanaan investasi merupakan salah satu butir kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15 ASEAN yang dipimpin Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, Sabtu (24/10) di Hua Hin, Thailand.

Setelah KTT ASEAN berakhir, dilanjutkan dengan KTT ASEAN bersama mitra-mitranya, China, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru.

Seperti biasanya, KTT ASEAN kali ini juga diwarnai hiruk-pikuk isu penahanan Aung San Suu Kyi. Myanmar terus mengabaikan seruan pembebasan Suu Kyi. Korea Utara dengan mulut besar dan ancaman-ancamannya untuk mendestabilisasi Asia juga terus menjadi bahan gunjingan di sela-sela KTT.

Namun, ASEAN tetap fokus pada upaya membangun diri, termasuk memperlancar mobilitas warga dan memperlancar urusan bisnis. Integrasi perekonomian ASEAN tetap terhalang akibat minimnya infrastruktur. Hal ini membuat koneksitas ASEAN secara fisik tidak mulus.

Setiap warga ASEAN yang memiliki urusan di negara-negara sesama anggota ASEAN harus transit di ibu kota. Sebagai contoh, warga Banjarmasin yang punya urusan ke Manila harus transit di Jakarta. Ini adalah cara yang tidak efisien dalam rangka meningkatkan daya saing ASEAN sebagai sebuah entitas.

Untuk itulah KTT ASEAN mengembangkan sistem infrastruktur yang bisa membuat ASEAN memiliki basis infrastruktur. Ini bertujuan menjadikan ASEAN sebagai basis industri dengan skala ekonomi lebih besar dan hasil akhirnya adalah daya saing yang lebih tinggi.

China tawarkan dana

Dalam rangka mengembangkan infrastruktur, pemerintahan negara-negara anggota ASEAN menyerukan kepada mitra-mitra dialog dan pihak lain untuk memberikan kontribusi pada pendanaan itu.

Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan, ”Kami menyambut dana 10 miliar dollar AS dari China untuk Dana ASEAN-China untuk Pembangunan Infrastruktur. Juga ada 20 miliar dollar AS bantuan Pemerintah Jepang dalam pembangunan infrastruktur itu.”

Para pemimpin ASEAN menugaskan para menteri keuangan mempercepat pembentukan pos pendanaan, termasuk menyiapkan peraturan untuk memobilisasi dana-dana.

Terkait dengan koneksitas itu, ASEAN sepakat membentuk gugus tugas tingkat tinggi untuk bekerja sama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan infrastruktur. Gugus tugas ini diminta menyampaikan rekomendasi pada KTT Ke-17 ASEAN.

Incar ”dana krisis”

ASEAN, termasuk Indonesia, kini mengincar 120 miliar dollar AS dana bantuan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi. Dana itu dijanjikan China, Korea Selatan, dan Jepang. Dana ini ada dalam paket Chiang Mai Initiative, yang dibentuk pada Mei 2000 di Chiang Mai, Thailand.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap dana tersebut bisa cair pada 2010. Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, yang menyertai Presiden ke KTT, memberi pernyataan soal dana itu. ”Setelah diputuskan, pertanyaannya kapan dana tersebut bisa dimanfaatkan,” katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga ikut dalam rombongan mengatakan, masih banyak hal yang harus diselesaikan sebelum dana itu bisa dimanfaatkan. ”Hal ini antara lain terkait soal prosedur, pengawasan, dan penggunaan dana. Prosedur untuk mendapatkannya, jika mau disamakan, ya, seperti meminjam dari Dana Moneter Internasional (IMF),” ujarnya.

”Di dalam pencairannya, akan diatur syarat-syarat untuk mendapatkan pinjaman, kondisi negara peminjam, dan juga porsi pinjaman. Prosedurnya disusun dulu hingga akhir tahun ini. Awal tahun depan dana itu diharapkan bisa dimanfaatkan. Inilah tugas para menteri keuangan ASEAN,” kata Sri Mulyani.

Tidak dijelaskan mengapa penyusunan prosedur harus memakan waktu lama sejak dana itu diputuskan pada tahun 2000.

Pertahankan posisi sentral

Jepang, lewat Perdana Menteri Yukio Hatoyama, kembali mencuatkan pembentukan Masyarakat Asia Timur (East Asia Community). Hatoyama mengatakan, Asia punya kesempatan untuk mewujudkan hal itu, terlebih karena Asia memiliki kekuatan dan terbukti menjadi kawasan paling cepat pulih dari resesi ekonomi global. Ini adalah isu yang sudah lama dicuatkan, tetapi tidak bergema.

Marty Natalegawa mengatakan, pada pertemuan ASEAN- Korea Selatan, China, dan Jepang, Sabtu, usulan Jepang itu dibahas, demikian pula usulan Australia mengenai Komunitas Asia Pasifik (Asia Pacific Community).

”Pada 2005 sudah muncul usulan itu. Bagi kita, tetap penting untuk mempertahankan peran sentral ASEAN. Berbagai bentuk kerja sama di kawasan memiliki rekam jejak dan ada wujud keterlibatan ASEAN. Indonesia menyampaikan pandangan agar kawasan jangan terlalu reaktif,” kata Marty.

Marty mengatakan, Australia dan Jepang harus bisa meyakinkan bahwa gagasan mereka akan memberikan nilai tambah pada struktur kerja sama yang ada sekarang.

ASEAN tidak ingin tenggelam dengan pembentukan dua komunitas itu.

Ia menambahkan, konsentrasi ASEAN sekarang adalah memberdayakan berbagai forum yang sudah ada. ”Semua itu akan mengarah juga ke pembentukan East Asia Community. Namun, arah dan modalitas menuju ke sana bisa lewat berbagai cara,” kata Marty.

Hal itu bisa dicapai lewat ASEAN plus tiga (Korea Selatan, China, dan Jepang), East Asia Summit (melibatkan India, Australia, dan Selandia Baru), ASEAN plus satu atau antara kerja sama ASEAN dan masing- masing mitra dialog ASEAN di kawasan.

PM Thailand juga mengatakan, ASEAN menunggu pemaparan lebih jauh soal pembentukan komunitas itu dari Jepang dan Australia. Malaysia adalah pihak yang selalu keberatan dengan pembentukan Komunitas Asia karena khawatir hal itu akan mendominasi kawasan dan menenggelamkan jati diri ASEAN.

Marty juga menegaskan, pertemuan-pertemuan ASEAN sangat bermanfaat. Setiap kali ASEAN mengadakan pertemuan, hal itu sekaligus merupakan konfirmasi ulang atas peran sentral ASEAN. Pertemuan itu juga menjadi ajang bagi ASEAN dan para mitra membahas masalah yang menjadi kepentingan bersama.

Usulan RI ditolak

ASEAN juga menjadi kawasan yang sarat dengan masalah hak asasi manusia. Sejumlah usulan Indonesia soal penegakan HAM dicuatkan, seperti pemberian izin kunjungan pengamat HAM, dan pemberian akses kepada individu warga untuk menyampaikan pengaduan di forum ASEAN.

Ini diusulkan menjadi bagian dari Komisi HAM ASEAN. Namun, kemudian bentuknya tidak seperti diharapkan Indonesia. Soal itu, Marty menjawab, ”Kalaupun memang tidak seperti yang kita harapkan, bukan berarti tidak ada manfaatnya.”

”Kita bergerak secara bertahap. Meskipun sejak awal kita memimpin prosesnya, sebagai pemimpin kita kadang harus memastikan gerakan itu bisa memenuhi tempo yang bisa diikuti negara lain. Percuma saja kalau kita di depan, tetapi tidak ada yang mengikuti,” katanya.(Kompas,  25/10/ 2009)

Tidak ada komentar: