Selasa, 16 Maret 2010

Pola dan Semangat Pembangunan Wilayah di Perbatasan

Pembangunan di wilayah perbatasan, dari sejak dahulu ya masih begitu-begitu saja, ada semacam Rakor yang diikuti oleh para stake holder, kemudian diidentifikasi permasalahan di wilayah perbatasan, misalnya masalah-masalah apa saja yang ada, dan kemudian di informasikan kepada para peserta, tetapi pada tahun berikutnya, yang terjadi ya masih seperti itu juag. Program tahun yang lalu itu, bagai hilang begitu saja. Secara teknis, memang bisa diduga, antara pelaksana rakor dan penyusunan anggran rentang waktunya sangat jauh tertinggal, dan lagi pula si peserta rakor hanyalah sekedar pelaksana, keputusan tetap ada pada pimpinan lembaganya. Jadi bisa saja, usulah yang dilakukan oleh peserta sudah sesuai dengan kepentingan wilayah perbatasan pada saat rakor, tetapi tiba di pimpinan, kebijakannya lain lagi. Sebab wawasan dan kebijakan memang jelas berbeda.

Salah satu contoh adalah Rakor P2WP Kabupaten Malinau yang dilaksanakan dari tanggal 25 s.d 27 Maret 2008 yang lalu dan dibuka oleh Bapak Gubernur Kalimantan Timur yang di wakili Asisten II .

Peserta yang hadir dalam acara ini kurang lebih terdiri Gubernur Kalimantan Timur, DPR Komisi V, Bupati Nunukan, Bupati Kutai Barat, Staf Ahli Kementerian PDT, Deputi, Kementerian/Lembaga yang seluruhnya 23 Sektor dan selaku tuan Rumah Bupati Malinau , Muspida dan seluruh Dinas-Dinas Tk.II. Kabupaten Malinau. Sebagai hasil dari Rakoor tesebut pada waktu dapat di rumuskan antara lain :

Wilayah perbatasan sesuai UU no.17 thn 2007 RPJPP, UU No.27 tahun 2007 RPJM . Visi (RPLPP) menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda depan NKRI. Dengan arah kebijakan Outward looking, dengan pendekatan keamanan dipadukan bersama kesejahteraan. Untuk mewujudkannya maka diperlukan adanya; perencanaan yang baik dan konsisten, keberpihakan program yang secara bersama sama memadukan program anggaran penda dan program lembaga/kementerian antar sektor, koordinasi antara pemda dan sektor untuk meningkatkan sinergitas dan saling melengkapi.

Hal mana dimulai dari Rencana Detail Tata Ruang, adanya produk unggulan, tersedianya pelayanan dasar, Program antara pusat dan daerah yang lebih pasti (harmonis) dan penetapan kecamatan perbatasan yang di prioritaskan pembangunannya. Disamping itu pembangunan Green belt dan pusat pembelajaran masyarakat (CLC) untuk mendorong tumbuhnya keunggulan konpetitive pada masyarakat perbatasan.

Kemudian dikemukaan, permasalahan pokok di kawasan perbatasan Kalimantan Timur, adalah minimnya sarana dan prasarana transportasi, harga bahan pokok yang sangat mahal, pilar batas yang perlu dibenahi, sarana keamanan di wil. Perbatasan yang sangat minim. Sehingga dapat menimbulkan suburnya illegal. Perlu upaya-upaya sektor terkait untuk dapat merealiasasikan pembangunan di wilayah perbatasan.

Perlu adanya pembentukan provinsi baru dari pemekaran Kalimantan Timur karena luasnya, menjadi Prov. Kalimantan Utara. Dalam rangka pengembangan pembangunan Daerah.


Kemudian secara khusus Rakor mengamati Permasalahan di kabupaten Malinau antara lain kondisi geografis yang sulit dijangkau, SDM yang rendah, Infrastruktur yang rendah, ekonomi yang rendah, jalan penghubung ke malaysia tidak terpelihara, tingginya harga sembako dan barang strategis, mahalnya biaya penerbangan, sehingga menimbulkan cost pembangunan yang sangat tinggi, kurangnya sarana TRANSPORTASI dan tingginya resiko angkutan udara ke daerah perbatasan, belum finalnya RTRW Prov yang berpengaruh pada RTRW Kabupaten Malinau, Belum ada sarana dan komunikasi.
Kurangnya sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, kurangnya SDM tenaga kesehatan dan pendidikan, kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah. Garis batas sepanjang 408 km di kabupaten Malino masih tertutup hutan, sehingga tidak terawasi dari kegiatan illegal. Ditambah lagi sulitnya pemasaran hasil-hasil produksi masyarakat .

Prioritas utama program pembangunan di kabupaten Malinau yaitu peningkatan jalan di wilayah perbatasan peningkatan sarana dan prasarana transportasi (udara dan sungai) ke perbatasan, peningkatan SDM, Teh sebagai alternatif untuk green belt selain karet, Pengadaan listrik tenaga surya. Perlunya payung hukum , badan pengelolan wil perbatasan, kerjasama antar kabupaten di wilayah perbatasan, perlunya program pendanaan, peningkatan , Infrastruktur, peningkatan ekonomi kerakyatan, peningkatan batas wilayah, membuka peluang investasi dan merintis kerjasama dengan negara tetangga serta membentuk jeringan pemasaran hasil produksi masyarakat perbatasan.

Rakor juga mengidentifikasi permasalah kabupaten batas lainnya, seperti kabupaten Nunukan; Permasalahan yang ada di wilayah perbatasan kabupaten nunukan antara lain ; rendahnya aksesibilitas, timpangnya pembangunan antar wilayah, rawan kegiatan illegal dan penyelundupan narkoba, minimnya sarana dan prasarana dasar, kondisi geografis yang berbukit, adanya deportasi TKI.

Prioritas program yang diharapkan pengembangan kelapa sawit, perluasan persawahan, pemb. Infrastruktur wilayah, peningkatan akses pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, perumahan, listrik (tenaga surya) dan air bersih), pengembangan kota baru, pembangunan PLB dan PPLB, Pembangunan jembatan antara nunukan dan pulau Kalimantan (3,8 Km), pemberdayaan masyarakat perbatasan melalui permodalan usaha dan pelatihan.

Begitu juga di Kabupaten Kutai Barat, permasalahan di wilayah perbatasan Kabupaten Kutai Barat antara lain rendahnya tingkat ekonomi, terbatasnya sarana dan prasarana dasar, daya saing produk lokal yang rendah, terbatasnya pendidikan, kesehatan ,listrik, air bersih, kemungkinan disintegrasi dan pencurian sumberdaya alam, bergesernya batas wilayah, rendahnya tingkat pendapatan.

Prioritas Program Pembangunan Wilayah Perbatasan Kabupaten Kutai Barat di utamakan pada sektor kehutanan, tambang (emas, uranium, Batu Bara, Batu Permata) pariwisata, dan pertanian, pengembangan komoditi karet, coklat dan sawit. Diharapkan ditindaklanjuti dengan implementasi program sektor-sektor terkait.

Begitulah polanya, rakor dan seminar dilakukan, dan kebijakan baru dilontarkan tetapi semua hasil-hasil rakor/seminar yang bagus itu tidak bisa di wujudkan dalam program pelaksanannya secara nyata, konkrit dan fokus. Jadi semua yang dilakukan itu kelihatnnya tepat, pas tetapi tiba di pelaksanaannya jadi kabur, menjadi tidak fokus. Sehingga masyarakat di wilayah perbatasan, jadi apatis, mereka sering bilang semua petinggi negeri ini sudah pernah ke wilayah mereka, mulai dari pejabat di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional, bahkan bapak presiden tetapi hasilnya tidak juga bisa secara konkret. Masalah wilayah perbatasan, masih yang itu-itu juga, ga ada bedanya.

Tidak ada komentar: