Strategi Sun Tzu Dalam Memenangkan
Pilkada
oleh harmen batubara
Kesempatan menjadi seorang Gubernur,
Bupati atau Walikota sekarang ini kian terbuka. Kalau anda merasa bahwa
untuk Indonesia yang lebih baik maka diperlukan para pemimpin yang baik, dan
kalau anda merasa bahwa diri anda cukup baik untuk Indonesia? Maka sebaiknya
anda harus maju dan ikut Pilkada. Demikian juga dengan organisasi kepemudaan
atau organisasi Mahasiswa sudah sebaiknya dari awal membekali para kadernya
untuk mempersiapkan mereka jadi Pimpinan Daerah. Jangan ragu. Demokrasi membuka
jalan bagi siapa saja yang mampu jadi pemimpin untuk ambil bagian. Tidak ada
jeleknya kan? Habis jadi pimpinan daerah kemudian jadi Presiden atau jadi
Menteri? Anda tentu tidak keberatankan?
Kalau
anda berminat maka buatlah rencanamu. Bagi para perencana, persiapan adalah
tantangan, “gagal mempersiapkan dengan baik sama saja dengan merencanakan
kegagalan itu sendiri”. Ungkapan ini juga berlaku dalam dunia politik praktis.
Alam politik di era demokrasi modern berbeda dengan era sebelumnya. Dulu
seorang pemimpin sudah ditetapkan sebelum dia lahir dan kemampuannya penuh
dengan balutan mitos dan mistis secara turun-temurun. Tetapi setelah alam
demokratis muncul maka mitos dan mistis seperti itu dihancurkan oleh logika dan
rasionalitas. Orang tidak lagi mau dinina bobokkan maka kerja-kerja politik
praktis menjadi sesuatu yang terukur dan terencana. Tapi pakah sesederhana itu?
Seorang
calon pemimpin tidak bisa lagi bersikap pasif bagai putra mahkota yang menunggu
penobatan. Seorang politisi dituntut untuk melakukan aktivitas politik yang
terencana dalam suatu manajemen yang baik. Setiap perencanaan tak berlaku
seragam bagi setiap politisi. Seluruh perencanaan tersebut tentu harus
disesuaikan dengan kondisi objektif politisi bersangkutan. Demikian juga calon
Petahana dia boleh saja mempunyai berbagai kelebihan, tetapi soal mampu
tidaknya memenangkan Pilkada itu bisa
jadi soal lain lagi. Memang harus diakui dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada), calon petahana memiliki kepercayaan diri yang luar biasa
dibandingkan calon pendatang baru.
Tapi
jangan lupa. Masih ingat dengan Pemilukada DKI 2012? Menurut penulis Pemilukada DKI adalah contoh
yang menarik tentang Tumbangnya seorang Petahana secara telak ditengah ke
populerannya. Popularis Pasangan Petahana begitu luar biasa. Tetapi begitu kita
melihat hasilnya? Kalah telak dan hilang begitu saja. Dalam pemilihan kepala
daerah kali itu, kubu petahana tampak begitu atraktif dibanding para
penantangnya. Salah satu kartu yang membuat publik berpikir ulang untuk tidak
berpindah dari petahana adalah pemaparan gagasan Mass Rapid Transportation yang
tampak visioner. Petahana memang punya banyak kelebihan khususnya terkait
“isu-isu visioner” pembangunan. Persepsi yang berkembang waktu itu hanya
petahana yang bisa melanjutkan “gagasan-gagasan visioner” itu. Calon baru akan
memerlukan waktu untuk belajar dan mempela jarinya.
Ya waktu itu
Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta, Jumat, 11 Mei 2012 lalu,
menetapkan enam pasangan calon gubernur. Secara sederhana, pasangan petahana
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, yang diusung Partai Demokrat, akan berhadapan dengan
lima pasang penantang. Para penantang itu ialah Joko Widodo (Jokowi)-Basuki
Tjahja Purnama (Ahok) yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan
Grindra, Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini oleh Partai Keadilan Sejahtera,
Alex Noerdin-Nono Sampono oleh Partai Golkar, dan dua pasangan independen,
Faisal Basri-Biem Benyamin, serta Hendardji Soepandji-A. Riza Patria.
Dari
sisi penantang, tampak belum ada konsep yang begitu berbeda dibanding
tawaran-tawaran kubu petahana. Inilah yang menyebabkan kubu petahana dikesankan
lebih visioner. Dan karena itu, kunci untuk mengalahkan petahana adalah dengan
membeberkan kelemahan kepemimpinan petahana periode sebelumnya. Di sinilah
strategi Sun Tzu dimanfaatkan dengan sebaik baiknya. Karena sudah memerintah satu periode, maka
ternyata kepemimpinan Fauzi Bowo dikesankan sangat egois dan sinis serta kurang
empati. Pecah kongsinya dengan Prijanto sebagai wakil gubernur jadi sesasi
utama. Foke tidak bisa bekerja sama dan berbagi. Ternyata mudah sekali membeberkan kelemahan
kepemimpinan dan kebijakan petahana. Di sisi ini, masalah utama petahana ialah
soal kepercayaan publik. Kubu petahana memang lebih bertumpu pada potensi
pemilih rasional dan mapan, bahwa perubahan tetap dalam kesinambungan dan itu
ternyata banyak disuka. Tapi, dalam hal kepercayaan ditambah lagi persoalan
karakter “sinis dan kurang berempati” nya Foke terus di tonjolkan, dan ini bisa
jadi bumerang. Hasilnya ternyata Petahana yang demikian kuat dan dominan di
segala lini serta didukung dana pencitraan yang tiada habisnya. Ternyata tidak
mampu mengalahkan Jokowi-Ahok. Pasangan pendatang baru, dua tokoh anak muda
yang sesungguhnya hanya biasa-biasa saja. Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli tinggallah
kenangan.
Negara
Demokrasi Dari Dulunya
Bagi
Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan
sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun 1955
Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis. Kemudian
berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali Pemilu,
yakni tahun 1999, 2004, dan 2009.
Sehingga istilah Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini,
dan tentu saja, sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat
Indonesia.
Merunut
kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di masa
reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil beberapa
pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu 1955 berlangsung pada
nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis dan partisipatif. Semangat
kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu membuat setiap
kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu. Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru
berada pada semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti
partisipasi masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu.
Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah melalui
Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pemantauan melekat pada
domain rezim pemerintah.
Pemilihan umum kepala daerah dan
wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada, adalah pemilihan umum
untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di
Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada
dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "pemilihan
umum kepala daerah dan wakil kepala daerah".
Memilih Pemimpin Baru Secara
Demokratis
Pilkada pada tataran ideal
dimaksudkan untuk melakukan pergantian kekuasaan di daerah dengan cara yang
demokratis, yaitu dengan mengikutsertakan rakyat secara langsung. Sehingga,
diharapkan akan terpilih sosok penguasa terbaik, yang alim dan ihlas mengabdi
untuk rakyat. Namun pada prakteknya muncul banyak distorsi sehingga Pilkada
tidak lagi bisa diandalkan untuk memunculkan pimpinan daerah yang bagus. Tetapi
persoalannya bukan di sana tetapi bagaimana anda bisa memenangkan Pilkada
dimaksud.
Pemilu
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya
yang tidak memihak rakyat bisa diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat
pada Pemilu sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat
bisa bertanggung jawab dengan tidak memilihnya lagi di Pemilu berikut nya.
Inilah
kelebihan demokrasi melalui Pemilu langsung. Cara seperti ini berusaha
benar-benar mewujudkan pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Demokrasi menghendaki, kekuasaan tidak dipegang oleh segelintir orang,
tetapi oleh kita semua dengan melakukan pengecekan ulang dan
perbaikan-perbaikan secara bertahap. Melalui Pemilu langsung, masyarakat
pemilih bisa menilai apakah pemerintahan dan perwakilan pantas dipilih kembali
atau justru perlu diganti karena tidak mengemban amanah rakyat. Sebagai salah
satu alat demokrasi, Pemilu mengubah konsep kedaulatan rakyat yang abstrak
menjadi lebih jelas. Hasil Pemilu adalah orang-orang terpilih yang mewakili
rakyat dan bekerja untuk dan atas nama rakyat. Tata cara seleksi mencari
pemimpin dengan melibatkan sebanyak mungkin orang telah mengalahkan popuralitas
model memilih pemimpin dengan penunjukan langsung atau pemilihan secara
terbatas.
Dengan
demikian, Pemilu adalah gerbang perubahan untuk mengantar rakyat melahirkan
pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyusun kebijakan yang tepat, untuk
perbaikan nasib rakyat secara bersama-sama. Karena Pemilu adalah sarana
pergantian kepemimpinan, maka kita patut mengawalnya. Keterlibatan aktif
masyarakat dalam seluruh tahapan Pemilu sangat dibutuhkan. Masyarakat perlu
lebih kritis dan mengetahui secara sadar nasib suara yang akan diberikannya. Suara kita memiliki nilai penting bagi kualitas
demokrasi demi perbaikan nasib kita sendiri.
Soal kualitas produk pemilu entah
seperti apapun hasilnya, bagi anda yang penting saat ini adalah bagaimana
caranya untuk memenangkan Pilkada ini dan anda Menjadi seorang Gubernur, atau
seorang Wali Kota atau seorang Bupati. Karena itu anda harus melihat dunia
politik itu sebagai sesuatu gelanggang
persaingan biasa yang perlu dimenangkan. Dunia politik tak ubahnya seperti
arena bertarung yang sangat membutuhkan strategi dan perencanaan untuk
pemenangannya. Tidak hanya sekedar
politik uang, tebar sembako tetapi anda memang harus bisa memenangkan hati para pemilih di daerah pemilihan anda. Anda
harus dapat memenangkan hati rakyat.
Saat ini rakyat sudah banyak tahu
dan semakin kritis serta sebagian besar tak lagi tertarik pada hanya sekedar
politik uang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa masih ada beberapa daerah
yang memang masih fokus pada kemampuan bagi-bagi uang dan tebar sembakonya para
calon Pilkada. Karena itu tidak heran bahwa masih ada sebagian partai politik
yang menggunakan politik uang dan tebar sembako sebagai strategi pemena
ngannya.
Menurut survey yang dilakukan oleh
Pew Research Center for the People and the Press terhadap sekitar 200 konsultan
politik di seluruh dunia pada tahun 1997 – 1998, ditemukan fakta bahwa kualitas
dari pesan-pesan kampanye politik dan
strategi pencitraan para calon pemimpin yang maju Pilkada merupakan faktor
utama dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan, sehingga selain faktor biaya
yang mutlak dipersiapkan untuk menggerakkan mesin politik calon kandidat,
pencitraan calon pilkada merupakan kunci penentu kemenangan.
Bagi sebagian besar warga pendekatan
program kerja yang ditawarkan oleh calon pilkada hanya akan dimengerti oleh
publik yang “melek” politik. Tetapi bagi publik yang “buta” politik, mereka
akan lebih suka melihat citra para calon pemimpin itu sendiri. Pengertian citra
dalam hal ini berkaitan erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini,
kepercayaan publik, asosiasi, lembaga dan juga simbol simbol tertentu terhadap
personel yang diusung oleh partai. Dengan
demikian, tanggapan dan penilaian publik merupakan unsur penting dalam melakukan
penelitian tentang Citra. Citra (image) adalah seperangkat keyakinan, ide dan
kesan seseorang terhadap suatu obyek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang
terhadap obyek tersebut akan ditentukan oleh citra obyek yang menampilkan
kondisi yang paling baik. Karena itu Pencitraan adalah salah satu kunci sukses
pilkada anda.
Jadi
dalam garis besarnya memasarkan seorang calon Pilkada tak ubahnya seperti
memasarkan sebuah produk atau jasa kepada target pasarnya. Pada dasarnya, jika diibaratkan pemasaran
produk, target pasar untuk pemilukada adalah para pemilih (voters), yang kalau
kita cermati secara lebih teliti terbagi dalam empat (4) segmen. Segmen pertama
adalah pemilih ideologis (ideologist voters); yang kedua adalah pemilih
tradisional (traditional voters); yang ketiga adalah pemilih rasional (rational
voters) yang terbagi dalam pemilih intelektual dan non partisan; dan yang
keempat adalah pemilih yang masih berubah-ubah (swing voters). Dari data empiris memperlihatkan
persentasenya sebagai berikut : Ideologist dan Traditional Voters menguasai
sekitar 40% dari market share, sedangkan Rational Voters dan Swing Voters
menguasai sekitar 60% dari market share (Priosoedarsono, 2005 ). Nah sebagai
calon Gubernur, calon bupati atau calon walikota anda dan tim sukses anda harus
dapat merebut suara tersebut sebanyak bisa.
Sekapur
Sirih
Para
pembaca yang budiman. Pemilukada tidak ubahnya mempromosikan produk baru, meski
kualitasnya baik tapi tanpa didukung oleh promosi yang bagus dia tidak akan
dikenal oleh masyarakat. Kandidat anda tidak akan terpilih. Produk berkualitas
pada ahirnya memang pasti akan selalu unggul, tetapi tanpa dengan pemasaran
yang baik ia memerlukan waktu yang lama dan cenderung sudah terlambat. Berbeda
kalau dipromosikan dengan baik dan tepat maka ia akan jadi produk unggulan yang
disenangi warga. Karena itu pemanangan Pilkada saat ini sudah memerlukan suatu
organisasi pemenangan Pilkada secara profesional yang bisa memanfaatkan semua
sumber daya agar bisa memenangkan Pilkada.
Tugas
kandidat bukan lagi menyusun strategi dan taktik karena hal itu telah
dipercayakan pada Tim Sukses. Tugas Kandidat bukan lagi mencari dukungan dana
dan mengelola dana Kampanye. Karena anda telah memper cayakan tugas ini pada
orang terpercaya di dalam Tim Sukses anda. Tugas Kandidat bukan lagi untuk
menyusun Jadwal Kampanye, karena anda telah mempercayakan tugas ini pada
manajer tim sukses anda. Ketua Tim Sukses/Manajer Kampanye berserta anggota
timnya bertanggung jawab untuk menangani seluruh tahapan dan proses pemenangan,
pelaksanaan sampai sang Kandidat dilantik jadi Gubernur, jadi Wali Kota atau
Bupati.
Salah
satu yang besar maknanya dalam keberhasilan seorang kandidat Pilkada adalah
pemahamannya bahwa sebaiknya segala sesuatu itu tidak terjadi begitu saja.
Sesuatu upaya yang dilakukan secara bertahap dan berlanjut. Karena itu kita
ingin mengingatkan pada calon kandidat Pilkada ada fase-fase penting yang
sangat berperan dalam kesuksesan seorang kandidat.
Fase
Pertama adalah Fase Penanaman Modal Sosial. Fase ini dikenal juga dengan fase
sosialisasi. Fase ini adalah fase dimana kandidat secara sungguh-sungguh dan
benar-benar dapat terjun ke tengah kehidupan masyarakat. Kandidat secara
langsung ikut melakukan berbagai kegiatan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Kandidat melakukan kerja-kerja sosial yang populer di tengah warga, terserah
apakah itu terkait lingkungan hidup, paguyuban ternak atau para tani. Artinya
paguyuban yang populer di tengah-tengah warga di wilayah dimana anda akan maju
untuk ikut Pilkada tersebut. Bagi calon kandidat fase ini bisa berperan sebagai
ajang pelatihan kepemimpinan. Bagaimana caranya agar bisa terpilih jadi ketua
paguyuban tersebut dengan cara yang baik dan elegan. Hal ini penting, karena
akan langsung dilihat oleh warga.
Bagi
kandidat yang jeli, fase ini sesungguhnya bisa menjadi ajang unjuk kemampuan
diri dalam hal kepemimpinan. Jangan pernah berpikir bahwa modal sosial seperti
ini bisa diciptakan secara instant atau dibeli dengan harga tertentu. Semakin
berhasil seorang kandidat dalam organisasi kemasyarakatan maka akan semakin
besar kepercayaan warga padanya. Semakin besar keberhasilan calon kandidat
dalam fase ini maka akan semakin besar pengaruhnya pada popularitas calon
kandidat. Semakin kuat pula modal sosial
calon kandidat dalam memperluas jaringan sosial kandidat di masyarakat.
Besarnya
modal sosial yang dipupuk oleh kandidat akan sendirinya akan dapat menekan
biaya finansial yang harus dikeluarkan oleh kandidat pada saat kampanye pilkada
nantinya. Bahkan pada tahap tertentu, justru pemilih yang akan secara suka rela
mengeluarkan tenaga dan dana untuk mendukung keberhasilan kandidat. Mereka mau
menjadi pekerja sukarela dalam mensuksesan keberhasilan calon kandidat. Para
sukarelawan yang teroraganisir dengan baik niscaya akan menjadi aset yang
sangat besar maknanya dalam pemenagan pilkada. Bisa dipahami, seberapa besarpun
dana yang ada tetapi kalau semua harus di bayar, pastilah dananya akan kurang.
Tim Sukarelawan adalah solusi ampuh dalam memenangkan Pilkada.
Fase
Kedua adalah Fase Meraih Dukungan Politik. Fase ini adalah fase dimana kandidat
berhasil mendapat kan dukungan dari partai politik yang tepat. Kenapa kita
sebut partai politik yang tepat? Karena kandidat mendapatkan partai politik
yang sepenuhnya mau dan bersedia memberikan dukungannya dan yang paling penting
lagi adalah Partai politik yang paling banyak pendukungnya di daerah tersebut
dan mesin politik partai itu mau mendukung keberhasilan anda. Anda harus
berjuangan untuk itu. Pada fase ini yang dibutuhkan adalah lobi-lobi politik
dan kekuatan finansial. Kedekatan dengan elit politik menjadi faktor penting.
Hal
ini penting untuk meyakinkan elit partai bahwa kandidat tersebut adalah orang
yang punya potensi besar untuk memenangkan Pilkada. Kandidat juga harus dapat
menyakinkan elit partai bahwa kemenangan kandidat tersebut akan menguntungkan
partai untuk kurun 5 tahun kedepan. Selain itu, sudah menjadi rahasia umum,
untuk mendapatkan tiket partai, kandidat juga harus mengeluarkan dana yang
tidak sedikit. Suka tidak suka ini lah konsekuensi dari sistem demokrasi yang
tengah kita bangun.
Fase
Ketiga adalah Fase Memobilisasi Dukungan Pemilih. Ini adalah fase atau babak
final dari pertandingan Pilkada. Disini kandidat dituntut untuk piawai mengatur
dan menggerakan mesin mobilisasi pendukung (jaringan sosial) dan mesin
pencitraan (media komunikasi). Pengalaman dan strategi politik sangat
diperlukan pada fase ini. Bila dipandang perlu, konsultan politik bisa diminta
bantuanya untuk mendampingi anda.
Para
pembaca yang budiman penulisan buku ini bermula dari permintaan seorang sahabat
yang mau ikut pemilukada, dia meminta semacam Tip untuk bisa memenangkan
Pilkada. Permintaan itu kemudian di uji dan diproses lewat mekanisme diskusi
rutin yang melibatkan pakar Tim Perbatasan, dan Tim Pertahanan dari kelompok
www.wilayahperbatasan.com. Setelah putaran diskusi yang ketiga, ternyata
hasilnya tidak saja sekedar Tips untuk memenangkan Pilkada secara Elegan,
tetapi sudah hampir menyeluruh berisi suatu strategi dan taktik dari suatu
proses pemenangan Pilkada secara Elegan. Itulah cikal bakal yang menjadi
lahirnya buku ini.
Penulis
berterima kasih pada kerjasama Tim, baik sesama mantan anggota Tim Pakar Batas
Kemdagri, juga tim ahli PT Indah Unggul Bersama dan semua anggota dari Tim
Perbatasan dan Pertahanan yang terhimpun dalam jaringan
www.wilayahperbatasan.com dan www.wilayahpertahanan.com Semoga buku ini dapat memberikan manfaat pada
kemajuan berdemokrasi di tanah air tercinta.
Untuk
memperkaya cara pandangan anda, maka buku ini disusun dengan daftar isi sebagai
berikut :
Daftar
Isi
Isi
Sekapur Sirih
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB
I Strategi Sun Tzu Dalam Pemilukada
1.1 Latar Belakang.
1.2 Kenapa Buku Ini Saya Tulis
1.3 Untuk Siapa Buku Ini Saya Tulis
1.4 Apa Manfaat Buku Ini Buat Anda
1.5 Tata Urut dan Ruang Lingkup
Defenisi dan Pengertian
Daftar Pustaka
BAB II Tata Cara Pendaftaran Pemilukada
2.1
Sejarah Pemilukada.
2.2
Poin-point Perlu Revisi UU Nomor
1 Tahun 2015 tentang Pemilukada
2.2.1 Revisi Versi atau Usulan DPR. Dewan
2.2.2 Poin-poin Revisi Versi Pemerintah.
2.2.3 13 Poins Revisi UU Pilkada
Kesepakatan
2.3 Calon Pilkada Dari Partai Politik Yang
Tengah Konflik
2.4 Intisari UU No 1 Tahun 2015 tentang
Pemilihan Kepala Daerah.
2.5 Tata Cara dan Mekanisme Pemilihan Kepala
Daerah
BAB
III Rencanakan Kemenanganmu
3.1 Ihtiar Itu Harus Maksimal
3.2 Temukan Visi dan Misi, Gratiskan Pendidikan
dan Kesehatan.
3.3 Temukan Kenderaan Politik yang sinergis
dengan Keberhasilan Anda.
3.4
Peta Politik dan Kekuatan Pendukungnya
3.5 Mengetahui Kelemahan dan Kekuatan Petahana
dan Kandidat Lain
BAB
IV Membentuk Tim Sukses
4.1 Persiapan Pembentukan
4.2 Penyiapan sarana dan prasarana Tim Sukses
4.3 Pembentukan Tim Sukses
4.4 Road Map Menuju Kemenangan
4.4.1 Matangkan Strategi
4.4.2 Road Map Tim Sukses
BAB
V Launching Kampanye, Menangkan
PilkadaMU
5.1 Big Launching atau Soft Launching?
5.2 Persiapan Launching
5.3 Big Launching Kampanye
5.4 Menangkan Pilkadamu
5.5
Pengalaman Kandidat Yang Berhasil
Bandung 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar