Sabtu, 27 April 2013

Menghadirkan Kemakmuran di Perbatasan





Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi melantik Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Irianto Lambrie, sebagai Penjabat Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Senin (22/4). Untuk setahun ke depan, Irianto diserahi tugas menyusun perangkat daerah  di Pemprov Kaltara sekaligus personilnya. Tugas lain yang disandang Irianto adalah pembentukan DPRD Kaltara pada tahun 2014 dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi hasil pemekaran dari Kalamantan Timur itu pada 2015.
Sebagai Gubernur Irianto berharap pada bulan ketiga penyelenggaraan pemerintahan di Kaltara bisa berjalan normal dan terfokus pada pelayanan publik. Selama masa peralihan, lanjut dia, Kaltara baru akan dilengkapi 10 lembaga teknis daerah, dengan jumlah dinas tak akan sampai 20. Sedangkan soal personil, selain meminjam dari Kaltim juga akan diambil dari kabupaten/kota di Kaltim dan Kaltara.
Melihat pelantikan gubernur tentu saja banyak harapan yang dilamunkan bisa jadi akan terwujud. Tapi bisa juga sebaliknya, jika tidak hati-hati, Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Mahakam Ulu, dua daerah otonom baru di wilayah Kalimantan Timur, bisa terjebak euforia sehingga melupakan tujuan awal, yakni menyejahterakan masyarakat.”Harus segera disiapkan rencana tata ruang dan pengembangan wilayah secara partisipasif. Masalah dan potensi daerah juga segera dipetakan. Ingat, dukungan dana dari provinsi induk hanya dua tahun,” ujar Hetifah Sjaifudian, anggota Komisi V DPR dari daerah pemilihan Kaltim, Selasa (23/4).
Mahakam Ulu dan Kaltara berbatasan dengan Malaysia sehingga pemekaran akan berdampak strategis. Dua daerah itu cukup terisolasi. Kondisi infrastruktur dan sarana transportasi pun masih buruk sehingga menghambat distribusi barang, bahkan harga barang kebutuhan dan jasa di wilayah itu jadi sangat mahal.
Sekadar gambaran, untuk menuju Tanjung Selor, ibu kota Provinsi Kaltara, harus terbang dulu ke Kabupaten Berau, lalu disambung perjalanan darat dua-tiga jam. Atau terbang ke Kota Tarakan, lalu disambung naik speedboat sekitar tiga jam. Begitu pula Kabupaten Mahakam Ulu. Dari lima kecamatan, yang terjauh adalah Long Apari. Dari Barong Tongkok, kecamatan pusat pemerintahan Kutai Barat, dua kali naik speedboat minimal tujuh jam untuk sampai Long Apari. Atau bisa juga menumpang longboat alias kapal barang.
Secara fakta wilayah perbatasan merupakan pintu gerbang internasional dan beranda depan negara Indonesia. Kenyataan inilah yang kini tengah diupayakan oleh pemerintah,  yakni bagaimana melakukan pengembangan wilayah perbatasan sehingga kesan ”daerah tertinggal” dapat dihilangkan, serta kesenjangan antara perbatasan dan wilayah bukan perbatasan dapat diminimalkan. Secara umum tantangan besar pengembangan wilayah perbatasan adalah bagaimana menyinergikan semua stakeholder terkait dalam pengembangan wilayah dengan segala permasalahannya yang multidimensi, seperti terkait dengan kepastian garis batas (delimitasi dan demarkasi), pertahanan dan keamanan, kedaulatan, ketersediaan infrastruktur, pergerakan lintas batas, dan kelembagaan, serta kesejahteraan penduduk.
Sebenarnya kalau infrastruktur dan aturannya nya dibangun dan berkualitas, maka geliat ekonomi akan mencari jalannya sendiri. Hal seperti itu terlihat jelas dalam perdagangan antara Indonesia dan Malaysia di wilayah perbatasan, pulau Kalimantan. Malaysia dengan kesiapan infrastrukturnya, ternyata telah jadi “pendikte” pasar di perbatasan, tetapi ternyata hal yang sama tidak bisa kita lakukan di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste, sebab memang pemerintah tidak membangun infrastruktur di perbatasan. Pemerintah kita hanya kaya dalam wacana, tetapi miskin dalam aksi.
Di perbatasan RI-Timor Leste yang terjadi malah sebaliknya, kelihatannya justeru pembangunan infrastruktur di Timor Leste justeru jauh lebih baik dan konsisten, sehingga meski produk Indonesia meski tidak punya saingan tetapi justeru belum mampu mendikte pasar seperti yang terjadi di perbatasan Kalimantan, dimana pasar sepenuhnya dikuasai produk Malaysia. Di timor Leste produknya ada, tetapi lakunya terbatas sebab harganya sudah terlalu mahal.

Malaysia Sudah Jauh Di Depan

Lihatlah misalnya Sarawak Malaysia, di  Tebedu wilayah itu sudah jadi bagian kawasan pelabuhan Darat Kota Kuching ( Ibu Kota Sarawak). Terminal Darat pertama dan di perbatasan RI-Malaysia- Sarawak, Tebedu Inland Port (TIP) terletak sekitar di sebelah Entikong. TIP berada di bawah yurisdiksi Otoritas Pelabuhan Kuching, dioperasikan dan dikelola oleh SM Inland Pelabuhan Sdn Bhd. Pembangunan TIP adalah dalam rangka pengembangan secara sinergis Kawasan Industri Tebedu sebagai katalis untuk membantu pembangunan di pedalaman Kalimantan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang kaya dan sumber daya manusia yang melimpah di daerah sekitarnya.
Efek sinergis antara TIP (fasilitas pelabuhan), Tebedu Industri estate (pengembangan industri) dan Bandar Mutiara Baru Tebedu Township (pembangunan komersial) akan memiliki multiplier effect dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah dan sekitarnya. Tujuannya Pemerintah Negara Sarawak dalam pembentukan Tebedu Inland Port adalah untuk memantau, mengatur dan mengontrol pergerakan barang dalam rangka memfasilitasi dan meningkatkan perdagangan lintas batas. Inisiatif ini dalam hubungannya dengan perkembangan Tebedu Industrial Estate dan Bandar Mutiara, New Tebedu Township akan memiliki efek sinergis dan multiplier dalam pembangunan ekonomi regional di wilayah perbatasan, yang memungkinkan warga Kalimantan Barat, Indonesia dan Sarawak untuk berbagi dalam kemakmuran dari pengembangan Selatan Barat Sarawak.

Memang Baru Langkah Pertama

Kalau melihat pada kondisi rielnya, Kaltara ternyata masih sangat sederhana dengan assets yang juga sangat terbatas alias miskin. Aset Pemprov Kaltim yang nantinya akan diserahkan ke Kalimantan Utara (Kaltara), ternyata hanya sebagian kecil dari total aset yang dimiliki Kaltim. Secara keseluruhan, aset Pemprov mencapai Rp 18 triliun lebih, sementara yang diserahkan ke Kaltara hanya sekitar Rp 1,3 triliun. Angka ini merupakan total aset Pemprov di sana. Ini berarti, hanya 7,2 persen harta Kaltim yang diwariskan ke Kaltara.
Menurut Kepala Biro Perlengkapan Setprov Kaltim, Fathul Halim. Fathul menyebut, aset terbesar yang dimiliki Pemprov didominasi infrastruktur jalan, termasuk di utara Kaltim. Nilai jalan jaringan yang dicatat Dinas Pekerjaan Umum di wilayah utara, mencapai Rp 829 miliar. Sementara dari kabupaten/kota terbesar di Kaltara, aset Pemprov terbanyak ada di Tarakan. Totalnya Rp 503 miliar dan di Tana Tidung dengan total aset Rp 630 juta.
Namun demikian, Dalam undang-undang pembentukan Kaltara, lama waktu yang ditetapkan untuk menuntaskan tugas tersebut, dua tahun setelah Kaltara diresmikan.
Kepala Biro Perbatasan, Penataan Wilayah, dan Kerja Sama, Setprov Kaltim, Tri Murti Rahayu belum lama ini menyebut, dalam undang-undang, batas waktu penyelesaian batas wilayah dengan Kaltara selambat-lambatnya lima tahun sejak Kaltara diresmikan. Pemprov menargetkan persoalan itu rampung tahun ini juga. Pemprov mencatat, untuk masalah perbatasan Berau-Bulungan, terbagi dalam enam segmen yang total panjangnya mencapai 371 kilometer (km). Ada juga Kutai Barat-Malinau yang masih belum pasti 175,9 km. Selain itu, Kutai Kartanegara-Malinau yang totalnya 95,8 km.
Provinsi baru ini memiliki luas wilayah 71.176 km persegi. Luas wilayah ini tergolong kecil dibanding luas wilayah Kaltim yang sebelumnya berada di angka 245.238 km persegi (hanya 29% dari luas wilayah “provinsi induk”). Luas Kaltim tersebut tercatat sebagai provinsi terluas ke-2 di NKRI (setelah Provinsi Papua). Kehidupan masyarakat di wilayah ini tergolong memprihatinkan karena kurangnya infrastruktur penunjang perekonomian. Masyarakat mengaku berdarah Indonesia, tetapi perut milik Malaysia. Hal ini dikarenakan bahan kebutuhan pokok lebih mudah diakses dari negeri seberang, Malaysia.
Secara garis besar, karakteristik wilayah perbatasan meliputi :  pertama, karakteristik fisik dan infrastruktur yang sangat terbatas (masalah penegasan dan penetapan garis batas yang belum selesai, berada di pedalaman, sarana-prasarana terbatas, pos pengawas lintas batas dan custom, immigration, quarantine, security/CIQS belum lengkap). Kedua, karakteristik permukiman penduduk yang jarang dan tidak terdistribusi merata, kualitas relatif rendah, angka kematian tinggi, secara etnis memiliki hubungan kekeluargaan dengan saudara di negara tetangga. Ketiga, karakteristik ekonomi yang tidak seimbangKeempat, belum terkelolanya sumber daya alam secara baik.
Pengembangan wilayah perbatasan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu kesejahteraan/prosperity (peningkatan kesejahteraan dan ketahanan), keamanan/security (menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI melalui pertahanan dan pengamanan teritorial wilayah perbatasan), serta environment (berwawasan lingkungan sekaligus berkelanjutan). Masalahnya harus diakui selama ini yang baru bisa bergerak barulah pendekatan pertahanan territorial. Sementara pertahanan fungsional berupa pemberdayaan ekonomi dan pendekatan sosial budaya baru sebatas ide dan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Kalau memang ingin menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman depan bangsa maka Infrastruktur yang dibangun mestinya mendukung semua aspek yang terkait dengan karakteristik ekonomi wilayah tanpa mengabaikan aspek lingkungan. Sektor perkebunan, industri, perdagangan, dan pariwisata merupakan potensi penggerak utama pengembangan ekonomi perbatasan. Dia harus menjadikan wilayah perbatasan masuk dalam arus utama pembangunan nasional, daeran dan kawasan. Karena itu, dalam rencana tata ruang perlu dialokasikan zona-zona untuk mendukung aktivitas sektor itu. Di sini diperlukan peran pemerintah yang lebih dominan mengingat daerah perbatasan sering kali kurang diminati investor.
Salah satu yang jadi titik lemah wilayah perbatasan adalah masyarakat tidak bisa dijadikan sebagai pemilik dan pengelola wilayah produksi. Padahal percepatan kemajuan pembangunan wilayah perbatasan bisa ditempuh melalui pengembangan wilayah produksi, dengan membuka akses dari wilayah perbatasan ke sumber bahan baku setempat, meningkatkan kapasitas masyarakat sehingga tidak saja harus integrasi jaringan komunikasi dan transportasi sebagai penggerak ekonomi lokal, tetapi mereka sendiri harus mempunyai wilayah produksi itu sendiri, yakni dengan memberikan mereka kemampuan untuk memiliki lahan produksi minimal 2 ha per KK( bisa karet, sawit, coklat, lada,dll. Barulah setelah itu potensi mereka ini dikaitkan dengan pengembangan pusat pertumbuhan wilayah melalui kerja sama ekonomi dan pengembangan wilayah perbatasan, seperti dengan negara bagian Sabah dan Serawak di Kalimantan, serta dengan membentuk zona perdagangan internasional. Kita belum bisa melihat apa-apa, kini baru pelantikan Gubernur, semoga semangat menyejahterakan warganya terus di aksikan, bukan lagi hanya sekedar berwacana.

Tidak ada komentar: