Jumat, 26 Februari 2010

Keamanan Energi, Paktor Pertahanan Vital dan Menentukan

Keamanan energi, yaitu pasokan yang berkesinambungan, adalah hal yang krusial. Tidak mustahil, kekuatan militer harus diarahkan untuk upaya menjaga keamanan energy di masing-masing negara. Hal ini terungkap dalam diskusi ”Papua dan Keamanan Energi” yang diadakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Institute of Defense and Security Studies (IODAS), dan Penerbit Pustaka Sinar Harapan di Jakarta, pada 16/11,2009).

Salah satu yang terasakan besarnya perhatian internasional terhadap keamanan di selat Malaka, adalah dalam upaya Negara-negara para pihak untuk mengamankan jalur pasokan minyak/ energy ked an dari negaranya. Diperkirakan 50 % pasokan energi dunia, memang lewat selat tersebut. Hal lain yang jadi konsern dari Negara-negara maju, atau Negara industeri adalah upaya mereka dalam mengamankan kepentingan energinya. Mereka melakukan semua hal untuk memastikan bahwa kepentingan energinya aman. Hal-hal seperti itulah, yang kemudian memberikan warna dalam hugungan antar Negara, baik itu dalam kelompok/hegemoni ataupun secara unilateral. Berbagai permasalahan yang timbul di kawasan timur tengah, tidak lepas dari upaya pengamanan kepentingan energy dari Negara pihak. Bisnis ? Coba Lihat Site Ini



Menurut mantan menhan Juwono Sudarsonopersoalan energi kian lama akan berhubungan erat dengan isu pertahanan. Keberadaan sumber daya energi (alam) menjadi salah satu faktor penentu keamanan negara. Sosok Purnomo, kata Juwono, paham akan keterkaitan itu, yang memang menjadi banyak kepedulian banyak negara. ”Saya kira Menhan di mana pun akan mengaitkan kedua hal tadi. Salah satu faktor terpenting dari mobilitas persenjataan dan personel militer adalah ketersediaan bahan bakar,” ujarnya (kompas, , (19/10/2009) Juwono Sudarsono melihat kemungkinan penunjukan Purnomo Yusgiantoro menggantikan dirinya pada pemerintahan mendatang adalah hal yang beralasan. Purnomo saat itu masih menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Dari data Kompas terlihat bahwa, Purnomo pernah menjadi Presiden Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan tiga kali menjabat Menteri ESDM. Dia juga pernah menjabat Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional tahun 1998-2000. Juwono mengingatkan, dalam lima tahun ke depan, persoalan pertahanan yang akan dihadapi tetap terkait masalah keterbatasan anggaran belanja pertahanan. Kemampuan APBN masih jauh dari kebutuhan riil pertahanan seperti terjadi selama ini.

Juwono meminta Menhan pada periode mendatang mampu menjaga efisiensi penggunaan anggaran belanja pertahanan, yang diberikan di tengah berbagai keterbatasan dan tingginya kebutuhan. ”Jika ada kenaikan perolehan alokasi anggaran sebesar Rp 7 triliun-Rp 10 triliun per tahun, besaran itu diyakini tetap tidak mampu mengimbangi kebutuhan riil yang juga terus meningkat. Jadi, harus diperhatikan soal ketepatan, kecermatan, dan kehematan penggunaan anggaran yang ada,” ujarnya.

Penilaian serupa juga disampaikan mantan anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Andreas Pareira, yang meyakini pemahaman strategis tentang isu sumber daya alam sangat diperlukan di masa mendatang, terutama dikaitkan dengan isu pertahanan. ”Kita sudah sering lihat konflik yang terjadi di negara-negara Timur Tengah, Irak, dan Afganistan terkait erat perebutan sumber daya energi. Begitu juga hubungan kita dengan negara tetangga, seperti Malaysia, seperti di wilayah kaya minyak di Ambalat,” ujar Andreas.

Untuk menjaga keamanan energi baik itu keamanan akan sumber-sumbernya, maupun akan jalur pasokannya, jelas diperlukan kekuatan militer yang mumpuni. Oleh karena itu, kebijakan minimal essensial force adalah suatu kebijakan yang tepat, yang tetap tegar mencoba mengatasi keterbatasan anggaran atas kepentingan pembangunan kekuatan pertahanan. Saat ini anggaran militer Indonesia Rp 40,7 triliun atau hanya 0,9 persen dari produk domestik bruto. Padahal Negara-negara tetangga kita justeru sudah mencapai 3-5 % PDBnya. Keterbatasan anggaran itu, misalnya, menyebabkan jumlah alutsista tetap terbatas.

Tidak ada komentar: