Sinergi Tol Maritim
Nusantara dan MP3EI Tanpa Wilayah Perbatasan
Oleh harmen batubara
Ketika Indonesia memperingati 100
tahun Kebangkitan Nasional pemerintah waktu itu mengagas apa yang disebut
dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju
dan termasuk 10 (sepuluh) negara
besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang
inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Sebagai masterplan MP3EI jelas sangat
konprehensif, dengan pembangunan 6 koridor nasional yang seluruhnya bertumpu
pada matra darat. Terobosan Bersejarah Penyusunan MP3EI: Awal Perjalanan
Percepatan Transformasi Ekonomi Indonesia. MP3EI memiliki semangat Not Business
as Usual. Semangat ini tercermin dari sejak proses penyusunannya di mana
rumusan strategi dan kebijakan yang awalnya disusun oleh Pemerintah diperkaya
dengan mendengarkan pandangan dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan,
terutama dari dunia usaha, melalui serial dialog intensif, interaktif dan
partisipatif. Kita melihat dari kacamata Kebangkitan bangsa ada kelanjutan
antara MP3EI dengan Tol Laut Maritim Indonesia.
Dalam kacamata MP3EI potensi laut juga
sangat jelas menonjol dan mempunyai potensi yang sangat besar untuk
dikembangkan. Dalam pandangannya potensi maritim Indonesia terlihat dari :
Indonesia Sebagai Negara Maritim Total panjang garis pantai Indonesia yang
terbentang sepanjang Samudera India, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut
Jawa, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Samudera Pasifik, Laut Arafura, Laut Timor,
dan di wilayah kecil lainnya. Melekat dengan Kepulauan Indonesia terdapat
beberapa alur laut yang berbobot strategis ekonomi dan militer global, yaitu
Selat Malaka (yang merupakan SLoC), Selat Sunda (ALKI 1), Selat Lombok dan
Selat Makassar (ALKI 2), dan Selat Ombai Wetar (ALKI 3). Sebagian besar pelayaran
utama dunia melewati dan memanfaatkan alur-alur tersebut sebagi jalur
pelayarannya.
MP3EI mengedepankan upaya
memaksimalkan pemanfaatan SLoC maupun ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)
tersebut di atas. Indonesia bisa meraih banyak keuntungan dari modalitas
maritim ini untuk mengakselerasi pertumbuhan di berbagai kawasan di Indonesia
(khususnya Kawasan Timur Indonesia), membangun daya saing maritim, serta
meningkatkan ketahanan dan kedaulatan
ekonomi nasional. Untuk memperoleh manfaat dari posisi strategis
nasional, upaya Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia perlu
memanfaatkan keberadaan SLoC dan ALKI sebagai jalur laut bagi pelayaran
internasional.
Garis Depan Konektivitas Global
Indonesia Dalam rangka penguatan konektivitas nasional yang memperhatikan
posisi geo-strategis regional dan global, perlu ditetapkan pintu gerbang
konektivitas global yang memanfaatkan secara optimal keberadaan SLoC dan ALKI
tersebut di atas sebagai modalitas utama percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia. Konsepsi tersebut
akan menjadi tulang-punggung yang membentuk postur konektivitas nasional dan
sekaligus diharapkan berfungsi menjadi
instrumen pendorong dan penarik keseimbangan ekonomi wilayah, yang tidak hanya
dapat mendorong kegiatan ekonomi yang lebih merata ke seluruh wilayah
Indonesia, tetapi dapat juga menciptakan membangun kemandirian dan daya saing
ekonomi nasional yang solid. Dalam konsep MP3EI wilayah perbatasan RI-PNG
menjadi bagian pembangunan koridor 6 perpaduan pengembangan Pusat Ekonomi
Kepulauan Maluku dan Papua. Hal yang sama tidak terlihat di Koridor 3
Kalimantan, wilayah perbatasan sama sekali tidak tersentuh.
Tol Laut Maritim Nusantara
Berbeda dengan MP3EI yang mempunyai
Blue Print, maka Tol Maritim yang kita tahu baru dari berbagai sumber khususnya
tokoh-tokoh tertentu. Misalnya pada saat Presiden Joko Widodo melakukan
lawatannya ke Jepang dan Tiongkok kita dengar akan menawarkan peluang investasi
untuk membangun 24 pelabuhan yang menjadi pilar proyek infrastruktur tol laut.
Begitu juga kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Andrinof Chaniago waktu itu. Andrinof mengatakan, hingga saat ini pemerintah
masih menunggu minat serius investor untuk berpartisipasi dalam proyek maritim
itu, yang secara total dapat menghabiskan Rp 700 triliun, termasuk belanja
pengadaan kapal.
Selain tol laut, kata Andrinof,
Presiden juga akan menawarkan investasi untuk proyek infrastruktur jalan raya
dan pembangkit listrik dalam lawatannya ke dua negara raksasa di Asia itu.
Andrinof tidak menampik keberangkatan Jokowi ke Tiongkok juga karena misi
serupa negara Tirai Bambu itu, yang ingin membangun Jalur Sutera, sebuah jalur
konektivitas tata niaga dari berbagai wilayah di Asia ke Eropa dan
Afrika."Kami ingin lihat dulu apa dari Jepang dan Tiongkok," ujarnya.
Kebutuhan investasi untuk tol laut yang diperkirakan Rp 700 triliun itu untuk
jangka waktu lima tahun dan akan diupayakan dari investasi pemerintah, BUMN dan
BUMD serta swasta. Berdasarkan catatan Bappenas mengenai konsep awal tol laut,
sebanyak 24 pelabuhan itu akan dibagi menjadi pelabuhan "hub",
pelabuhan utama, dan pelabuhan pengumpul yang mampu mendistribusikan barang ke
kota-kota kecil.
Sebanyak 24 pelabuhan itu adalah
Pelabuhan Banda Aceh, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Pangkal Pinang, Pelabuhan
Kuala Tanjung, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Batam, dan
Pelabuhan Padang. Kemudian Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Cilacap,
Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Lombok, Pelabuhan Kupang, Pelabuhan
Banjarmasin, Pelabuhan Pontianak, Pelabuhan Palangka Raya, Pelabuhan Maloy dan
Pelabuhan Bitung,. Selanjutnya adalah Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Ambon,
Pelabuhan Halmahera, Pelabuhan Sorong, Pelabuhan Jayapura dan Pelabuhan
Merauke. Selain sarana fisik 24
pelabuhan strategis, pemerintah juga berencana membangun infrastruktur
penunjang tol laut, "short sea shipping", fasilitas kargo dan kapal,
pengembangan pelabuhan komersial, dan pembangunan transportasi multimoda. Namun
pada 2015, pemerintah fokus memulai pembangunan tol laut dari Indonesia Timur.
Akan tetapi satu hal yang
menggembirakan adalah bahwa 24 pelabuhan yang menjadi bagian Tol Laut tersebut
adalah pelabuhan-pelabuhan yang ada di ke 6
koridor pembangunan MP3EI tersebut. Namun demikian kalau dilihat dari
kacamata perbatasan, kedua konsep tersebut (MP3EI dan Tol Laut) di wilayah
Kalimantan sama sekali belum menjangkau wilayah perbatasan dan bahkan tidak
terkoneksi dengan semangat kerja sama regional Asean yang meliputi
Indonesia-Malaysia-Berunai dan Philipina. Jadi kalau kita kaitkan dengan
semngat kebangkitan Bangsa pola pembangunan NKRI masih terlihat
kesinambungannya antara MP3EI dengan Tol laut Maritim. Kalau dahulu eranya umumnya
di darat, maka kini beralih ke laut. Harapan kita pembangunan itu bisa terus
berkelanjutan dan mewujud serta tidak melupakan wilayah perbatasan. Selama ini
kita selalu mendengarkan bahwa perbatasan itu merupakan halaman depan bangsa.
Tapi tiba di konsep sama sekali tidak terikutkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar