Rabu, 16 September 2009

RRI Memberdayakan Masyarakat Perbatasan


Wilayah perbatasan mendapat dukungan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia atau LPP RRI, Jumat (11/9), mulai mengoperasikan RRI Boven Digul guna mendukung program Sabuk Pengaman Informasi. Tahun 2010, seluruh wilayah perbatasan NKRI akan mendapat siaran RRI. Program ini ”Bertujuan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), program Sabuk Pengaman Informasi telah diawali dengan peresmian studio produksi siaran RRI di Entikong, perbatasan Kalimatan Barat dengan Malaysia Timur, 15 Juli 2009. RRI memulai siaran daerah perbatasan di Morotai, Maluku Utara, tahun 2006,” papar Direktur Utama LPP RRI Parni Hadi, Jumat (11/9) di Jakarta. 




Oleh Harmen Batubara 
Wilayah perbatasan mendapat dukungan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia atau LPP RRI, Jumat (11/9), mulai mengoperasikan RRI Boven Digul guna mendukung program Sabuk Pengaman Informasi. Tahun 2010, seluruh wilayah perbatasan NKRI akan mendapat siaran RRI. Program ini ”Bertujuan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), program Sabuk Pengaman Informasi telah diawali dengan peresmian studio produksi siaran RRI di Entikong, perbatasan Kalimatan Barat dengan Malaysia Timur, 15 Juli 2009. RRI memulai siaran daerah perbatasan di Morotai, Maluku Utara, tahun 2006,” papar Direktur Utama LPP RRI Parni Hadi, Jumat (11/9) di Jakarta. 

 Pada kesempatan itu juga diresmikan pemancar relai Programa 1 di Bukit Langkisau, Kabupaten Pesisir Selatan dan Pemancar Relai Programa 3 di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Bulan Juni lalu, diresmikan pemancar masing-masing 10 KW bantuan Japan International Cooperation Agency untuk RRI Tarakan dan Toli-Toli juga penambahan daya pancar dan perbaikan sarana produksi untuk RRI di sejumlah daerah. Masalah di wilayah perbatasan Indonesia ditandai oleh minim dan lemahnya kondisi infrastruktur, prasarana dan sarana publik mulai dari tingkat sama sekali tidak dibangun, sampai operasinya yang buruk di bawah standar, hingga kondisi terbengkalai, Di beberapa daerah, infrastruktur dan fasilitas publik itu tertinggal karena kurang pasnya dalam menetapkan prioritas dan tidak cermat dalam memahami investasi kunci, yang mana yang seharusnya didahulukan. Terbatasanya pembangunan jaringan listrik, jalan raya lintas kabupaten, air bersih, rumah sakit, hal seperti ini masih dominan temukan di Kalimantan, NTT, Papua dan Sulawesi. Jika prasarana-prasarana itu tersedia dengan standar minimal saja, sektor-sektor lain akan dapat bersinergi sehingga peran negara yang menjamin, melindungi, dan akhirnya menyejahterakan bangsa itu riil. Dalam kesempatan itu Parni menjelaskan, memberdayakan berarti mengubah potensi yang dimiliki masyarakat menjadi kompetensi dalam berbagai aspek kehidupan melalui beragam kegiatan sosial, seperti aksi menanam pohon, pemberian bantuan, mencegah dan menangkal terorisme, dialog interaktif, seminar/sarasehan, gelar seni budaya, dan berbagai bentuk program siaran. 

 Terkait pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan, juga ditandatangani nota kesepahaman antara Dirut LPP RRI Parni Hadi dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (KSAD) TNI Agustadi Sasongko Purnomo, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatmo, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono. Kemudian RRI mengelar dialog interaktif menyapa masyarakat perbatasan bersama KSAD, KSAL, Menneg Pemberdayaan Perempuan, Menteri Komunikasi dan Informasi Mohammad Nuh, dan tokoh-tokoh lain secara audio, video, dan teks. Pada kesempatan ini kita hanya ingin mengingatkan bahwa; permasalahan besar bagi pengelolaan wilayah perbatasan adalah, bagaimana menciptakan suatu sistem pengelolaan yang dapat mensinergikan berbagai stakeholder terkait dalam pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan ke depan. Salah satu kelemahan atau permasalahan mendasar dari upaya pengelolaan wilayah perbatasan pada waktu-waktu sebelumnya adalah semua mekanisme penyelesaian masalah perbatasan berjalan linier. Tidak ada simpul yang mengintegrasikan kebijakan dan implementasi kebijakan di lapangan, sehingga masih belum sinergis atau masing-masing stakeholder belum berjalan dalam suatu kesatuan yang sinergis, fokus dan sistematis.



Tidak ada komentar: